Reporter: Noor Muhammad Falih | Editor: Havid Vebri
Asparagus merupakan jenis sayuran yang populer di Indonesia. Tanaman asparagus aslinya berasal dari daratan Mediterania di Eropa Selatan. Dari daratan Eropa, budidaya asparagus menyebar ke negeri Belanda dan Jerman. Di Indonesia, tanaman ini berkembang sejak zaman penjajahan Belanda.
Makanya, tak heran kalau budaya mengonsumsi sayuran ini lebih condong ke budaya kuliner barat. Asparagus misalnya, kerap dijadikan sayuran pendamping hidangan masakan Eropa seperti steik.
Kendati identik dengan kuliner barat, budidaya asparagus di Indonesia tetap menjanjikan. "Kami punya target ekspor," kata Rizky Rinaldi, pebudidaya asparagus di Lembang, Jawa Barat.
Menurutnya, kuliner lokal memang tidak begitu mengenal asparagus. Makanya, ia membidik pasar ekspor untuk memasarkan hasil budidaya asparagusnya. "Saya banyak ekspor ke Singapura," kata Rizky yang memulai budidaya asparagus sejak tahun 2009.
Menurutnya, di Singapura banyak ekspatriat yang senang mengonsumsi asparagus. Sayuran ini memiliki nama latin Asparagus officianalis. Ciri khasnya berwarna hijau dan panjang antara 13 sentimeter (cm) hingga 20 cm dan berdiameter sekitar 1,2 cm.
Asparagus ini dikenal sebagai sayuran bergizi tinggi. Selain mengandung banyak serat, asparagus juga kaya kandungan folat yang baik untuk kesehatan jantung dan meningkatkan produksi air susu ibu (ASI).
Harga sayuran ini juga relatif mahal. Rizky bilang, di tingkat pedagang ritel, asparagus bisa dijual seharga Rp 50.000 hingga Rp 70.000 per kilogram (kg). “Ini memang bukan sayuran murah. Maka tak heran orang-orang kita jarang yang mengonsumsi,” ujarnya.
Irwan, pebudidaya asparagus dari Denpasar, Bali mengatakan, asparagus dihargai mahal karena kandungan gizinya yang tinggi. Ditambah lagi, asparagus sering dipakai untuk makanan pendamping kuliner-kuliner khas Eropa. Secara psikologis, hal ini turut mendongkrak harga asparagus di pasaran. Tak heran, para pebudidaya lokal bisa menghasilkan jutaan rupiah setiap bulan.
Rizky mengaku, bisa menghasilkan omzet sekitar Rp 20 juta per bulan. Namun sayang, Irwan tidak mau menyebut omzet bulanan yang selama ini ia dapat. Laba budidaya tanaman ini juga menjanjikan karena "Tidak memakan biaya produksi banyak,” ujarnya.
Irwan mengatakan, kalau saja masyarakat Indonesia suka mengkonsumsi asparagus, maka pangsa pasar sayuran ini tidak hanya untuk kebutuhan ekspor tapi juga kebutuhan lokal. “Pasar lokal sebenarnya ada, tapi terbatas dari kalangan restoran khas Eropa,” ujarnya.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News