kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menganyam laba dari inovasi tas anyaman plastik


Jumat, 05 Februari 2021 / 16:42 WIB
Menganyam laba dari inovasi tas anyaman plastik
Tas anyaman plastik milik Syam's Handicraft


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Berbicara fesyen tidak akan pernah ada matinya. Mulai dari pakaian, sepatu, aksesoris dan tas. Tas misalnya, kini muncul beragam inovasi dari produk fashion ini.

Siapa sangka tas dari anyaman plastik yang dulu digunakan untuk berbelanja kaum ibu kini sudah bermetamorfosis menjadi tas fashionable. Peminat tas anyaman plastik ini tak hanya dari pasar domestik tapi juga mancanegara.

Syahrial Aman pemilik Syam's Handicraft menceritakan sejak tahun lalu meski pandemi Covid-19 melanda, permintaan akan tas anyaman plastik produksi justru meningkat. Puncak dari permintaan terjadi pada November 2020 hingga awal tahun 2021 ini.

"Saya ngga nyangka di pandemi bisa naik, dari akhir 2020 sampai awal tahun ini. Bahkan setiap minggu kita 2.000 tas kirim ke Jakarta, Bali, Jogja, paling banyak di Bali," kata Pria yang memulai usaha tas anyaman plastik sejak 2019 lalu kepada KONTAN.

Padahal sebelumnya Syahrial rata-rata mengirim produk tasnya dari puluhan hingga ratusan dalam seminggu. Itupun masih mengandalkan penjualan secara langsung. Peningkatan permintaan mulai terjadi sejak Agustus 2020.

Baca Juga: Sekali Pameran Laku Rp 881 Juta, Kerajinan Ketak Binaan Pertamina Perluas Jaringan

Untuk produksi tas anyaman plastiknya Syahrial memiliki 300 orang penganyam yang tersebar di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Seluruh penganyam di Syam's Handicraft merupakan kaum ibu-ibu yang tergolong keluarga prasejahtera. Sehari para penganyam di Syam's Handicraft mampu membuat 300-500 tas.

"Saya ingin bantu berdayakan keluarga pra sejahtera jadi bisa bantu mereka menambah penghasilan apalagi di masa pandemi ini," imbuh Syahrial.

Satu tas anyaman plastik di Syam's Handicraft dibandrol secara eceran mulai dari Rp 50.000 - Rp 200.000 tergantung ukuran dan bahan. Namun, Syahrial menyebut untuk agen, reseller, dan distributor tentu akan mendapatkan harga yang lebih murah.

"Omzet itu meningkat dari sebelumnya hanya beberapa belas juta saja, sekarang ya hingga Rp 200 juta mulai Agustus 2020," kata Syahrial.

Selain sasar pasar domestik, Syam's Handicraft lewat para reseller dan distributor juga sudah menjangkau pasar mancanegara. Saat ini pihaknya sedang menyelesaikan pesanan dari Jepang.

"Rencana penambahan penganyam ada kalau permintaan dari luar banyak, kami ada proyek dari Jepang lewat distributor kami di Bali. Jika ini berlanjut tentu kami akan tambah penganyam, rencana ke Eropa ada tapi kan lagi pandemi," jelasnya.

Saat ini Syahrial sedang mengurus agar dapat melalukan proses ekspor sendiri. Namun, lantaran pandemi Ia terpaksa menunda rencana ekspor sendiri. "InsyaAllah kalau pandemi sudah reda kita siap ekspor," ujarnya.

Baca Juga: Dorong pemulihan ekonomi, Tokopedia rangkul pegiat UMKM

Untuk bahan baku diakui Syahrial tidak ditemui kendala. Namun, berbeda dengan permodalan yang diakuinya sedikit ada tantangan dimana perputaran modal sangat cepat. "Karena kita beli bahan setiap minggu udah ada MOU sama pabrik. Perputaran modal cepat, nah kalau bakul bayar agak lambat kita agak susah di bayar bahan. Kendala perputaran permodalan," jelasnya.

Pemain lainnya di usaha tas anyaman plastik ialah Ely Triaminy. Sama seperti Syahrial, Ely juga memberdayakan kaum ibu di kampung halaman sang suami di Purworejo Jawa Tengah.

