Reporter: Ragil Nugroho | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - Akuarium tak hanya jadi wadah untuk menyalurkan hobi para pecinta ikan hias. Lebih dari itu, buat banyak orang, bak kaca tempat memelihara ikan dengan kelir warna-warni tersebut menjadi penghias ruangan, baik di rumah maupun gedung.
Itu sebabnya, pemilik rumah atau gedung tentu ingin akuarium mereka terlihat indah. Kebanyakan akuarium memiliki unsur tanaman atau hijau yang beken dengan sebutan aquascape. Cuma belakangan, akuarium berdekorasi hardscape mulai ramai di Indonesia.
Memang, apa bedanya? Hardscape merupakan seni menghias akuarium menggunakan material batu, pasir, dan akar pohon tanpa tanaman air. Gaya dekorasi akuarium ini lebih menyontek habitat asli ikan yang akan dipelihara.
Ikan yang biasanya menghuni akuarium hardscape adalah cichlid asal Afrika atau angelfish dan discus dari Sungai Amazon, Amerika. Air yang memenuhi akuarium ini umumnya berwarna kuning kecoklatan seperti air teh dan berkandungan tanin tinggi.
Lukas Joyo, pemilik Aqua Zone Aquarium asal Malang, Jawa Timur, menyebutkan, penampilan akuarium hardscape biasanya gelap lantaran didominasi warna hitam dan cokelat. Ikan yang jadi penghuni akuarium itu kebanyakan arwana dan ikan predator lainnya.
Dalam dua tiga tahun terakhir, menurut Lukas, akuarium hardscape makin punya banyak penggemar di tanah air. Sebab, perawatannya lebih mudah dibanding aquascape.
Hardscape juga tidak membutuhkan nutrisi dan karbon dioksida (CO2). “Apalagi, sudah mulai ada konsumen yang jenuh dengan hiasan aquascape,” ungkap Lukas yang sudah menggeluti usaha ini sejak 2008 silam.
Tambah lagi, saat ini lomba desain hardscape mulai menjangkiti kota-kota besar di negara kita. Ini menandakan minat terhadap seni dekorasi akuarium itu kian meninggi.
Tak heran, angka pemesanan hiasan hardscape di toko milik Lukas terus bertambah.
Sebelum 2016, order yang masuk baru 20% dari total pemesanan. Sekarang, order hiasan hardscape yang datang mendominasi, sudah mencapai 60%.
Senada, Yoga Sukmawa, pemilik Aquascape Jaya di Jakarta, mengatakan, sejak memulai usaha ini 2013 lalu, memang baru tiga tahun terakhir permintaan hiasan hardscape meningkat. “Sekarang, 11 dari 15 pesanan per bulan adalah hiasan hardscape,” katanya.
Untuk biaya pembuatan, Yoga menuturkan, biasanya dihitung per luas satu meter persegi (m²), dengan ongkos Rp 10 juta–Rp 15 juta. “Rata-rata omzet sebulan Rp 200 juta,” beber dia. Marginnya 15%–20%.
Sementara biaya pengerjaan di Aqua Zone tergantung permintaan. Pertama, pelanggan menyediakan isi dan perlengkapan lainnya. Biayanya sekitar Rp 1,3 juta per m². Kedua, layanan penuh, mulai dekorasi hingga isi akuarium. “Tarifnya Rp 10 juta,” sebut Lukas.
Tanpa mau menyebutkan nilai omzet, Lukas bilang, saban bulan tokonya mengerjakan hingga 10 pesanan. Order yang datang ke Aqua Zone berasal dari seluruh Indonesia.
Ruh desain
Nah, untuk memulai usaha ini, Lukas menegaskan, yang paling penting adalah kreativitas. Terutama, dalam tata letak, sudut pandang, serta pemilihan warna dan bahan. “Ketiganya merupakan ruh bagi desain hardscape,” tegasnya.
Oleh karena itu, memiliki karyawan yang memahami betul desain menjadi harga mati. Dulu, pemilik usaha akuarium mesti “menyekolahkan” pekerjanya ke pemain lama di bisnis ini. “Sekarang, sudah banyak media untuk belajar desain alam autodidak seperti lewat YouTube,” kata Lukas.
Banyak gaya yang jadi patokan hardscape. Misalnya, ryuboku yang banyak bermain dengan material akar tanaman yang dibalik.
Lalu, ada iwagumi yang menggunakan banyak material bebatuan dan ducth style yang lebih berkesan penuh warna alias colorful. Serta, taiwan style yang memajang miniatur suatu bangunan sebagai salah satu ornamen akuarium.
