Reporter: J. Ani Kristanti, Oginawa R Prayogo | Editor: Roy Franedya
Hampir setiap produsen atau penjual butuh kardus untuk mengirimkan produknya ke konsumen. Tak terkecuali, para penjual
yang menawarkan dagangannya secara daring. Kardus akan melindungi produk dari benturan dan goncangan. Selain itu, kemasan kardus juga memudahkan pemindahan dan penanganan barang.
Maraknya bisnis daring ikut mendongkrak permintaan kardus. Untuk meminimalisir risiko kerusakan, banyak pedagang online memakai kardus sebagai standar pengiriman barang. Maklum saja, biasanya pengiriman dilakukan oleh pihak ketiga.
Alhasil, kebutuhan kardus terus saja meningkat. Nawa Aksara, pemilik CV Sunwa Wira Abadi, produsen kardus menyebutkan, permintaan kardus terus saja mengalir. Selain dari bisnis online, lonjakan permintaan ini terjadi karena saat ini juga banyak pedagang yang melakukan pengemasan ulang produk dagangan yang mereka impor dari China.
Besarnya permintaan kardus ini juga diakui oleh Sukendar, pemilik CV T-Box Indonesia (bandarkardus.com). Dia masih kewalahan memenuhi derasnya permintaan. “Belakangan, saya beberapa kali menolak order, terutama jika jumlah pemesanan sedikit,” kata pria yang mulai menjalani bisnis pembuatan kardus sejak 2011.
Dia pun berupaya untuk meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah pabrik baru. Di pabriknya seluas 1.000 m2 di Gunung Sindur, Bogor, Sukendar mampu memproduksi 10.000 kardus berbagai ukuran setiap hari. Saat ini, dalam rangka ekspansi, dia menyiapkan lahan seluas 500 m2. “Mesin dan bahan baku membutuhkan tempat luas, produk jadi juga butuh ruang besar,” terang Sukendar.
Sukendar melayani pesanan berbagai ukuran kardus. Konsumennya beragam, mulai dari produsen helm, perusahaan percetakan, provider telekomunikasi, bank, maskapai, perusahaan properti hingga penerbit buku. Pelanggannya pun tersebar dari Sabang hingga Merauke. “Kami sudah pernah kirim hampir ke semua pulau besar,” ujar dia.
Dalam setiap pesanan, Sukendar menetapkan batas minimum 3.000 potong untuk ukuran seperti kardus air mineral, dan 500–1.000 potong untuk kardus berukuran besar. Dari bisnisnya, Sukendar bisa menyisir untung hingga 10%.
Tak berbeda jauh dengan Sukendar, konsumen Nawa juga tersebar ke berbagai pulau di Indonesia. Nawa yang mengawali bisnis ini sejak 2007, menawarkan kotak kardus ini mulai dari Rp 4.500. “Tergantung dari desain dan warna,” kata Nawa yang banyak melayani pesanan dari industri otomotif, elektronik, makanan dan minuman. Kini, dia melihat, permintaan makin besar dari industri briket.
Pabrik Sunwa yang terletak di Bekasi Utara saat ini mampu menghasilkan 5.000–8.000 potong kardus per hari. Dari bisnis ini, Nawa bisa mengantongi margin 15%–30%. “Keuntungan makin besar jika ukuran kardus makin besar,” ujar dia. Margin yang lebih tinggi bisa dia peroleh dari konsumen baru.
Anda tertarik menggeluti usaha pembuatan kardus ini?
Modal besar
Usaha pembuatan kardus ini cukup padat modal. Pabrik kardus membutuhkan lokasi yang luas karena ukuran mesin-mesinnya cukup besar. Di samping itu, butuh gudang untuk menyimpan bahan baku dan produk jadi.
Tak hanya itu, lokasi juga harus punya kemudahan akses untuk truk-truk yang mengirimkan bahan baku, sekaligus saat pengiriman. Nawa pun menyarankan, sebaiknya status lahan ini merupakan milik sendiri. “Mesinnya besar-besar, biaya cukup besar jika harus berpindah-pindah,” terang dia.
Oleh karena itu, jika belum memiliki pasar yang jelas, Nawa menyarankan pelaku usaha yang ingin terjun di bisnis ini untuk menjajaki bisnis trading kardus terlebih dulu. Nawa pun menjalani bisnis ini sebelum akhirnya memutuskan untuk membuka pabrik sendiri. “Saya punya banyak konsumen dari trading ini,” kata dia.