Ely baru mulai menekuni usaha tas anyaman plastik sejak awal 2020 lalu. Selain memasarkan secara online, Ely juga memasarkan offline di rumahnya yang ada di Bekasi, Jawa Barat. Bulan November hingga Desember 2020 lalu juga diakui Ely menjadi puncak permintaan produknya.

"Kita supply tas kotak buat sembahyang umat hindu di Bali itu 100 perminggu. Seminggu bisa stok 500 tas belum sama 100 buat ke Bali. Desember itu bisa ribuan tas ngga bisa keitung ke seluruh Indonesia," kata Ely.

Satu tas dibandrol Ely mulai dari Rp 15.000 hingga Rp 105.000 tergantung dari ukuran dan bahan. Untuk bahan baku Ely bisa menyetok hingga 50 gulung per minggu. Saat ini untuk harga bahan baku tas anyaman plastik diakui aka kenaikan sejak tahun lalu.

"Untuk penjualan ya sehari paling kecil saya bisa nerima Rp 500.000 sehari, kadang pernah Rp 5 juta atau Rp 2 juta tapikan ngga nentu ya. Tapi rata-rata minimal sehari jual 5 taslah, rejeki kan sudah diatur," kata Ely.

Untuk permodalan Ely mengaku tak menemui kendala. Hanya saja kini kendala ditemui dari sisi SDM atau penganyam itu sendiri. "Kan di desa kadang ada panen, ada hajatan rewang gitu. Jadi kadang ada yang libur ibu-ibunya, jadi produksi agak terhambat" ungkapnya.

Selain merambah pasar domestik, Ely juga sudah rambah pasar mancanegara yaitu Singapura dan Malaysia. Ke depan Ely berencana mengembangkan usahanya lebih besar lagi agar dapat membantu kaum ibu di desa lebih banyak lagi.

Terakhir ada Siti Miftakul Janah pemilik Junno Shop di Ponorogo, Jawa Timur. Siti mulai usaha tas anyaman plastik sejak tiga tahun lalu. Siti sudah mulai bergelut sebagai penganyam sejak duduk di bangku SMP membantu sang ibu.

Baca Juga: Penjual di Tokopedia bertambah 1,7 juta sampai Juli 2020

Mantab membuka usaha sendiri, kini Siti memiliki 15 penganyam yang merupakan tetangga dan saudaranya. Satu penganyam biasanya mampu membuat 3-10 tas sehari. Satu tas buatan Siti dibandrool Rp 25.000 hingga Rp 90.000 tergantung bahan dan ukuran tas. Penjualan Siti memanfaatkan platform media sosial dan juga para reseller yang tergabung.

Sama seperti Syahrial dan Ely, Siti juga menyebut bulan November 2020 hingga awal tahun 2021 menjadi puncak membludaknya permintaan tas anyaman plastik.

"Novemner sampai Januari awal 2.000 tas lebih. Tapi bulan ini pertengahan Januari turun karena banyak bencana ya dan saya banyak pesenan kan dari Mamuju, Makassar sana. Pesen paling banyak dari Jakarta, Makassar, Bali, Kalimantan, Jogja," jelas Siti.

Dari hasil usahanya Siti mampu mengantongi omzet lebih dari Rp 10 juta perbulannya. Selain pasar domestik, lewat reseller Siti juga sudah merambah pasar mancanegara yaitu Itali. Sayang lantaran pandemi pengiriman ke Itali lewat reseller masih dihentikan.

Sama seperti Ely, Siti juga merasakan kendala dari sisi penganyam lantaran banyak penganyam yang libur jika memasuki masa panen dan keperluan hajatan di desa. Oleh karenanya Siti terbuka jika ada yang ingin belajar menganu dan bergabung dengan dirinya.

"Bahan juga agak ada kenaikan ya, sama ini banyak bencana jadi orang pasti lebih pentingkan urusan perut dulu ya. Jadi agak ada turun karena itu. Kalau modal Alhamdulillah ngga ada kendala karena saya puterin lagi," ungkap Siti.

Selanjutnya: Pulang dari Negeri Orang, Tania Sukses Besarkan Usaha Sarung Tangan

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×