kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Memulai usaha distro bermodalkan uang simpanan (2)


Jumat, 02 Mei 2014 / 13:43 WIB
Memulai usaha distro bermodalkan uang simpanan (2)
ILUSTRASI. Hati-Hati, Ini Cara Jitu Menghindari Penipuan Berkedok WA Kiriman Paket File APK.


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Rizki Caturini

Berbekal dari ketertarik-annya pada dunia desain dan fesyen, Dicky Sukmana berhasrat membuka bisnis distro di Bandung, Jawa Barat, dengan brand Invictus pada 2003. Kala itu, bisnis distro sedang booming. Merek clothing yang ia usung berhasil menjadi salah satu dalam jajaran top brand clothing di Bandung.

Selain memang dia memiliki minat yang besar dalam industri kreatif seperti ini, awal membuka gerai distro di Bandung adalah untuk menjajal dunia bisnis secara profesional. Maklum saja, sebelumnya dia hanya menjual baju dari mulut ke mulut alias tidak mempunyai gerai resmi, yang permanen.
Laki- laki asal Kota Kembang ini sudah cukup lama memiliki pengalaman berjualan baju. "Saya sudah mulai berdagang sejak duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA)," kata dia.

Dicky bercerita, untuk membuka gerai perdananya, kala itu dia menggunakan uang simpanan seadanya. Bisnis distronya tidak langsung besar. Dia mengembangkan usaha ini perlahan. Untung dari hasil penjualan digunakan lagi untuk tambah modal pengembangan usaha.

Pada tahun-tahun pertama, Dicky mengaku sudah tidak perlu lagi bersusah payah memasarkan produknya. Maklum saja, saat itu bisnis distro sedang naik daun, dan produknya pun sudah banyak diincar anak muda. Cara promosi yang dilakukan cukup sederhana, yaitu hanya lewat mulut ke mulut.
Selain itu, dia juga menggunakan media promo lewat para penyanyi band yang menggunakan baju hasil karyanya. "Saat itu, belum ada royalti yang harus dibayar kepada penyanyi untuk pakai baju kita," katanya.

Seiring dengan berkembangnya teknologi, Dicky mulai memakai media sosial dan digital untuk memasarkan produknya. Laki-laki yang gemar bepergian atawa traveling ini mengaku bila 80% konsumennya mengenal produk Invictus melalui media digital.

Meski sudah memiliki cukup banyak pengalaman dalam berbisnis, bukan berarti Dicky tidak pernah mengalami kejenuhan. Laki-laki yang sempat mengenyam pendidikan di Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, ini mengungkapkan, pernah merasa terpuruk pada  2009 lalu.

Kala itu, bisnis distro sedang mengalami masa kejenuhan karena pasar fesyen Indonesia sedang diserbu dengan brand-brand dari luar negeri. Dia pun harus memutar otak agar bisnisnya tetap eksis. Ia lalu menemukan cara: menggagas festival KickFest. Acara ini merupakan wadah bagi produsen clothing lokal dan distro lokal untuk memamerkan produknya. Agar makin semarak, ajang ini pun menampilkan sejumlah group band buat hiburan.

Laki-laki yang juga sempat menjadi pelajar di London College of Fashion, London,  ini merasa tidak terlalu sulit mengumpulkan para desainer. Jaringan pertemanan yang luas membuatnya lebih mudah mencari peserta.

Dia pun bekerjasama dengan komunitas dan asosiasi terkait di setiap kota. Awalnya hanya sedikit perancang kaus yang bergabung. Tapi sekarang di tiap kota sudah ada ratusan perancang yang bergabung.

Festival ini diselenggarakan secara tahunan di beberapa kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Malang, dan Yogyakarta. Tahun ini merupakan tahun ketujuh penyelenggaraan KickFest. "KickFest akan terus mengembangkan kota-kota tujuan seperti ke Makassar," ujar Dicky.           

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×