kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mendesain laba dari pembuatan animasi


Selasa, 20 Agustus 2013 / 13:48 WIB
ILUSTRASI. ilustrasi sakit maag.


Reporter: Noor Muhammad Falih, Marantina, Revi Yohana | Editor: Dupla Kartini

Perkembangan industri animasi kini sangat menjanjikan. Ada banyak bidang yang bisa menjadi pasar industri animasi, seperti arsitektur dan desain interior, arkeologi, film seri, periklanan, pendidikan, games, seni, dan industri multimedia seperti desain web.  

Di tengah tingginya jasa pembuatan animasi, banyak orang melirik sektor ini sebagai peluang bisnis dengan mendirikan studio animasi. Peluang ini yang diincar Timotius Ferry Hendro dengan mendirikan Paprika Production sejak 2010.

Studio animasi yang berlokasi di Semarang, Jawa Tengah ini menerima orderan pembuatan film atau iklan animasi. "Semuanya dalam format dua dimensi," kata pria yang akrab disapa Hendro ini.

Hendro mengaku, kliennya banyak dari kalangan perusahaan, baik di dalam maupun luar negeri. Konsumen korporat ini kebanyakan meminta dibuatkan prodk animasi untuk keperluan periklanan. Selain perusahaan, Paprika Production juga kerap menerima order membuat wedding animation. Kliennya tentu saja pasangan yang ingin menikah. Kebanyakan kreasi Paprika mirip anime Jepang.

Untuk jasa pembuatan film animasi, Paprika Production mematok tarif Rp 6 juta - Rp 6,5 juta per detik untuk pelanggan dalam negeri. Sedangkan untuk klien luar negeri, tarfnya dibanderol US$ 300 per detik. Dengan tarif tersebut, ia bisa mengantongi omzet mulai Rp 50 juta sampai Rp 60 juta sebulan. Adapun keuntungan bersihnya sekitar 20% dari omzet.

Ia mengaku, tarif yang ditetapkan agak mahal karena proses pembuatannya juga tidak mudah. Butuh waktu satu hingga tiga bulan untuk menyelesaikan satu proyek film animasi.

Proses kreatifnya diawali dengan menuangkan konsep-konsep lewat gambar menggunakan penciler. Gambar-gambar tersebut kemudian diwarnai. Semuanya dikerjakan secara digital, sebelum disunting oleh editor. "Alat yang digunakan pun tidak mengharuskan alat serba mahal," katanya.

Menurutnya, orang yang terjun ke dunia animasi tidak harus memiliki latar belakang desain atau animasi. Yang penting memiliki keahlian menggambar dan menyunting. Keahlian seputar animasi ini, menurutnya, bisa dipelajari secara autodidak dari buku dan internet.

Pemain lainnya adalah Ediwan, pemilik CMetric Studio 3D di Jakarta. Pria yang akrab disapa Edi ini bekerja sama dengan temannya Safrudin mendirikan CMetric sejak 2005 di bawah naungan PT Artya Prima Graha.

CMetric menangani jasa pembuatan animasi 3D khusus untuk properti dan jalan tol. "Kami khusus properti karena saat ini masih sedikit sekali studio animasi yang mengkhususkan diri pada animasi properti," ujar Edi.

Menurut pria lulusan Akademi Tekhnik Desain Interior ini, jasa pembuatan animasi interior dibutuhkan perusahaan properti, kontraktor, maupun agen marketing dalam memasarkan produk propertinya.

Proses pembuatan animasi ini, menurut Edi, memakan waktu mulai dari satu minggu hingga dua bulan tergantung tingkat kerumitan, lama penayangan dan bobot file. Untuk file berbobot 10 megabiyte (Mb), bisa diselesaikan dalam seminggu.

Di CMetric, biaya pembuatan animasi dihargai mulai Rp 10 juta untuk yang paling sederhana sampai Rp 300 juta untuk yang paling kompleks, seperti proyek jalan tol. Edi mengaku bisa meraih omzet Rp 100 juta hingga Rp 150 juta per bulan dari studio animasinya.

Hambatan bisnis

Hendro menambahkan, kendati omzet usaha ini besar dengan potensi pasar terbuka lebar, masih banyak kendala yang menghambat perkembangan bisnis animasi di Indonesia.

Di antaranya adalah kurangnya penghargaan masyarakat Indonesia terhadap produk animasi lokal. Ia mencontohkan, banyak stasiun televisi lokal masih gemar membeli karya animasi dari luar negeri.

Padahal, animasi lokal tidak kalah bagus kualitasnya. Ini juga yang mendorong banyak animator lokal memilih bekerja di luar negeri. " Negara luar itu lebih mengapresiasi hasil karya ketimbang di negara sendiri," katanya.

Selain itu, kata Hendro, investor lokal jarang sekali memanfaatkan animasi untuk mengembangkan bisnisnya. Sementara di luar negeri, pasar bisnis ini sangat besar. “Investor lokal cenderung minta harga yang murah dan seringnya tidak bisa menutupi biaya produksi. Kalaupun bisa, kualitasnya pasti tidak maksimal,” ungkap dia.

Hal senada juga disampaikan Bayu Sulistyo, pemilik Hicca Animation Studios di Yogyakarta. Ia bilang banyak pelanggan lokal yang meminta film animasi dengan bujet minim, semisal Rp 3 juta. Kata Bayu, ongkos segitu cuma buat membayar si animator dan tidak menutup biaya produksi.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×