kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Memintal laba dari kain tenun Sumba (bagian 2)


Sabtu, 09 November 2019 / 10:00 WIB
Memintal laba dari kain tenun Sumba (bagian 2)


Reporter: Venny Suryanto | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pamor tenun Sumba kini sudah bisa disejajarkan dengan kain tenun lainnya. Motif khas daerah Sumba serta bahan baku yang berasal dari salah satu daerah di Nusa Tenggara Timur tersebut mulai menarik minat banyak orang, termasuk para desainer dan selebritas.

Acap kali, saat ada selebriti yang bertandang ke Sumba, pasti ada yang berswafoto di sana sambil memadukan dengan kain tenun Sumba. Kondisi ini membuat Ronny Sonbay, salah satu perajin tenun Sumba bisa bernafas lega karena aksi itu bisa menjadi ajang promosi gratis.

Pria yang sudah terjun di bisnis tenun Sumba sejak tahun 2016 ini mengaku tidak mudah untuk mempromosikan kain tradisional tersebut. Namun, dirinya tidak patah arang. ia manfaatkan media sosial sebagai jalur memasarkan kerajinan tenun Sumba.

Upaya lain yang tidak kalah penting adalah mengikuti pameran kerajinan yang ada di Jakarta. "Jadi kain tenun Sumba ini mulai terkenal saat saya ikut pameran di ibukota," katanya ke KONTAN.

Maklum, untuk membuat kain tenun ala Sumba ini tidaklah gampang. Butuh waktu lama untuk bisa menghasilkan kain tenun tersebut.

Sebagai gambaran, rata-rata memproduksi satu lembar kain tenun membutuhkan waktu tiga bulan sampai enam bulan. Bahkan, jika motif yang dibuat tergolong rumit dan detil, lama pengerjaannya bisa mencapai satu tahun.

Seluruh pengerjaan kain tenun Sumba dikerjakan di workshop-nya yang ada di Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Dirinya dibantu oleh 15 perajin tenun yang seluruh peralatan tenun sudah disediakan di tempatnya.

Untuk bahan baku kain tenun juga berasal dari Sumba sendiri. Mulai dari daun nila dan ragam kayu. Baik itu untuk bahan kain maupun pewarna. Setelah jadi, ia biasanya menjual kain tersebut mulai dari Rp 800.000 per lebar.

Jangan salah, ternyata kain tenun Sumba ini juga ada yang bernilai tinggi. Ronny mengklaim harganya bisa mencapai ratusan juta rupiah, tepatnya menembus Rp 200 juta per lembar.  "Ini untuk kain tenun peninggalan dari zaman Belanda dan Jepang," sahutnya.

Pemain lain, Chelsea Hartono juga hingga kini masih mengandalkan bahan baku lokal untuk menenun kain tenun Sumba. Selain kain dan selendang, wanita yang mulai berusaha tenun Sumba sejak 2018 ini juga membuat sarung dan produk berbasis tenun lainnya. "Semua bahan utama didapatkan di Sumba," tuturnya.

Sama seperti Ronny, lantaran semua proses pengerjaan kain tenun ini masih mengandalkan tenaga manusia dan dibantu alat tenun, Chelsea juga bisa memproduksi kain tenun hingga berbulan-bulan lamanya. Saat jadi, ia membanderol kain tenun Sumba mulai dari Rp 250.000 sampai Rp 10 juta per kain.

Melihat pamor tenun Sumba mulai naik daun, tentu Chelsea berharap produk kain besutannya bisa diterima oleh banyak khalayak.

Sedangkan Ronny punya cara unik untuk bisa terus mempromosikan kain tenun besutannya. Ia menyediakan paket wisata ke Sumba  berikut melihat-lihat sambil belajar menenun kain Sumba di tempatnya. "Ini keunggulan saya," klaimnya.               

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×