Reporter: Umar Idris, Noor Muhammad Falih, Pratama Guitarra | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Dunia fotografi terus berkembang, seiring semakin canggihnya kamera dan semakin tingginya kreativitas para penggunanya. Bagi mereka, memotret objek di dalam atau luar ruangan sudah hal yang biasa. Sekarang, mulai populer kegiatan underwater photography alias fotografi bawah air.
Underwater photography dilakukan dengan menyelam. Makanya, orang-orang yang mau menekuni bisnis ini harus bisa menyelam. Bahkan, kebanyakan, fotografer bawah air merupakan orang-orang yang awalnya hobi menyelam.
Misalnya, Ria Qorina Lubis. Perempuan 38 tahun ini awalnya hanya hobi menyelam di lautan Indonesia. Namun, setiap pulang menyelam, ia kesulitan mendeskripsikan bentuk biota laut yang ia jumpai di lautan kepada teman-temannya. “Saya sulit mendeskripsikan hewan yang saya lihat, karena memang sangat beragam, dan jarang dilihat orang-orang,” ujarnya.
Hal itu mendorong Ria mulai memotret keindahan bawah laut. Pertama kali ia melakukan kegiatan ini pada tahun 2006. Kala itu, ia masih menggunakan kamera saku. Ia pun kemudian menekuni kegiatan ini dan menjadi profesional.
Nama Ria mulai dikenal, karena ia rajin mengunggah hasil fotonya di berbagai media sosial. Order memotret di bawah air pun mulai mengalir. Katanya, permintaan biasanya datang dari media-media yang membutuhkan foto-foto biota laut. Kini, ia aktif mengisi majalah Travel Fotografi (Kompas Gramedia Group), sekaligus menulis artikel.
Selain itu, beberapa kali Ria menjadi kontributor foto untuk pembuatan buku pariwisata, seperti Amazing Ambon dan Wakatobi Laut Surgawi. Bila menjadi kontributor, ia akan mendapat komisi minimal Rp 750.000 per foto.
Fotografer bawah laut di Jakarta, Otto Ferdinand pun awalnya hobi menyelam. Ia tergabung dalam Dive Trip Indonesia. Untuk mempromosikan organisasi itu, ia sering memotret keindahan bawah laut.
Lantaran hasilnya bagus, banyak permintaan memotret yang datang, termasuk untuk pre wedding. Maka, ia pun membuka usaha Studio Fotto di Jakarta.
Sementara, Mustofa di Solo, menggeluti fotografi bawah laut, sebagai bentuk ekspansi usahanya. Pemilik fotografi khusus pre-wedding Bandella Fotografi ini bilang, supaya bisa menarik klien, ia harus punya banyak variasi layanan. "Jadi, saya sediakan jasa underwater photography sejak 2011," tuturnya.
Lulusan Institut Seni Indonesia Surakarta (ISI) ini menuturkan, untuk menghasilkan foto yang unik, konsep underwater photography harus tetap terjaga supaya tidak terlihat asal-asalan. Teknik memotret di bawah air dan di darat sangat berbeda. Misalnya, mode otomatis pada kamera tidak akan bekerja maksimal di dalam air.
Menurut Ria, untuk menjadi fotografer bawah air yang profesional, wajib menguasai teknik menyelam. Yang terpenting, yaitu buoyancy atau keseimbangan tubuh dalam air. Untuk itu diperlukan teknik pernafasan yang baik dan tidak panik.
Kemudian, fotografer juga butuh kesiapan dari sisi teknis, yakni peralatan menyelam dan peralatan fotografi. Fotografer bawah laut paling tidak memerlukan housing (pelindung kamera untuk bawah air), dan strobe yang berfungsi sebagai flash pada fotografi di darat.
"Namun yang terpenting ialah menjaga kondisi alam. Ini kembali soal buoyancy. Supaya si penyelam tidak merusak kondisi laut," tukas perempuan yang pernah memenangkan lomba foto bawah laut kategori fish di Kikinda, Serbia ini.
Butuh peralatan mahal
Menjadi fotografer bawah laut jelas memerlukan investasi besar, bahkan bisa mencapai ratusan juta rupiah. Peralatan fotografi Ria sendiri sekitar Rp 60 juta.
Namun Ria bisa mendapat penghasilan berkisar Rp 30 juta - Rp 70 juta per sekali proyek pembuatan buku fotografi. Bersama teman-temannya yang hobi menyelam, Ria bisa menggarap satu hingga dua buku dalam setahun. Peralatan jelas punya peran penting untuk mendapatkan hasil bidikan yang bagus.
Otto bilang, ia memakai kamera Panasonic Lumix LX3, Canon DSLR 5D Mark II, Canon DSLR 7D dengan tambahan peralatan bawah air, yaitu housing dan strobe (flash kamera). "Harga housing untuk kamera DSLR saja minimal Rp 15 juta," ujarnya.
Pria 30 tahun ini bilang, ia tidak mematok tarif pemotretan. Namun, biasanya ia mendapat bayaran Rp 20 juta per proyek fotografi bawah air. Sekitar 25% dari bayaran itu merupakan laba bersih. Dalam setahun, Otto bisa menerima lebih dari 12 order pemotretan bawah air.
Mustofa mematok tarif bervariasi untuk foto pre-wedding bawah air, yaitu mulai Rp 4,8 juta hingga Rp 5 juta. Dalam sebulan, ia bisa menerima lima sampai delapan pemotretan. Makanya, ia bisa meraup omzet hingga Rp 30 juta sebulan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News