kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menghadang laba dari makanan khas Jepang


Senin, 17 Februari 2014 / 15:33 WIB
Menghadang laba dari makanan khas Jepang
ILUSTRASI. Beli paket McD Big Mac Beef Rasher McFlavor Fries gratis 1 botol minuman aneka warna (Dok/McD)


Reporter: Lamgiat Siringoringo | Editor: Tri Adi

Jepang tak hanya terkenal sebagai negara produsen kendaraan bermotor dan elektronik. Negeri matahari terbit ini juga populer dengan berbagai kuliner khasnya yang mendunia, termasuk di Indonesia.   

Di negara kita, penyuka masakan Jepang semakin banyak. Tak heran, belakangan kian menjamur tempat makan yang menawarkan makanan Jepang terutama di kota-kota besar di Indonesia, mulai dari resto kelas bintang lima bahkan sampai gerobak ramen kaki lima.

Ya, makanan Jepang memang semakin mendapat tempat di hati sebagian masyarakat kita. Fakta tersebut yang membuat banyak pelaku usaha berbondong-bondong membuka kedai  yang menyajikan beragam makanan Jepang. Coba saja sebut menu Jepang yang sudah akrab bagi Anda seperti ramen, sushi, buri, yakimeshi, takoyaki, dan okonomiyaki.

Bambang Trijanto, Marketing Manager Washoku Sato, mengatakan, banyak jaringan resto asal Jepang yang melirik Indonesia sebagai lahan garapan baru mereka. Soalnya, "Makanan Jepang sudah dapat diterima oleh lidah orang Indonesia," ungkap dia.

Catatan saja, Washoku Sato adalah resto Jepang di bawah bendera PT Indosato Jaya Makmur yang membuka gerai pertama di Central Park Mall, Jakarta, pertengahan September 2013 lalu. Perusahaan ini merupakan patungan antara PT Indomarco Prismatama dengan Sato Restaurant System Co. Ltd. Nama Washoku Sato sendiri sangat terkenal di negara asalnya, dengan jumlah cabang lebih dari 210 gerai.

Untuk bisa mencicipi gurihnya bisnis kuliner Jepang, Indosato Jaya berani merogoh kocek sampai Rp 15 miliar untuk membuka satu resto.

Washoku Sato menyediakan sekitar 210 menu, seperti ebi tempura, tori suki nabe, dan zenzai. Selain itu, ada sushi roll yang hanya ada di gerai Washoku Sato Indonesia.

Melihat prospek yang cerah, PT Sriboga Raturaya pun terjun ke bisnis kuliner Jepang dengan membuka gerai Marugame Udon di Mal Taman Anggrek, Jakarta, Mei 2013 lalu. Saat ini pemilik jaringan Pizza Hut tersebut sudah memiliki empat gerai Marugame Udon. "Tahun ini kami akan menambah lagi sepuluh outlet," ujar Hadian Iswara, Manajer Senior Pengembangan Bisnis Sriboga Raturaya.

Menurut Hadian, perusahaannya melihat peluang bisnis makanan Jepang di Indonesia masih besar. Apalagi, Sriboga Raturaya menggandeng Toridoll, pemilik jaringan Marugame Udon, resto yang sudah terkenal di Jepang.  Sriboga Raturaya menyiapkan uang Rp 4 miliar untuk membuka satu gerai.

Amir Karamoy, pengamat waralaba, mengatakan, prospek bisnis ini bisa terlihat dari resto maupun kedai makanan Jepang yang jarang sepi pengunjung. Sebab, salah satu kelebihan masakan Jepang adalah tidak banyak mengandung minyak ataupun lemak, olahannya pun sehat bahkan mentah. Sehingga, orang Indonesia yang memperhatikan kesehatan, namun tetap ingin mendapatkan citarasa yang lezat, tak segan-segan menyantap dengan lahap makanan Jepang.


Cita rasa lokal

Itu sebabnya, pemain bisnis tersebut tak hanya pemilik jaringan resto dari Jepang tapi juga pelaku usaha lokal yang mengusung merek sendiri.

Adi Nugroho, salah satunya. Pemilik Sushi Miya81 dan Warong Miya81 menekuni usaha makanan Jepang sejak 2011. "Makanan Jepang jadi salah satu kesukaan orang Indonesia," ujar Adi, yang berguru kuliner Jepang ke seorang chef asal negeri sakura. Kini, presenter banyak acara televisi ini sudah punya tujuh gerai Sushi Miya81 di Jakarta dan Depok serta dua cabang Warong Miya81 di Bali.

