Reporter: Anastasia Lilin Y | Editor: Tri Adi
Dari sekian banyak batik yang ada di Tanah Air, batik Singkong Maesan atau batik Sumbersari mungkin tak terlalu populer. Namun, jangan dikira batik yang hampir punah ini tak digemari pasar. Seorang perajin batik di Bondowoso bisa meraup omzet Rp 100 juta sebulan dari bisnis batik bermotif singkong ini.
Batik adalah kain tradisional khas Indonesia. Banyak jenis dan motif batik di negeri ini. Salah satunya adalah batik tulis bermotif tanaman singkong khas Bondowoso, Jawa Timur.
Di daerah asalnya, batik tersebut kerap disebut batik Singkong Maesan atau batik Sumbersari. Asal tahu saja, Maesan adalah nama sebuah kecamatan di Bondowoso. Sedangkan Sumbersari merupakan nama sebuah desa di Kecamatan Maesan.
Salah satu perajin batik Singkong Maesan adalah Yuke Yuliantaries di Bondowoso. Merek dagang usahanya adalah Batik Tulis Sumbersari. Usaha ini sudah berumur 25 tahun. Maklum, Yuke adalah generasi kedua penerus usaha tersebut.
Awalnya, Batik Tulis Sumbersari dikembangkan oleh kakak dari ibu Yuke pada tahun 1985. Namun, kata Yuke, usaha ini awalnya hanya berjalan berdasarkan pesanan. Karena itu, saat krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997, usaha ini sempat macet. "Di tahun 2000, saya benahi dengan membuat konsep manajemen, pemasaran dan produknya," kata Yuke.
Kini di bawah kendali Yuke, batik tulis Sumbersari lebih terlihat modern dari segi motif dan warna. Pria 34 tahun ini menggabungkan motif singkong yang menjadi kekhasan batik ini dengan motif lain, baik motif kuno maupun motif kontemporer.
Lantaran letak Bondowoso berdekatan dengan Kabupaten Jember, Yuke juga membuat batik dengan motif tembakau. Tanaman bahan baku rokok ini memang banyak tumbuh di Jember.
Saat ini target pasar yang dibidik Yuke adalah segmen menengah atas. Dahulu, batik Singkong Maesan banyak diproduksi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menengah bawah. "Saya melihat ada celah di pasar high end," imbuhnya.
Untuk mengangkat prestise produknya, Yuke mengusung konsep pemasaran bertajuk one product one design. Strategi ini mendapat sambutan positif dari pasar.
Sejak menggawangi bisnis ini 10 tahun lalu, workshop batik Yuke terus kebanjiran order. Padahal, harga batik terbilang mahal. Harga batik ukuran 2 meter (m)-2,5 m dipatok sesuai jenis kainnya. Batik berbahan katun dibandrol Rp 300.000-Rp 1 juta per helai. Sementara yang berbahan sutera biasa Rp 700.000-Rp 2 juta. Adapun batik dari bahan sutera kualitas bagus Rp 1 juta-Rp 5 juta per helai.
Dalam sebulan, 50 karyawan Yuke biasa memproduksi 200 helai batik. "Omzet saya sebulan Rp 75 juta hingga Rp 100 juta," katanya.
Untuk memperluas pasar batiknya, Yuke siap berekspansi ke luar negeri. Paling lambat, akhir tahun ini dia akan membuka gerai batik Sumbersari di Helsinki, Filandia. Ada seorang pebisnis di sana yang tertarik mengajaknya bekerja sama.
Meski potensi bisnisnya bagus, Yuke mengaku, ada sejumlah kendala yang merintangi usaha ini. Kendala paling utama adalah kenaikan harga bahan baku, berupa kain dan pewarna.
Yuke menduga, ulah pemasok bahan baku yang sering menumpuk barang menjadi salah satu pemicu kenaikan harga itu. Kenaikan harga bahan baku sutera 5%-10% terjadi hampir tiap bulan. Harga pewarna juga naik 20%-50%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News