Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Markus Sumartomjon
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kawasan hutan tropis di wilayah Indonesia merupakan aset berharga yang harus terus dipelihara. Keanekaragaman hayati yang berasal dari hamparan ratusan hektare hutan di Indonesia, membuat negara khatulistiwa ini dikenal sebagai penghasil kayu terbaik di dunia.
Hasil kayu asal Indonesia ini banyak dimanfaatkan untuk industri mebel dan properti. Tak sedikit diantara kayu-kayu tersebut juga menjadi komoditas ekspor unggulan ke berbagai negara dan mendatangkan devisa ke dalam negeri.
Salah satu jenis kayu yang sangat dikenal dalam industri properti maupun konstruksi adalah kayu ulin. Kayu yang lebih dikenal dengan sebutan kayu besi ini berasal dari pohon bernama latin Eusideroxylon Zwageri. Pohon ini tumbuh alami di Pulau Kalimantan.
Selain dikenal sebagai kayu besi, pohon ulin juga memiliki nama lokal lainnya yaitu bulian, bulian rambai, onglen (di Sumatra Selatan), belian, tabulin, telian, tulian, dan iron wood.
Permintaan kayu ulin yang berasal dari industri konstruksi dan properti makin meningkat setiap tahun. Namun sayangnya, permintaan tersebut tidak diimbangi dengan ketersediaan atau pasokan kayu ulin yang semakin langka diperoleh.
"Bibitnya tidak selalu tersedia, karena tergantung stok dari alam juga. Bibit kayu ulin selama ini diperoleh langsung dari biji dan tidak setiap bulan pasti ada, tergantung musim," kata Supardi, penjual bibit sekaligus pembudidaya pohon ulin asal Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur.
Supardi menjelaskan, permintaan bibit pohon ulin selalu ada dan rutin. Namun, tidak semua permintaan bisa dipenuhi oleh Supardi. Pasalnya, pasokan bibit pohon ulin hanya ada setahun sekali, selama bulan September hingga Maret saja. Pembuatan bibit pohon ulin sangat bergantung pada musim tertentu.
Karena kelangkaan pasokan tersebut, tak heran jika bibit kayu ulin dibanderol dengan harga yang relatif tinggi. Supardi mengatakan bibit pohon ulin miliknya berukuran 50 centimeter (cm) hingga 1,5 meter (m) dibanderol mulai Rp 50.000 hingga Rp 300.000 per pohon.
"Dalam sekali pasokan, saya bisa buat 5.000 sampai 6.000 bibit. Tapi belinya juga ada minimal pembelian, yaitu minimal 100 bibit," ungkap Supardi.
Supardi menjelaskan, permintaan bibit pohon ulin banyak datang dari kalangan perusahaan. Jika di sekitar Kalimantan dan Sumatra, biasanya pohon ulin banyak dibeli oleh perusahaan tambang untuk proyek reklamasi atau penghijauan di bekas tambang mereka.
"Kalau kirim bisa kemana saja, sering juga saya kirim ke Jawa dan Sumatra. Pernah juga sampai Papua, tapi paling banyak masih sekitar Kalimantan dan Sumatra," ujar Supardi.
Hal serupa juga dilontarkan oleh Abdul Muidz, pembibit asal Majalengka, Jawa Barat. Ia mengatakan untuk mendapatkan bibit pohon ulin butuh waktu cukup lama. Jika dibandingkan dengan jenis tanaman kayu lain seperti jati, sengon, dan gaharu, bibit pohon ulin tergolong langka.
"Dapatnya susah, dulu saya beli bibitnya langsung dari Kalimantan, lalu saya perbanyak sendiri. Tapi kalau lagi banyak permintaan, saya ambil juga langsung dari Kalimantan," ujarnya.
Bibit pohon ulin milik Abdul berukuran 50 cm–90 cm dibanderol mulai Rp 70.000 sampai Rp 150.000 per bibit. Jika pasokan sedang menipis, harganya bisa naik hingga dua kali lipat.
Permintaan pohon ulin sebagian besar datang dari kalangan perusahaan dan lembaga pemerintah. "Jarang sekali ada pesanan dari perorangan, kebanyakan dari perusahaan. Sekali buat bibit, saya biasanya bisa buat sampai 3.000 bibit dan terjual semua," ungkap Abdul.
Dari karakteristiknya sebagai kayu besi, kayu ulin dikenal sebagai kayu paling berat dan awet di dunia. Meski begitu, pohon ulin merupakan salah satu tanaman yang sulit dikembangkan dan diregenerasi. Alhasil, keberadaan tanaman ini diprediksi bakal terancam punah di masa mendatang.
Ulin biasanya ditanam pada areal tanah dengan ketinggian 5-400 meter diatas permukaan laut. Biasanya pohon ini tumbuh berkelompok dan berpencar.
(bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News