Untuk menarik lebih banyak pengunjung, tak sedikit pelaku usaha dalam negeri yang menciptakan makanan Jepang bercitarasa lokal.

Tengok saja inovasi uang dilakukan Mariana Permata, pemilik Sushi Tenkamado, kedai makanan Jepang kaki lima di daerah Tebet, Jakarta. Dia menambahkan cabai rawit dalam menu sushi-nya. "Orang enggak akan menemukan sushi kami di luar karena memang dibuat beda," kata Mariana, yang membuka kedai tersebut sejak tahun 2010 lalu.

Siapa sangka, Mariana merintis kedai sushi berawal dari kesenangannya bermain game house seputar sushi. Lalu, dia kepikiran bikin usaha ini. Mariana sampai berguru resep sushi ke seorang chef di Bandung dan mendapat 11 resep. Setelah itu, dia dan sang suami, Vava, melakukan inovasi. Mereka pun meracik sushi yang beda.

Untuk itu, David  Cahyanto, pemilik Nagoya Fusion di Yogyakarta, berpesan, jangan pernah takut mencoba. Keinginan berbisnis yang kuat dari dalam hati bakal membuat seseorang yang tak punya latar belakang makanan Jepang bisa berusaha kuliner Jepang.

Yang tidak kalah menarik dari bisnis makanan Jepang adalah margin usaha yang lumayan gede. Laba bersih usaha tersebut berkisar 20%–30%.

Anda mau mencoba? Nah, kiat dan tip dari sejumlah pemilik resto dan kedai makanan Jepang berikut ini bisa menjadi pegangan Anda untuk memulai usaha kuliner Jepang.


• Perencanaan awal

Sebelum memulai bisnis ini, tentu saja Anda harus membuat strategi awal. Salah satu perencanaan yang harus Anda tentukan adalah jenis makanan yang akan ditawarkan. Maklum, jenis makanan Jepang banyak. Di sinilah ide Anda bermain untuk menjalankan bisnis tersebut secara jangka panjang.

Contoh, Yudithia Samsul, pemilik waralaba Takoyakina, fokus pada satu jenis makanan yakni takoyaki. Makanan berbentuk bola-bola kecil ini merupakan kuliner khas daerah Kansai, Jepang. Terbuat dari adonan tepung terigu berisi potongan daging olahan. "Makanan ini banyak disukai oleh orang Indonesia," ungkapnya.

Takoyaki ala Takoyakina memiliki beragam isi, mulai cumi, kepiting, daging, hingga daging ayam. Isi keju juga ada. Pada bagian luar kudapan ini, Yudith menambahkan taburan ikan cakalang dan mayonaise.

Tapi, Anda juga bisa membuka resto atau kedai yang menawarkan banyak menu seperti yang dilakukan David.

David punya alasan: agar konsumen bisa memilih makanan sesuai selera. Terlebih, makanan Jepang juga mempunyai tren. Misalnya, tahun lalu ramen yang ngetren, tahun sebelumnya sushi yang menjadi incaran banyak orang. "Kalau menyediakan semuanya, tak perlu takut sama tren yang berganti," imbuhnya.


• Modal usaha

Untuk membuka resto atau kedai makanan Jepang dengan menu yang beragam, modalnya enggak sedikit, bisa miliaran rupiah. Adi yang tidak mau blak-blakan mengungkap modal awal mengeluarkan uang ratusan juta untuk membuka gerai pertama Sushi Miya81. Duit itu antara lain untuk menyewa tempat, renovasi bangunan, serta membeli peralatan dan perlengkapan memasak.

Adapun David mengaku, saat membuka Nagoya Fusion tahun 2010 lalu, ia membutuhkan modal sekitar Rp 45 juta. Tapi, dia hanya bisa membuat desain gerai sangat sederhana.

Menurut Amir, sewa tempat menjadi pengeluaran yang cukup menyedot modal. Apalagi, kalau Anda membuka gerai di mal. Biaya sewa tempat di mal yang memakai dollar Amerika Serikat berkisar US$ 12 per meter persegi (m²) hingga US$ 20 per m². "Minimal satu gerai membutuhkan lahan seluas 100 m²," tambah Amir.


