kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menangkar peluang serangga penawar diabetes (2)


Selasa, 30 Mei 2017 / 16:20 WIB
Menangkar peluang serangga penawar diabetes (2)


Reporter: Jane Aprilyani, Nisa Dwiresya Putri | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Sebagian besar orang tentu sudah tidak asing dengan undur-undur. Serangga ini mudah ditemui di tanah berpasir yang hangat dan terlindung dari hujan. Bagi anak kampung, serangga ini biasa dijadikan mainan.

Seiring khasiatnya yang dipercaya dapat menawar penyakit diabetes, permintaan undur-undur kini terbilang tinggi di pasaran. Bukan untuk hewan mainan, tapi untuk dijadikan obat herbal penyakit diabetes.

Selain karena permintaannya yang cukup tinggi, serangga ini dilirik karena cara budidayanya yang simpel. Dede Hermawan, pembudidaya undur-undur asal Sumedang, Jawa Barat bilang, undur-undur tidak sulit dipelihara. Hanya saja, ada beberapa hal yang penting diperhatkan dalam budidaya serangga ini.

Menurut Dede, untuk membesarkan dan merawat undur-undur dibutuhkan kandang atau lahan yang luas untuk ternaknya. Sebab, beberapa undur yang digabungkan dalam satu kandang akan bertumbuh dan mengalami masa metamorfosis. “Nantinya undur-undur ukuran besar bisa saling bunuh kalau lahan kandang sempit,” ujar Dede.

Dede sendiri menggunakan lahan di belakang rumah berukuran 5 meter x 5 meter dengan taburan pasir.

Setelah menyiapkan lahan, Dede memberi makanan seperti semut ataupun putik bunga untuk undur-undur ukuran dewasa. Makanan undur-undur bisa juga berupa bubuk roti gandum. Namun, setelah di lahan berpasir, nantinya undur-undur akan memangsa semut merah.

Dede menyebut sebisa mungkin undur-undur tidak terkena matahari atau air. “Sebab rahang tajam undur-undur bisa menyuntikkan racun ke tubuh mangsanya kalau disiram air,” katanya.

Undur-undur yang telah dirawat bisa dipanen dengan beberapa cara. Seperti memancing dengan umpan serangga yaitu semut, meniup sarang undur-undur dengan sedotan, ataupun butiran pasir dikorek dengan saringan agar undur-undur keluar. Dalam waktu 28 hari atau satu bulan, bisa panen 50-100 ekor undur-undur.

Pemain lainnya dalam usaha ini adalah Desi Ratnasari bersma suaminya Mujiono di Semarang. Mereka telah menjual undur-undur sejak 2010. Desi menjelaskan, bahwa undur-undur yang terlalu tua tak dapat dijual. Apalagi jika undur-undur sudah berubah menjadi kepompong.

Hal ini juga menjadi kendala dalam proses budidaya dan jual-beli undur-undur. “Terkadang, sampai ke konsumen sudah menjadi kepompong,” tutur Desi. Jika sudah demikian, Desi harus mengirim kembali serangga ini kepada konsumen, sesuai jumlah undur-undur yang tak bisa dikonsumsi.

Untuk mencegah itu tidak terjadi, harus dilakukan cara budidaya yang tepat dan pemeliharaan yang baik. Namun, jika undur-undur terlanjur menjadi kepompong, tak perlu khawatir. Sebab, kepompong dapat bermertamorfosis menjadi capung. Jika ditetaskan di tempat luas, capung-capung hasil metamorfosis nantinya akan menghasilkan keturunan undur-undur baru.

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×