kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Membuat daging buah pala jadi lebih bernilai ekonomis


Jumat, 27 Agustus 2010 / 11:05 WIB
Membuat daging buah pala jadi lebih bernilai ekonomis


Reporter: Raymond Reynaldi | Editor: Tri Adi


Anda tentu mengenal buah pala. Rempah-rempah ini merupakan salah satu alasan yang membuat bangsa Eropa datang dan menjajah negeri ini. Buah pala, seperti halnya cengkeh dan teh, merupakan komoditas unggulan dengan permintaan tinggi. Daging pala juga bisa diolah menjadi lebih bernilai.

Biasanya, pemanfaatan buah pala sekadar bijinya saja. Orang kerap mengekstrak dan mengambil minyak dari biji pala. Atau, menghaluskan pala menjadi campuran bumbu perasa pada masakan. Semua itu berkat aroma biji pala yang berbeda dari biji-bijian lain.

Dari semua pemanfaatan itu, nyaris tak ada yang memakai daging buah pala. Jadi, hanya dibuang saja ke tempat sampah. Nah, sejak 2006, Ros Likumahwa melakukan usaha pengolahan daging buah pala. "Saat itu belum bermerek," ujarnya.

Ros mengolah daging pala menjadi beberapa produk. Mulai dari jus pala yang disebut sarila, selai pala, sukade pala, dan dodol pala. Satu lagi, produk yang paling menarik perhatian adalah wine.

Proses produksi wine pala masih terbilang sederhana. Ros hanya menggunakan alat mesin blender untuk menghaluskan daging pala. Setelah halus, buah itu diperas dan diambil sarinya. Kemudian mencampur sari pala dengan air gula dan air putih. "Lantas saya fermentasi. Proses produksi wine pala membutuhkan waktu sekitar 14 hari," kata Ros.

Setelah semakin dikenal dan banyak yang mengikuti cara ini, Ros membalut kemasannya dengan merek Roansfel. Harga jus pala ukuran satu liter Rp 35.000, atau Rp 96.000 untuk satu boks yang berisi 20 botol kemasan 200 mililiter.

Adapun harga selai yang memakai kemasan plastik Rp 20.000 dan sukade pala Rp 10.000. Ros membanderol harga wine pala sebesar Rp 25.000 per botol kaca.

Produk-produk Roansfel telah menjadi salah satu oleh-oleh khas Maluku. Ros mengaku produknya sudah bertebaran di berbagai hotel ternama di Ambon. Di pusat kota, produk Roansfel juga sudah beredar di warung-warung kelontong dan beberapa toko cinderamata dan oleh-oleh khas Ambon.

Konsumen juga bisa memesan produk Roansfel dalam jumlah besar. Hanya, Anda harus memesan langsung kepada Ros. "Nanti bisa saya kirim ke alamat pemesan. Kalau pemesan tinggal atau menginap di Ambon bisa mengambil langsung ke rumah saya," imbuhnya.

Meski para turis tak terlalu sering memesan, Ros mengatakan produk Roansfel, khususnya wine dan jus pala telah tersohor di mancanegara. Tepatnya di Belanda, Singapura, dan Kanada. "Kalau di Belanda, pala memang sudah terkenal. Kadang suka ada pesanan dari turis yang pernah berlibur di Ambon dan mencoba produk-produk kami," ujarnya.

Tiap hari, Roansfel menjual dua karton jus pala ukuran 200 mililiter, serta 12 botol wine pala. Setelah dipotong ongkos produksi dan biaya lain-lain, rata-rata pemasukan Ros setelah memakai merek Roansfel sekitar Rp 4 juta per bulan. "Pada musim liburan seperti bulan Juni-Juli, bisa naik sampai dua kali lipatnya," kata Ros.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×