Reporter: Marantina | Editor: Havid Vebri
Dengan modal utama memiliki selera yang bagus dalam memilih tas, Dini Vitriani Surono (35) merasa telah menemukan passion dan tujuan dalam berkarir. Ia lantas memberanikan diri memulai bisnis pembuatan tas dalam skala kecil. Bahkan, bisnis ini ia rintis sejak masih mengecap pendidikan semester tiga di Fakultas Ekonomi Univesitas Indonesia (UI).
Tas buatannya ini ia pakai untuk kuliah sehari-hari. Alhasil, banyak teman-teman kampusnya yang tertarik dan ingin tahu. Ia mendesain sendiri tas buatannya. “Setelah saya bikin gambar, saya bawa ke tukang tas untuk dijahit,” ucapnya.
Pemasaran secara sederhana seperti itu ternyata cukup berhasil. Pesanan tas pun langsung berdatangan dari teman-temannya. Namun, bisnis tas ini sempat terhenti sementara karena orangtuanya meminta Dini untuk menyelesaikan kuliah terlebih dahulu. Dini pun akhirnya lebih fokus untuk studi hingga lulus kuliah.
Nah, setelah menyelesaikan kuliah, Dini kembali menggeluti bisnis tas dengan lebih profesional. Ia kemudian membuat situs www.akusukatas.com. Saat itu, ia sudah mencantumkan merek Ciciero pada tas-tas ciptaannya. “Dulu rencana saya, situs itu juga bisa memuat tas-tas dari desainer lain, tetapi ternyata saya terlalu fokus di Ciciero,” ujar dia.
Dengan pemasaran melalui situs tersebut, brand Ciciero pun semakin dikenal oleh masyarakat. Pada 2008, Dini membuat situs baru untuk menjual tas buatannya, yakni www.cicierobags.com. Sejak saat itu, Dini semakin rajin mendesain tas. Dalam sebulan, ia menciptakan minimal dua model baru tas Ciciero.
Dini mengatakan, tas yang ia desain mayoritas bisa dipakai sehari-hari, tapi membuat pemakainya tetap terlihat bergaya. Di samping itu, ia juga mengutamakan kualitas produk. Meski dibuat dari bahan kulit sintetis, ia menjamin tas Ciciero bisa bertahan hingga dua tahun. “Jika dalam setahun sudah rusak, pembeli Ciciero bisa mengembalikan untuk kami perbaiki atau ganti secara gratis,” ungkap Dini.
Menurut Dini, meski mendalami ilmu ekonomi ketika kuliah, namun pelajaran bisnis lebih banyak ia dapat secara autodidak. Kebetulan, ia juga berteman dengan beberapa pengusaha. Selain itu, Dini sering membaca buku tentang berwirausaha.
Jika di kilas balik, Dini menuturkan, ia merogoh kocek sekitar Rp 20 juta untuk memulai bisnis tasnya. Modal itu digunakan untuk membeli bahan baku kulit sintetis yang diimpor dari China. Sisanya membayar upah para perajin tas.
Menurut dia, selain model tas yang bagus, pengusaha tas juga harus cerdas dalam mengomunikasikan desain pada penjahit. Sebab, jika desainer tidak bisa menjelaskan model yang diinginkan dengan baik, maka hasil akhir suatu produk fesyen bisa berantakan.
Itulah yang terus ia jaga dengan 15 perajin tas yang bekerja padanya. Dini mengaku, gambar yang ia desain tidak terlalu bagus atau detil. Namun, ia berusaha agar para perajin benar-benar paham terhadap model tas yang dia inginkan.
“Para desainer terkenal tidak hanya punya selera fesyen yang bagus, tapi juga tahu cara menjelaskan model pada penjahit,” kata dia.
(bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News