Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Johana K.
KONTAN.CO.ID - Pusat produksi sepatu kawasan Denai, Medan, Sumatra Utara yang tak lagi tenar, sempat ditinggalkan oleh para perajin. Sebagian perajin ini ada yang kembali ke lokasi berjualan sebelumnya, pindah ke luar kota atau gulung tikar.
Seperti Jhonny Syafril Chan, salah satu perajin yang memilih kembali ke Jalan Bromo, tahun 2000. Pertimbangannya untuk pindah dari tempat ini adalah tak ada lagi pengunjung yang datang serta tidak adanya dukungan pemasaran dari pemerintah. Sebab, lokasi tersebut memang merupakan milik pemerintah. "Sentra ini sudah mulai gawat sejak tahun tahun 2000-an," ungkapnya.
Pendapatan selama sebulan pun tidak dapat menutup seluruh biaya produksi. Maklum saja, kawasan Denai cukup jauh dari pusat jual beli bahan baku, sehingga perajin harus merogoh kocek lebih dalam menuju lokasi tersebut.
Sekitar dua tahun belakangan, para perajin yang meninggalkan lokasi diminta kembali oleh pemerintah. Satu per satu perajin pun kembali lantaran pemerintah mengancam akan menarik lagi rumah produksi yang selama ini disewakan gratis.
Karena tidak ingin kehilangan lokasi produksi, Tojo, panggilan Jhonny Syafril pun rela kembali. Untuk bertahan dia hanya menjalin kerjasama dengan toko sepatu yang berada di Medan. Alasannya, toko-toko tersebut biasanya memesan dalam jumlah besar, sehingga bisa menutup biaya produksi.
Meski penjualan online sedang gencar, Tojo enggan menawarkan produknya lewat jalur ini. Sebab, dia memang tidak ingin melayani pembelian ritel langsung ke konsumen kecuali pesanan custom.
Tojo pun masih mengandalkan kekuatan sistem marketing lama, yaitu door to door untuk mendapatkan pelanggan. "Saya ada penjualan yang langsung ke toko-toko menawarkan barang," tambahnya.
Untuk bahan bakunya, dia mengambil dari para pemasok yang juga berada di Medan. Sayang, Tojo enggan mengungkapkan total belanjanya dalam sebulan.
Berbeda dengan Tojo, Amran yang juga pengrajin sepatu justru baru menempati lokasi tersebut sekitar dua tahun terakhir ini. Laki-laki asal Padang, Sumatra Barat ini mengaku tidak mempermasalahkan lokasi yang sepi. Pasalnya, dia lebih banyak mengerjakan pesanan konsumen yang ada di luar kota Medan.
Menjelang perayaan hari raya Idul Fitri, Amran mengaku kerap kebanjiran pesanan. Alhasil, dia bersama tiga orang karyawannya harus rela lembur hingga pagi untuk menyelesaikan seluruh pesanan.
Bahkan, saat menjelang hari raya, banyak konsumen yang datang. Biasanya, selain menunjukkan model sepatu yang ingin dipesan, konsumen juga membawa bahannya sekaligus.
Namun, meski permintaan sedang tinggi, dia enggan mengerek harga jual produk. Amran takut kehilangan pelanggan. Untuk bahan bakunya dia membelinya di sekitar kota Medan melalui distributor.
Lainnya, laki-laki berkulit sawo matang ini juga enggan membuka pesanan online. Dia bilang, tak punya waktu untuk mengawasi penjualan serta belum akrab dengan penjualan di pasar online. Asal tahu saja, Amran sebelumnya adalah karyawan salah satu pusat produksi sepatu di Medan. Setelah punya cukup keahlian dan modal, pada 2012 dia memutuskan untuk membuka usahanya sendiri.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News