Reporter: Revi Yohana, Marantina | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Seni melukis menggunakan media pasir alias animasi pasir (sand animation), mulai populer di Tanah Air belakangan ini. Di acara perusahaan atau pesta pernikahan, mulai sering tampil sosok seniman yang menceritakan sebuah kisah dengan memakai butiran-butiran pasir.
Lantaran unik dan mampu memukau penonton, seni menjalin cerita lewat media pasir ini mampu mendatangkan laba yang menggiurkan. Apalagi, belum banyak orang terjun ke dunia seni ini.
Salah seorang yang menggeluti seni lukis pasir ialah Angela Roseli. Perempuan kelahiran Surabaya, 29 tahun silam, ini sudah menekuni sand animation sejak 2010. Awal ketertarik-annya di seni lukis pasir setelah menyaksikan sebuah video animasi di You Tube.
Lantas, perempuan yang memang sudah gemar melukis sejak kecil ini pun belajar cara melukis pasir. "Saya belajar selama tiga bulan. Yang terpenting, bagaimana bersahabat dengan pasir dan mengenal sifatnya, sehingga bisa lebih mudah menggunakannya," tuturnya.
Namun, sebagai seorang sand animation, tetap dituntut sering berlatih. Menurut Angela, kesulitan dalam melukis pasir adalah menjaga supaya pasir tidak menggumpal, dan ketika dijatuhkan bisa sesuai yang diinginkan. Selain itu, pelukis juga harus memikirkan alur cerita yang ingin disampaikan melalui pasir-pasir yang ada di tangannya.
Kemampuan Angela melukis pasir pertama kali dibuktikan di sebuah acara sosial di Jakarta. Kala itu, ia diminta bercerita tentang pentingnya pendidikan untuk anak-anak nelayan. Penampilannya sukses. Setelah itu, berbagai tawaran berdatangan, baik dari perusahaan, institusi pendidikan, hingga perorangan.
Sejumlah perusahaan besar pernah menggunakan jasa Angela. Sebut saja Sampoerna, Ciputra, dan Bank Mandiri. Ia pernah diundang tampil di hampir seluruh kota besar di Pulau Jawa, Bali, Lombok, dan Palembang.
Kata Angela, tantangan besar kerap dihadapi saat mengisi acara perusahaan. Tak jarang, ia harus menyampaikan pesan yang terlalu kaku atau membosankan. "Saya harus susun cerita supaya penyampaian pesan ada seninya, tidak seperti presentasi. Kalau presentasi mending pakai power point saja, jangan pakai pasir," ujar wanita berdarah Bali ini.
Tantangan lain, saat melukis pasir di acara pernikahan. Angela harus membuat jenis lukisan dan cerita berbeda. Jika terlalu sering mengulang gambar atau cerita yang sama, khawatir tamu yang pernah melihat sebelumnya, bosan.
Ajang adu bakat
Lantaran membutuhkan keterampilan khusus, tarif menggunakan jasa sand art terbilang tinggi. Angela mematok tarif Rp 10 juta sekali tampil. Dalam sebulan, ia bisa menerima 6–9 order. Tak heran, ia bisa mengantongi omzet Rp 60 juta hingga Rp 90 juta dalam satu bulan.
Animator pasir lainnya, Niar Lazza juga pertama kali mengenal seni animasi pasir melalui internet pada 2009. Ia terpikat, dan memutuskan belajar lukis pasir secara otodidak. "Saya belajar dua bulan. Kebetulan, sejak kecil saya senang bikin gambar dari pasir pantai," tutur lulusan STT Kedirgantaraan, Yogyakarta ini.
Menurut Niar, seni animasi pasir ini sudah muncul di Eropa sejak 1988. Namun, baru mulai populer di berbagai belahan dunia beberapa tahun terakhir setelah ada berbagai ajang adu bakat sand animation.
Niar mulai tampil di publik sebagai sand animator pada Juni 2011. Waktu itu, Niar mendedikasikan penampilannya yang berjudul Everybody Hurts untuk keluarga korban Bom Bali. Dengan hanya menggunakan jari, Niar memukau penonton melalui penampilannya yang hanya disertai musik.
Dalam setiap penampilannya, perempuan kelahiran Lumajang, 25 tahun silam, ini hanya menggunakan musik, tanpa narasi. Tujuannya supaya penonton bisa fokus menafsirkan apa yang ia sampaikan secara visual, bukan sekadar kata-kata. "Saya harus bisa memberikan nyawa agar karya animasi saya terlihat hidup," ucapnya.
Sebelum tampil, Niar tidak butuh persiapan lama. Ia hanya butuh alat-alat, seperti lightning box, kamera video, dan pasir. Biasanya, sekali tampil sekitar 15 menit.
Ia kerap tampil di festival-festival seni di luar negeri. Misalnya, di ajang International Gathering GOH Sidney pada Oktober 2011, dan International Annual Meeting GOH Korea, di Seoul, pada September 2012.
Selain di festival seni, Niar juga sering mendapat order dari perusahaan besar seperti Toyota. Dalam sebulan, ia bisa tampil dua hingga tiga kali. Ia mengaku tak mematok tarif. "Biasanya, klien yang memberikan penawaran. Kalau dirata-ratakan sekali tampil sekitar Rp 10 juta– Rp 20 juta,” ungkapnya.
Demi mengembangkan seni animasi pasir, Niar sudah punya sederet rencana. Salah satunya, membuat film yang melibatkan animasi pasir. Ia akan berkolaborasi dengan beberapa seniman lokal dan mancanegara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News