kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.609.000   -2.000   -0,12%
  • USD/IDR 16.175   0,00   0,00%
  • IDX 7.166   -66,59   -0,92%
  • KOMPAS100 1.055   -9,60   -0,90%
  • LQ45 831   -12,11   -1,44%
  • ISSI 214   0,13   0,06%
  • IDX30 427   -6,80   -1,57%
  • IDXHIDIV20 512   -6,51   -1,26%
  • IDX80 120   -1,15   -0,95%
  • IDXV30 123   -0,75   -0,60%
  • IDXQ30 140   -2,07   -1,45%

Mendulang intan di Kampung Cempaka (1)


Senin, 16 Februari 2015 / 14:35 WIB
Mendulang intan di Kampung Cempaka (1)
ILUSTRASI. Royal Canin rayakan globa anniversaru le 55 dan satu dekade perjalanan di Indonesia


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Havid Vebri

Sisa guyuran hujan lebat membuat tanah menuju lokasi penambangan intan di Kecamatan Cempaka, Banjarbaru, Kalimantan Selatan cukup berlumpur. Wilayah ini sudah begitu tersohor sebagai salah satu pusat pendulangan batu mulia. Konon, aktivitas eksploitasi intan di daerah ini sudah ada sejak zaman kolonial.

Banyak cerita penemuan intan yang membuat gempar warga Kampung Cempaka. Salah satunya pada tahun 1965 ketika ditemukan sebuah intan seberat 166,75 karat tepatnya di Sungai Tiung. Intan ini kemudian diberi nama Trisakti oleh presiden pertama RI, Soekarno. Namun kini, ukuran batu mulia yang masih bisa ditemukan umumnya hanya berukuran kecil.  

Seiring berjalannya waktu, kawasan pendulangan intan Cempaka ini lantas dicanangkan sebagai daerah tujuan wisata sejak tahun 1990-an. Oleh sebab itu, hampir setiap hari ada pengunjung yang datang, baik dari dalam negeri maupun mancanegara.

Tidak sulit mencari lokasi ini karena letaknya hanya lima kilometer (km) dari Pasar Permata Cahaya Bumi Selamat, Martapura. Dari Bandara Syamsudin Noor, sentra ini hanya ditempuh dalam waktu 45 menit dengan kendaraan roda empat.

Ketika KONTAN menyambangi sentra ini akhir pekan lalu, tidak terlihat aktivitas penambangan. Hanya ada sekumpulan laki-laki yang sibuk mengangkut batu kerikil ke atas truk. Maklum saja, musim hujan biasanya para penambang tidak melakukan aktivitas seperti biasa.

Lahimah, warga Cempaka yang pernah menjadi pendulang Intan menceritakan, dia sudah menjadi pendulang intan sejak berusia 15 tahun. Dia baru berhenti menjalani pekerjaan tersebut setelah menikah dan kini menjadi pedagang makanan.

Menurut cerita Lahimah, zaman dulu pendulangan intan di tempat masih dilakukan dengan cara tradisional dengan membuat lubang-lubang kecil di tanah kosong atau di pinggir sungai. Tapi kini prosesnya sudah lebih modern karena menggunakan mesin dengan lubang yang lebih besar.

Dani, salah satu penambang Intan, mengatakan, sekitar 75% dari total warga di sana bekerja sebagai pendulang intan. Namun, menjadi penambang batu mulia tidak mengangkat ekonomi warga, karena upah yang mereka dapatkan relatif kecil.

Umumnya warga di sana hanya sebagai buruh. Sistem pembagian upah yang didapat adalah 50% dari harga jual batu mulia, kemudian dibagi dengan jumlah penambang. Dalam satu lubang penambangan biasanya dikerjakan delapan orang hingga 10 orang.

Biasanya hasil tambang akan dijual ke pengepul atau diserahkan kepada bos mereka. Nuraida, istri salah satu penambang mengatakan, upah penambang hanya berkisar Rp 20.000 hingga Rp 30.000 per hari.   

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×