Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Markus Sumartomjon
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jumlah kendaran bermotor yang meningkat setiap tahunnya membuat permintaan bahan bakar minyak (BBM) juga terus meningkat. Hal inilah yang membuat bisnis distribusi BBM semakin menarik untuk digarap. Peluangnya yang sangat luas membuat sejumlah perusahaan migas global serius menggarap bisnis distribusi BBM ini dengan sistem kemitraan.
Setelah Shell Indonesia dan ExxonMobil Indonesia, serta sebelumnya Pertamina, kini perusahaan minyak bumi asal Inggris, yakni British Petroleum (BP) yang bermitra dengan perusahaan lokal yaitu PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) mulai menawarkan kerjasama pendirian stasiun pengisian bahan bakar umum atawa SPBU.
Ini terjadi setelah kedua perusahaan tersebut memperluas bisnis di sektor hilir dengan label SPBU BP-AKR. Bisnis SPBU BP-AKR rupanya sudah menawarkan kemitraan sejak awal 2019.
Baca Juga: Mengadu tawaran kemitraan pom bensin dari Pertamina, Shell Indonesia serta ExxonMobil
Brand & Communication Manager BP, Syahran Wahab menjelaskan, kemitraan SPBU tersebut menggunakan skema dealer owned, dealer operated (DOPO) dengan sistem konsinyasi. Artinya, mitra dapat memiliki bisnis SPBU dan menjalankan bisnisnya secara mandiri.
"Skema DOPO ini seluruh operasional, kami serahkan ke dealer (mitra) seperti pengadaan karyawan, tentunya dengan support dari kami juga berupa training, planning, standar operasional dan program marketing, jelas Syahran kepada KONTAN.
Hingga saat ini BP-AKR sudah mengoperasikan sebanyak 9 SPBU yang tersebar di sejumlah kota-kota besar. Mulai dari sekitar Jakarta, Bekasi, Tangerang, dan Surabaya.
Jika Anda tertarik dengan tawaran ini, mulailah menyiapkan modal yang tidak sedikit. Sebab investasi yang dibutuhkan adalah minimal Rp 6,5 miliar dan lahan seluas 1.000 meter persegi (m²).
Nah, enaknya menurut Syahran, pihak pusat akan memberikan subsidi investasi sebesar Rp 2 miliar dalam bentuk sejumlah fasilitas. Yakni berupa mesin pengisian BBM atau pump dispenser, sistem stok BBM dan teknologi informasi (TI), serta branding. "Sehingga investor tinggal menyiapkan modal Rp 4,5 miliar dan lahan saja," terangnya.
Baca Juga: Menakar kembali tawaran kemitraan usaha pom bensin dari Shell Indonesia
Dengan adanya stok sistem, pihak pusat dapat memantau langsung stok bahan bakar yang ada di setiap SPBU. Sehingga ketika stok berada dalam limit tertentu, pihak pusat langsung mengirim pasokan bahan bakar yang nantinya disimpan dalam tangki pendam.
Selanjutnya, dengan investasi yang ditanamkan calon mitra sebesar Rp 4,5 miliar bakal terwujud ragam fasilitas. Yakni konstruksi bangunan, ruang kantor, dua tangki pendam, tiga unit pump dispenser, serta tiga macam lini produk BP-AKR.
SPBU BP-AKR sendiri menjual bahan bakar dengan research octane number (RON) atau oktan yang bervariasi, yakni BP 90, BP 92, BP 95, serta BP Diesel (CN) 48. Untuk harganya saat ini BP 90 dibanderol Rp 9.350 per liter, BP 92 Rp 9.900 per liter, BP 95 harganya Rp 10.950, dan BP Diesel sebesar Rp 11.100 per liter.
Dengan harga jual tersebut, dan bisa berubah tergantung dari harga minyak dunia, pihak pusat akan memberlakukan sistem komisi penjualan setiap liter. "Rata-rata komisinya sekitar Rp 700 Rp 800 per liter, komisi tersebut bakal jadi pemasukan mitra," tandasnya.
Sejatinya, potensi omzet SPBU BP-AKR tidak hanya berasal dari penjualan BBM saja, tapi juga bisa berasal dari pendapatan non-fuel ritel (NFR). Soalnya, dalam satu site SPBU BP-AKR juga terdapat bangunan lain yang dapat dimanfaatkan untuk convinience store (gerai ritel), food & beverage store, maupun toko perlengkapan otomotif. Mitra bisa bebas memilih merek atau perusahaan mana saja yang akan diajak kerjasama untuk mengelola bisnis non bahan bakar tersebut.
"Pihak kami hanya membantu menjembatani saja antara mitra dengan beberapa pihak untuk mengelola NFR. Untuk skema bisnis dan pembagiannya, tergantung kesepakatan mitra dan pihak ritel. Biasanya jatuhnya sewa tempat," ujar Syahran.
Baca Juga: Yuk, menimang tawaran kemitraan pom bensin mini ala ExxonMobil bersama Grup Salim
Saat ini, pihak BP-AKR bekerjasama dengan Alfamart untuk penyediaan minimarket dan Kopi Tuku untuk layanan F&B store, serta Castrol untuk gerai Castrol by point.
Dengan ragam bisnis tersebut tentu omzet yang bisa diraih mitra bisa lebih optimal. Sayang, Syahran tidak merinci secara pasti proyeksi omzet yang bisa didapat mitra. Soalnya, pihak BP-AKR hanya bisa menghitung potensi omzet dari penjualan BBM. Sedangkan untuk bisnis NFR sepenuhnya diserahkan kepada mitra dan pihak lain.
Khusus dari bisnis BBM saja, pihak BP-AKR memproyeksi pihak mitra bisa meraup pendapatan dari komisi penjualan BBM antara Rp 40 juta sampai Rp 50 juta per bulan. Pendapatan tersebut tinggal dikurangi biaya pegawai saja dan operasional SPBU. Sedangkan untuk pasokan BBM jadi tanggung jawab pihak pusat.
Omzet bisa lebih besar tergantung dari trafik kendaraan. "Khusus untuk bisnis NFR kami tidak menghitungnya," jelasnya.
Baca Juga: Pertamina dan Total terus kembangkan bisnis SPBU
Dengan potensi omzet tersebut, Syahran mengatakan target balik modal (BEP) mitra sekitar 5 tahun atau bisa lebih, tergantung performa tiap SPBU. Sampai akhir tahun ini, BP-AKR menargetkan 20 site SPBU bisa beroperasi.
Konsultan bisnis, waralaba dan kemitraan dari Proverb Consulting, Erwin Halim berpendapat bahwa bisnis SPBU masih punya pasar luas, mengingat jumlah kendaraan bermotor makin banyak dan pemain SPBU yang masih sedikit. Namun bisnis ini juga berisiko, melihat produk yang ditawarkan mudah terbakar, sehingga perlu manajemen teknis yang sangat ketat demi keamanan.
Yang jadi tantangan adalah mencari lokasi yang strategis yang bisa menghasilkan arus kendaraan yang optimal. "Lokasi harus sesuai target pasar," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News