Untuk tahap awal, cukup dengan empat karyawan: satu desainer dan tiga lagi sebagai eksekutor tata letak merangkap penjaga toko. “Penggarapan hardscape harus di tempat klien karena menyesuaikan ukuran akuarium,” ucap Lukas.
Supaya dekorasi akuarium benar-benar selaras dengan ruangan, sebelum masuk tahap persiapan material dan pengerjaan, Lukas harus melihat langsung letak akuarium di rumah atau gedung klien.
Saat kunjungan, biasanya dia akan mendengarkan permintaan dan keinginan konsumen. Setelah itu, ia akan mengukur dan melihat lokasi untuk menciptakan komposisi yang seimbang antara akuarium dan ruangan.
Umumnya, Lukas memerlukan waktu sekitar 10 hari untuk menyiapkan seluruh kebutuhan sebelum masuk tahap pengerjaan. Sedang pengerjaannya butuh tiga hingga enam jam untuk akuarium ukuran 2 m².
Untuk bahan baku batu, biasanya yang populer adalah lava rock, eragon, siryu, batu fosil hingga yang paling murah seperti batu bata. Menurut Yoga, bahan baku batu bisa diperoleh dari pengepul lokal atau langsung ke penambang di daerah. Tapi, untuk beberapa jenis batu, harus mendatangkan langsung dari Jepang dan China.
Harganya bervariasi mulai Rp 3.000 hingga Rp 18.000 per kilogram (kg) untuk batuan lokal. Sedangkan untuk batuan impor, harganya start dari Rp 15.000 sampai Rp 25.000 per kg. “Kalau yang impor, semua kami jual ke konsumen minimal Rp 50.000 per kg,” ungkap Yoga.
Yoga mengambil selisih harga yang tinggi karena tidak semua kualitas batu yang dia beli dari luar negeri bagus. “Itu sudah memperhitungkan batu yang tidak terpakai,” ujarnya.
Sementara untuk bahan baku kayu, harganya mulai dari Rp 8.000 hingga ratusan ribu bahkan jutaan rupiah per potong untuk jenis tertentu yang istimewa. Namun, kebanyakan pesanan yang masuk untuk penggunaan kayu berkisar Rp 50.000–Rp 500.000.
Ada tantangan
Untuk itu, modal awal yang harus disiapkan buat memulai usaha ini sekitar Rp 50 juta. Sebanyak 60% dipakai buat membeli stok perlengkapan awal, mulai batu, kayu, pasir, akuarium, hingga styrofoam.
Kemudian, lokasi toko sebaiknya pilih yang dekat dengan pusat keramaian atau kompleks perumahan. “Biar mudah terlihat orang,” kata Yoga.
Meskipun, menurut Yoga, untuk pemasaran, sekarang lebih banyak via kanal daring, dengan memanfaatkan website atau media sosial. Sebab itu, bergabung dengan komunitas pecinta ikan hias jadi saluran tambahan terutama untuk membangun jaringan.
Selain itu, baik Yoga maupun Lukas juga aktif menjadi sponsor acara kontes aquascape dan hardscape lokal maupun nasional. Ini sebagai salah satu sarana mempromosikan toko dan layanan milik mereka.
Yoga menambahkan, permintaan hardscape biasanya akan meningkat pada momen-momen tertentu. Sebut saja, menjelang Lebaran atau hari raya keagamaan lain.
Alasannya, banyak pemilik yang ingin mengganti dekorasi akuarium mereka. “Lonjakan permintaan pas Lebaran bisa mencapai 40%,” sebut pria 40 tahun ini.
Segendang sepenarian, Lukas mengatakan, permintaan menjelang Hari Raya Idul Fitri bisa membuat omzetnya naik dua kali lipat. Selain individu, “Kebanyakan permintaan dari instansi sekitar Jawa Timur dan Jakarta,” ungkap dia.
Walau memiliki segudang potensi, usaha ini tetap menghadapi sejumlah tantangan. Ambil contoh, mencari bahan baku yang sesuai dengan desain yang konsumen inginkan serta ukuran akuarium.
Untuk menyiasati, Yoga bilang, terkadang bahan baku natural harus dimodifikasi dengan cara disambung, dikikis, atau dipecah.
Tantangan lainnya, Lukas menambahkan, mengembangkan inovasi mengingat pemain di bisnis ini mulai banyak. Kalau tidak memiliki ide segar dan brilian, bisa dipastikan enggak akan mampu bersaing.
Tapi, akuarium berdekorasi hardscape yang mulai jadi tren di tanah air menjadi bisnis ini memiliki prospek cerah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News