• Koki dan bahan baku

Lalu, lantaran berbisnis kuliner, pastinya Anda wajib menyajikan makanan dengan rasa yang lezat. Untuk bisa menyajikan makanan yang enak-enak, koki memainkan peranan sangat penting. Namun, Anda enggak harus mendatangkan chef dari Jepang langsung.

Adi, misalnya, yang memakai koki bukan asli orang Jepang. Namun, dia memilih koki yang betul-betul sudah menguasai makanan Jepang, dan pernah punya pengalaman menjadi koki di restoran di Jepang.

Berburu koki yang jago mengolah makanan Jepang memang gampang-gampang susah. Amir menyarankan, untuk mencari koki yang pernah bekerja di resto makanan Jepang yang ada di hotel-hotel. "Biasanya mereka mempunyai jam terbang tinggi, tapi gajinya memang besar," ungkap Ketua Komite Tetap Waralaba dan Lisensi Kadin Indonesia ini.

Sementara itu, untuk bahan baku dan bumbu, Anda enggak perlu pusing, semua tersedia di pasar Indonesia. "Bahan baku dan bumbu sudah banyak di pasar lokal," ujar Adi.

David menambahkan, memang ada sekitar 20% bumbu yang masih harus diimpor dari Jepang. Tapi, Anda tidak perlu repot memesan dari Jepang langsung, sebab sudah tersedia di sini.


• Lokasi dan perizinan

Meski masakan Jepang yang Anda tawarkan memiliki rasa empat jempol tapi lokasi resto atau kedai tidak strategis, usaha bisa sia-sia lantaran sepi pembeli. Lokasi yang cocok untuk membuka gerai adalah di pusat perbelanjaan, di pinggir jalan raya yang ramai, di dekat kampus yang terkenal, dan di sekitar perumahaan baru yang memiliki penghuni banyak.

Setelah lokasi siap, jangan lupa mengurus perizinan agar usaha Anda tidak bermasalah di kemudian hari. Yang perlu Anda lakukan adalah mengisi formulir permohonan izin usaha dan izin gangguan (HO), dengan mendatangi kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu di kota tempat Anda membuka gerai.

Untuk mengurus perizinan, dokumen yang perlu Anda siapkan antara lain fotokopi kartu tanda penduduk (KTP) dan izin mendirikan bangunan (IMB), serta denah lokasi gerai Anda.

David mengatakan, pengurusan izin tersebut memang mengeluarkan uang. Tiap daerah biayanya berbeda tergantung pemerintah daerah yang bersangkutan. Tapi, proses pengurusan izin akan berjalan lancar-lancar saja, jika Anda mau mengikuti segala prosedur yang diminta petugas.


• Jalur kemitraan

Hanya, bagi yang enggak mau repot, bisa mengambil jalur kemitraan. Ingat, Anda mesti cermat betul sebelum membeli waralaba atau kemitraan. Sebab, banyak sekali tawaran kemitraan usaha kuliner Jepang, mulai booth hingga resto.

Misalnya, tawaran dari Nagoya Fusion yang menyediakan tiga paket kemitraan. Pertama, paket Bakaboom senilai Rp 12 juta. Paket ini hanya menyediakan menu takoyaki dan okonomiyaki. Mitra akan mendapatkan booth dari bahan alumunium, perlengkapan masak, perlengkapan makan, banner, bahan baku awal, dan pelatihan karyawan. David menargetkan, omzet mitra Rp 10 juta-Rp 15 juta per bulan.

Kedua, paket Nagoya Ramen. Investasi paket usaha yang menyajikan pelbagai jenis ramen ini Rp 25 juta. Mitra mendapatkan perlengkapan masak, perlengkapan makan, banner, bahan baku awal, dan pelatihan karyawan. Estimasi omzet sebesar Rp 20 juta sebulan.

Ketiga, Nagoya Fusion Resto senilai Rp 45 juta. Mitra yang mengambil paket ini harus menyiapkan ruang jualan di ruko seluas 30 m². Fasilitas yang disediakan terdiri dari desain ruangan, perlengkapan masak, perlengkapan makan, bahan baku, dan training karyawan. Omzet paket usaha ini sekitar Rp 30 juta–Rp 40 juta sebulan.

Dengan laba bersih untuk masing-masing paket sebesar 30%, David optimistis mitra balik modal dalam setahun.

Jadi, mau buka gerai sendiri atau dengan bermitra?    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×