Reporter: Cindy Silviana Sukma, Primasyah Kristanto, Rani Nossar | Editor: Havid Vebri
Di era digital seperti sekarang ini, memotret bukan kegiatan yang sulit. Namun, tidak semua sudut atau area dapat terjangkau. Untuk memperoleh foto yang maksimal, penggunaan jasa fotografi udara mulai banyak dilirik.
Jasa foto udara ini banyak dibutuhkan untuk mengabadikan peristiwa apapun yang sulit diambil dari darat. Pengguna jasanya kebanyakan perusahaan yang ingin melakukan pengembangan proyek.
Contohnya sektor properti dan perkebunan yang ingin memetakan wilayah atau lokasi proyeknya. Asal tahu saja, foto udara adalah pengambilan foto dari posisi tinggi dimana obyek berada di dasar atau di bawah.
Mediumnya bisa menggunakan pesawat sayap tetap, helikopter, balon, balon udara, multirotor Unmanned Aircraft Systems (UAS), roket, layang-layang, parasut dengan kamera yang terpasang.
Di Indonesia, penggunaan jasa foto udara semakin populer seiring maraknya penggunaan drone photography yang menggunakan pesawat tanpa awak. Biasaya berupa helikopter berbaling-baling empat.
Salah satu pemain di industri ini adalah Kaufik Anril, pemilik helicamindo.com asal Bandung. Ia sudah menekuni bisnis ini sejak 2010. Kaufik bilang, banyak hal yang harus diperhatikan bila ingin memulai bisnis ini, “Kalau asal-asalan nanti alatnya jatuh dan bisa rugi,” ujarnya.
Pesawat mini
Untuk menekuni bisnis ini, ia harus mempersiapkan beberapa jenis kamera mulai dari jenis go pro hingga kamera DSLR. Selain itu, untuk mengambil sudut gambar dari udara, ia juga harus menyiapkan helikopter atau pesawat mini guna mengangkat kamera di angle yang diinginkan.
Menurutnya, proses merakit helikopter memakan waktu lama, “Kami bisa merakit hingga tiga bulan karena harus memesan part-part-nya dulu dan menunggu shipping-nya, setelah itu baru kita testing,” ujarnya.
Karena, ia menawarkan jasa aerial imaging dengan helicam, target konsumen yang dipilihnya adalah perusahaan, stasiun televisi dan production house. “Kami seringkali menerima orderan land survey untuk pabrik, proyek, pembangunan resor dan sebagainya,” ujarnya.
Saat ini, ia sudah memiliki cabang di Jakarta dan Bali. Dalam sehari, ia mendapatkan minimal satu klien. Kaufik sendiri membatasi pesanan minimal tiga order dalam seminggu lantaran ingin menjaga kualitas dari jasa yang ditawarkannya.
"Sebab setiap pengambilan foto maupun video perlu persiapan matang," ujarnya. Untuk jasa foto udara ini, ia mematok tarif mulai Rp 5 juta hingga Rp 15 juta. Tarif tersebut tergantung kondisi medan serta faktor resiko di lokasi pengambilan foto.
Kaufik mengklaim, dalam sebulan mengantongi omzet Rp 30 juta. Ke depan, ia akan membenahi internal manajemen helicamindo.com, sehingga dapat melayani lebih banyak konsumen.
Menurut Kaufik, seorang fotografer udara harus menguasai peralatan yang dioperasikannya. Selain itu, juga menguasai keterampilan dasar memotret.
Pemain lainnya adalah Ida Bagus Hariawan, pemilik Coptershoot di Denpasar, Bali. Ia sudah terjun di bisnis ini sejak tahun 2004. Sebagai daerah pariwisata, ia banyak mendapat order dari pemilik hotel dan resort di Bali.
Coptershoot menggunakan helicam yang mampu terbang di landasan yang sangat rendah sampai sangat tinggi. Videografi atau fotografinya juga dikendalikan dengan peralatan berbasis radio remote control helikopter dan multicopter yang telah dimodifikasi.
Bagus bilang, helicam dengan remote control awalnya hanya sebagai sarana mainan. Tapi sekarang dimodifikasi sebagai alat untuk menghasilkan uang.
"Kreatifnya karena awalnya hanya untuk mainan kami modifikasi dijadikan bisnis karena tidak semua orang bisa mengambil foto udara," kata dia.
Dalam waktu dekat, Coptershoot akan menambah perlengkapan berstandar internasional mulai dari penggunaan camera DSLR Full frame Canon EOS 5D MKIII hingga GPS tercanggih DJI Autopilot.
Helicam yang digunakan rata-rata buatan luar negeri, seperti Maxi Joker 3 buatan Jerman atau 3 axis dari photoshipone buatan Amerika.
Jangkauan proyeknya bukan hanya di Bali tapi juga hingga ke pelosok nusantara bahkan luar negeri. "Bulan depan kami punya projek di Maldives, jadi bukan hanya di sekitaran Bali dan Nusa Tenggara saja. Kami sudah kemana-mana," kata dia.
Pelanggannya mulai dari perusahaan pengelola hotel, resort, taman bermain, hingga perusahaan BUMN. Namun untuk tahun ini, kata Bagus, banyak didominasi BUMN seperti Angkasa Pura, Jasa Marga hingga Inalum.
Ia mematok tarif Rp 500.000 per jam. Sedangkan tarif per hari Rp 15 juta. Dengan tarif tersebut, ia bisa mengantongi omzet minimal Rp 70 juta per bulan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News