Untuk memulai bisnis trading, Nawa pun menaksir, modal awal yang harus disiapkan mencapai Rp 50 juta. “Itu skala kecil ya, jika menyasar industri rumahan,” kata Nawa, yang terjun ke bisnis kardus ini sejak 2004.
Saat punya pabrik sendiri, saat itu pesanan kardusnya sudah mencapai 3.000–5.000 potong per hari. “Kalau tidak sebanyak itu, tidak masuk dalam skala ekonomi,” cetus Nawa. Maklum, untuk merintis pabrik, menurut dia, minimal harus merekrut 10 orang karyawan untuk mengoperasikan mesin-mesin yang ada.
Nawa pun menghitung, modal yang dia siapkan mencapai Rp 150 juta, di antaranya untuk membeli tiga unit mesin dalam kondisi bekas. “Itu di luar lahan,” kata dia.
Besaran modal yang sama juga dikeluarkan oleh Sukendar. Pada 2011 silam, dia membeli satu set mesin bekas dengan harga Rp 150 juta. Namun, untuk peningkatan kapasitas produksi, dia saat ini sudah menggunakan mesin baru. Harga satu mesin mencapai Rp 300 juta. “Jadi, kalau mesin baru, modalnya lebih dari Rp 1 miliar,” ujar dia.
Mesin-mesin untuk membuat kardus terdiri dari mesin slitter/slotter (untuk memotong dan mencoak), mesin untuk menjahit (mesin staples) atau juga mesin untuk mengelem, dan mesin untuk menjalankan rel.
Untuk membubuhkan logo atau gambar serta teks, Anda bisa lakukan dengan teknik sablon. Teknik ini dipakai kalau jumlah pemesanan sedikit atau kurang dari 5.000 potong. Namun, untuk pesanan yang besar, bisa dipakai mesin cetak flexo. “Kapasitas mesin ini untuk 5.000 potong per hari,” kata Sukendar. Dengan mesin itu, hanya butuh waktu sekitar 2 jam untuk menambahkan logo.
Namun, jika konsumen ingin kualitas cetakan yang lebih baik, Nawa pun akan memenuhinya dengan mengandalkan mesin cetak. Mesin cetak ini harganya bisa mencapai Rp 1 miliar.
Selain mesin, Anda juga harus memastikan soal pasokan bahan baku. Menurut Nawa, bahan baku ini harus dipesan sesuai dengan ukuran yang diinginkan. “Sifatnya lebih ke custom order,” kata dia.
Maklum, kebutuhan setiap konsumen bisa berbeda, tergantung jenis produk yang dikemas. Selain ukuran, perbedaan itu bisa terlihat dari gramatur kertasnya. “Jadi, semakin berat bobot barang yang akan dikemas, gramaturnya makin tinggi. Ini ada rumusnya,” kata Nawa.
Kualitas kardus juga ditentukan oleh bahan baku. Jadi, Anda juga harus memastikan bahan baku kardus berasal dari produsen yang bahan bakunya baik. Namun, jangan bergantung hanya pada satu pemasok saja.
Nawa dan Sukendar memiliki beberapa pemasok bahan baku kardus. Hal ini untuk mengantisipasi bila ada salah satu pemasok yang sedang mengalami kerusakan mesin. Anda juga harus menjalin hubungan baik dengan pemasok. Hal ini akan memberi kemudahan bila kebutuhan bahan baku Anda tak memenuhi minimal pesanan mereka. “Jadi, bisa dibarengi pembuatannya dengan yang lain,” kata Nawa.
Jaringan yang baik juga akan memberi keleluasaan Anda dalam hal pembayaran. Bila Anda sudah mendapatkan kepercayaan, pemasok bisa memberikan tempo sebulan. “Tapi, sebaliknya, jika sudah di-blacklist, info ini akan cepat menyebar ke pemasok lain. Maka, harus benar-benar jaga kepercayaan,” ujar Nawa.
Soal tenaga kerja juga harus menjadi perhatian. Sukendar menyarankan untuk memilih karyawan yang loyal supaya standar produksi tetap terjaga. Dengan begitu, pengiriman ke konsumen akan tepat dengan waktu yang dijanjikan. Ini penting, untuk menjaga hubungan baik dengan konsumen.
Sudah siap berburu lahan untuk lokasi pabrik?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News