Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Johana K.
KONTAN.CO.ID - Di tengah tawaran kehidupan modern yang terus berkembang, Suku Baduy memilih bertahan dengan warisan adat nenek moyang dan berusaha menjaga keseimbangan dengan alam. Kesederhanaan dalam kehidupan sehari-hari inilah yang menjadi daya tarik tersendiri dari suku Baduy. Tak heran, banyak wisatawan datang untuk melihat dan merasakan kehidupan suku yang tinggal di daerah perbukitan Lebak ini.
Untuk menjangkau Baduy, Anda bisa menumpang commuterline (KRL) dari Jakarta menuju Rangkasbitung. Lalu, dari pasar baru Rangkasbitung, naik angkutan menuju termintah Aweh, dang disambung mobil elf menuju terminal Ciboleger.
Suku Baduy terbagi dalam dua kategori, yakni Baduy luar dan Baduy dalam. Dari terminal Ciboleger, Anda harus berjalan kaki menyusuri satu per satu perkampungan Baduy. Mulai dari perkampungan terluar Baduy luar, yakni Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten.
Untuk mencapai kawasan perkampungan Baduy dalam, para wisatawan akan melewati tujuh wilayah perkampungan. Perbatasan antar kampung ditandai oleh aliran sungai dan jembatan bambu. Sepanjang perjalanan tersaji hamparan hijau perbukitan, suara burung dan serangga serta suara derasnya aliran sungai.
Butuh waktu sekitar 5 jam-7 jam perjalanan trekking menuju perkampungan Baduy dalam. Medan yang ditempuh cukup menantang dan memicu adrenalin. Pastikan fisik dalam kondisi fit saat melakukan perjalanan ke Baduy dalam. "Setiap pengunjung yang datang ke Baduy pasti diantar oleh warga kami, penduduk asli Baduy, sebagai tour guide untuk para wisatawan," kata Yayat, penduduk Baduy luar yang sekaligus menjadi pemandu KONTAN menuju perkampungan Baduy dalam.
Perbatasan antara perkampungan Baduy luar dan Baduy dalam tampak jelas dari kondisi jalan. Sepanjang jalan perkampungan Baduy luar sebagian besar berupa jalan berbatu. Sedangkan jalanan perkampungan Baduy dalam sebagian besar masih berupa jalan tanah liat. "Perbatasan Baduy luar dan Baduy dalam juga ditandai oleh jembatan bambu paling panjang, lebih panjang dari jembatan yang sudah dilewati," jelas Yayat.
Seorang kepala desa di wilayah perkampungan Baduy dalam atau yang akrab dengan sebutan Jaro bernama Sami menjelaskan, jika suku Baduy sudah terbuka dengan masyarakat luar sejak 30 tahun silam. "Sudah sejak dulu kampung kami dibuka untuk umum. Masyarakat luar sering berkunjung sekaligus menginap di sini. Jadi kami sudah biasa kedatangan tamu dari luar," tuturnya.
Menurut Jaro Sami, di perkampungan Baduy dalam terdapat sekitar 140 kepala keluarga dan sekitar 600 warga. Jumlah penduduk laki-laki di Baduy dalam lebih banyak dibanding penduduk perempuannya.
Uniknya, cara sensus penduduk di Baduy dalam masih tradisional, yaitu menggunakan lidi untuk menghitung jumlah penduduknya. "Orang luar boleh saja menginap di rumah warga sini, asal tetap mematuhi dengan aturan adat yang ada di sini," kata Jaro Sami.
Sejumlah larangan memang berlaku di kampung Baduy dalam, seperti larangan menggunakan barang elektronik, larangan foto, larangan menggunakan kendaraan bermotor dan larangan menggunakan sabun saat mandi.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News