Reporter: Kornelis Pandu Wicaksono | Editor: Havid Vebri
Sejak tahun 2003, Desa Padang Kerta, Kabupaten Karangasem, Bali menjadi sentra budidaya udang galah. Uniknya, budidaya udang di desa ini bukan dilakukan di kolam atau tambak.
Sentra budidaya udang galah di desa memanfaatkan lahan sawah. Total ada 3 hektare (ha) lahan sawah yang disulap menjadi kolam budidaya udang galah.
Namun, jangan bayangkan seperti kolam umumnya yang memiliki kedalaman hingga lebih dari 1 meter. Bentuk kolam budidaya udang galah di tempat ini masih berbentuk sawah asli. Hanya pematang sawahnya ditinggikan supaya bisa menampung air agak banyak.
Itu pun kedalaman airnya paling hanya sekitar 50 sentimeter (cm). Di desa ini, ada 19 orang pembudidaya udang galah. "Kami memilih budidaya udang galah karena hasilnya lebih menjanjikan daripada padi," kata Nengah Sudarmo, Ketua Kelompok Pembudidaya Mina Kerta Usaha.
Menurut Nengah, selisih keuntungan bisa mencapai Rp 2,5 juta per seribu benih udang galah. Sementara, setiap 100 meter persegi (m²) tanaman padi bisa menampung 5.000 bibit udang galah. "Karena lebih menjanjkan, kami pun beralih ke budidaya udang galah," ujar Nengah.
Sentra ini tidak sulit dijangkau. Dari Bandara Ngurah Rai hanya butuh perjalanan selama dua jam ke arah Karangasem. Awal Maret lalu KONTAN sempat mengunjungi desa ini bertepatan dengan dimulainya penebaran bibit udang galah. "Kami panen setiap delapan bulan sekali," kata Nengah.
Setiap pembudidya memiliki luas lahan budidaya berbeda-beda. Mangku Wayan Kantun, salah seorang anggota Kelompok Pembudidaya Mina Kerta Usaha, memiliki luas lahan budidaya 11 are atau sekitar 1.100 m².
Menurut Nengah, setiap anggota memiliki luas lahan budidaya berbeda-berbeda. Paling luas ada yang memiliki sampai 20 are atau sekitar 2.100 m². Sementara anggota yang baru masuk hanya 5 are atau sekitar 510 m².
Tidak menutup kemungkinan luas lahan budidaya akan terus bertambah. Soalnya, lahan sawah di desa ini masih sangat luas. "Petani yang tetap memilih padi juga masih banyak," ujarnya.
Menurut Nengah, perubahan fungsi lahan sawah menjadi kolam budidaya udang tidak akan merusak tanah. "Nah itu yang belum dipahami oleh sebagian besar petani," katanya.
Saat ini, menurut Nengah, harga udang galah lumayan tinggi di pasaran, yakni mencapai Rp 75.000 per kilogram (kg). Harga ini lebih tinggi dari tahun lalu yang hanya Rp 65.000 per kg.
Kenaikan harga ini cukup membantu petani karena harga pakan udang galah juga naik di pasaran. Belum lagi ditambah resiko kematian udang karena penyakit. Kenaikan harga udang galah ini kian menambah semangat pembudidaya di desa ini.
Menurut Mangku, dari semua bibit yang disebar tidak semuanya mampu bertahan hingga masa panen. Berbagai faktor jadi penyebabnya, seperti cuaca dan daya tahan. Sebanyak 20% benih udang itu akan mati.
Sampai saat ini para pembudidaya memasarkan seluruh udang galah kepada para pedagang pengumpul (pengepul) di Bali.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News