kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menengok sentra alat kesehatan di Citeureup (3)


Selasa, 03 April 2018 / 11:35 WIB
Menengok sentra alat kesehatan di Citeureup (3)


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Mengolah bahan logam apapun jenisnya menjadi sebuah produk yang bermanfaat tidaklah mudah. Butuh ketrampilan khusus sekaligus ketelatenan. Hal tersebut diakui oleh Suryadi, salah satu perajin alat kesehatan di sentra produksi alat kesehatan Desa Gunung Sari, Kecamatan Citeureup, Bogor, Jawa Barat.

Butuh waktu tiga hari untuk membuat satu ranjang rumah sakit ukuran kecil. Itupun model biasa dan manual. "Waktunya cukup lama memang kalau untuk alat kesehatan karena detilnya banyak dan harus aman jika digunakan," kata Yadi, panggilan Suryadi.  

Ia mendapat ketrampilan  membuat alat kesehatan secara autodidak. "Awalnya saya magang ke beberapa bengkel produksi alat kesehatan di sekitar sini. Setelah mahir, saya buka bengkel produksi sendiri," tuturnya. Seperti Yadi, sebagian besar perajin juga mendapatkan ketrampilan mengutak-atik bahan logam menjadi produk kesehatan secara autodidak.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Mubarok Barkah. Perajin alat kesehatan ini juga belajar sendiri. Bahkan, dia menjelaskan, kemampuan para perajin melebur bahan logam menjadi aneka produk alat kesehatan yang ada di Desa Gunung Sari turun temurun dari leluhur mereka. Begitu pula di desa lain yang mahir memproduksi perkakas dapur.

Barkah menyatakan, kebanyakan usaha di wilayah itu merupakan usaha turun temurun. "Saya dulu juga diajari orangtua, ikut mereka bekerja," kata Barkah.

Kebetulan, orangtuanya punya  usaha produksi kompor minyak. Namun, saat ini, usaha orangtuanya sudah berhenti lantaran pemakaian kompor gas. Menurutnya, keterampilan yang ia miliki adalah keterampilan warisan dari nenek moyang.

Puluhan tahun sentra ini berdiri bukan berarti tidak pernah mengalami pergolakan. Barkah mengatakan saat ini sudah banyak perajin yang buka-tutup usahanya. Perajin yang usahanya tetap bertahan sampai sekarang bisa dihitung dengan jari. Persoalan buka-tutup usaha ini sebagian besar disebabkan oleh modal yang minim.

"Produksi alat kesehatan ini modalnya besar, beda dengan produk perkakas dapur. Buat kami modal Rp 5 juta itu sedikit. Apalagi kalau pesanan banyak tapi modal minim, kadang harus hutang dulu," ungkapnya.

Yadi juga mengatakan bahwa dirinya kerap berhutang pada penyedia material lantaran uang muka yang diterimanya tidak mampu menutupi ongkos produksi. Kecuali jika pesanan datang mendadak dan harus segera diselesaikan, si pelanggan biasanya memberi uang muka lebih agar cepat selesai.

Besar uang muka biasanya maksimal 20% dari harga jual. Padahal, biaya produksi bisa sampai 80% harga jual. "Terpaksa nombok dulu. Saya hutang ke penjual bahan baku sampai proyeknya selesai. Soal dagang ini gimana kita pinter-pinter lobi," jelasnya.                      

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×