kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45895,55   2,12   0.24%
  • EMAS1.333.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menciptakan Wonocaf dengan bekal warisan keluarga


Rabu, 17 April 2013 / 12:15 WIB
Menciptakan Wonocaf dengan bekal warisan keluarga
ILUSTRASI. Goblin, salah satu drama Korea peraih rating tertinggi sepanjang masa di tvN.


Reporter: Pravita Kusumaningtias | Editor: Uji Agung Santosa

Menjadi ilmuwan dadakan dilakoni Wiridan Jumadiarto demi menemukan formula yang tepat dalam membuat tepung singkong yang memiliki rasa seperti terigu. Setelah dua tahun berjuang, ia berhasil menemukan Wonocaf.

Nama Wonocaf alias Wonogiri cassava flour mulai populer di kalangan warga Jawa Tengah, bahkan di beberapa wilayah Indonesia. Meski berbahan singkong, tekstur dan rasanya menyerupai terigu, sehingga pemanfaatannya lebih variatif bisa seperti terigu. Namun, perjalanan Wiridan Jumadiarto hingga menghasilkan Wonocaf tidak mudah.


Selama dua tahun sejak 2008, ia terus melakukan penelitian, trial and error untuk menemukan enzim dan formula yang tepat. Semuanya dilakukan secara otodidak, hanya berbekal pengetahuan cara pengolahan tepung dan fermentasi secara tradisional dari warisan keluarganya.


Usahanya membuahkan hasil pada 2010. Pria yang akrab disapa Jumadiarto ini menemukan enzim yang diberi nama WRD751WNG. Berkat enzim ini dan formula campuran yang tepat, lahirlah Wonocaf. "Jika menggunakan enzim buatan ITB dan UGM, formula adonan harus didiamkan tiga hari tiga malam, enzim buatan saya hanya 10-12 jam saja," bebernya.


Selain memakan waktu lebih singkat, biaya pembuatan tepung ala Jumadiarto pun lebih efisien dan ramah lingkungan, karena air yang dibutuhkan lebih sedikit. Biasanya, proses pembuatan tepung singkong memerlukan banyak air, namun tidak dengan Wonocaf yang justru tidak butuh air.


Ia menuturkan, setidaknya, ada tiga tahap pembuatan Wonocaf, yaitu pembersihan singkong, pemarutan, dan fermentasi. Singkong yang menjadi bahan baku dikupas dan dibersihkan. Setelah bersih, diparut dan ditambahkan enzim temuannya untuk difermentasikan.


Jumadiarto mengaku, sekarang belum banyak yang menggunakan Wonocaf, karena tidak paham cara mengolah tepung ini menjadi makanan. Menurutnya, perlu edukasi sekaligus dalam memasarkan dan mempopulerkan temuannya ini. Makanya, pada tahun 2010, ia membuat pelatihan cara pengolahan tepung Wonocaf di Wonogiri.


Kemudian, pada 2012, ia juga menyelenggarakan event berupa perlombaan membuat olahan makanan dari tepung singkong. "Semua saya lakukan untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa tepung ini bisa diolah menjadi penganan yang bervariasi dan lezat," tutur Jumadiarto.


Belakangan, media juga rajin meliput usaha Jumadiarto dalam memproduksi dan mengolah Wonocaf. Tak heran, hasil inovasinya mulai dikenal di beberapa wilayah di Tanah Air.


Ia pun masih tetap rajin menggelar pelatihan mengolah Wonocaf, sekarang kegiatan pelatihan sudah sampai ke  Wonosobo dan Sragen. "Target saya, seluruh Indonesia bisa mengenal tepung ini dan bisa mengolahnya," ucap Jumadiarto.


Sejatinya, perjuangan Jumadiarto dalam menciptakan Wonocaf mendapat cibiran dari orang-orang di lingkungan sekitarnya. Awalnya, warga menganggap remeh, lantaran Jumadiarto bukanlah peneliti atau ilmuwan dari perguruan tinggi ternama. Mereka pesimistis, pria lulusan IAIN Jakarta ini bakal bisa menciptakan inovasi tepung singkong.


Namun anggapan tersebut berhasil dipatahkan pria 50 ini. Ia sukses menjadikan Wonocaf tepung unggulan dari Wonogiri.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

[X]
×