kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengisi kandang lewat jalur digital


Minggu, 10 Juni 2018 / 10:05 WIB
Mengisi kandang lewat jalur digital


Reporter: Nur Pehatul Janna | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID -  Bisnis digital kian berkembang di tanah air. Tak sedikit pebisnis mulai beralih dan memanfaatkan teknologi digital dalam bentuk platform aplikasi, website hingga media sosial guna memperluas pasar mereka. Hal tersebut banyak dimanfaatkan oleh beberapa sektor usaha di Indonesia. Salah satunya, sektor peternakan.

Perlu diingat menjadi peternak bukanlah hal yang mudah. Banyak yang harus diperhatikan dan dipersiapkan, mulai dari penyediaan kandang, pakan, bibit, waktu hingga biaya yang cukup besar untuk perawatan ternak-ternak tersebut.

Mungkin hal tersebut tidak akan menjadi sebuah masalah jika ia seorang peternak besar dan akan berbeda bagi peternak kecil. Tingginya biaya operasional dan bibit membuat banyak peternak kecil harus mengosongkan kandang mereka.

Melihat proses dan pengerjaannya yang rumit, banyak orang ragu terjun menjadi seorang peternak. Apalagi, bagi seorang awam yang tinggal di perkotaan. Namun, hal itu tak lagi jadi kendala, lantaran ada teknologi digital seseorang yang memungkinkan kaum urban memiliki ternak dengan cara berinvestasi.

Kandang.in pun hadir sebagai perantara seseorang yang ingin beternak tanpa mau repot dengan tetek bengek dunia peternakan, dengan peternak yang tidak mempunyai modal. Platform website buatan dua anak muda asal Trenggalek, dan berpusat di Malang ini pun cukup digemari oleh para investor.

Resmi berdiri sejak September 2017, Gilang Kurniaji, Founder Kandang.in menjelaskan, ide awal mendirikan Kandang.in sudah ada sejak tahun 2015 lalu, saat ada kunjungan ke salah satu daerah terpencil di Jawa Barat dan melihat banyak rumah peternak yang memiliki kandang kosong.

"Jadi, awalnya saya ada kunjungan ke Jawa Barat dan saya lihat banyak peternak di daerah itu, baik ayam, kambing, maupun sapi. Namun dari sekian banyak kandang di rumah-rumah peternak, banyak yang kosong," tuturnya. Setelah penelusuran lebih jauh, ketiadaan modal menjadi kendala utama.

Tidak sampai di situ, rasa keingintahuan Gilang berlanjut ke berbagai daerah dan kampung halamannya di Trenggalek. Di sana, dia pun menemukan masalah yang sama pada beberapa peternak. "Saat saya survei ke beberapa daerah ternyata permasalahannya sama, tak punya modal. Sayang sekali kandang yang mereka punya jika tidak dimanfaatkan," jelas Gilang.

Akhirnya, bermodal uang tabungan, Gilang coba  membantu beberapa peternak dengan sistem bagi hasil. "Hasilnya cukup menguntungkan," ujarnya.

Setelah berhasil mengimplementasikan sendiri, Gilang pun mengajak rekannya, Ginanjar, untuk mengembangkan usaha ini di sistem digitalisasi. Awalnya, tahun 2016, mereka hanya mengajak orang-orang terdekat untuk bergabung pada usaha ini. "Namun, setelah melihat perkembangannya, kami akhirnya berpikir untuk mengembangkannya dengan memanfaatkan digitalisasi hingga menjadi seperti saat ini," ujarnya.  

Bagi hasil syariah

Gilang mengatakan, Kandang.in tak hanya mengincar para investor. Namun, ia juga sekaligus ingin membantu para peternak Indonesia untuk tumbuh dan berkembang dengan memanfaatkan teknologi digital dalam memperoleh pendanaan.

Bagi calon investor yang ingin menanamkan modalnya melalui Kandang.in, cukup membuka website dan pilih 'Mulai investasi'. Lalu, akan muncul informasi peternak dan jenis ternak apa yang ingin didanai. "Jadi, saat calon investor membuka website Kandang.in, sudah tersedia daftar peternak yang sudah kami seleksi.

Disana juga tersedia informasi mengenai peternak, jenis ternak, periode ternak, dan jumlah kebutuhan dananya," terang Gilang. Setelah sudah diajukan, investor akan mendapatkan proposal investasi mengenai penjelasan tentang ternak dan simulasi keuntungan.

Selain itu, kata Gilang saat permintaan proposal disetujui dan telah mengirim sejumlah dana sesuai kesepakatan, investor akan diberi link untuk mengakses 'Dashboard Investor' guna memperoleh laporan setiap bulan hingga masa panen.

Sementara untuk peternak, tambah Gilang, yang akan dibantu pendanaan hanya peternak yang sudah memiliki kandang saja. Jadi,  bagi yang belum punya kandang tidak bisa memperoleh pendanaan.

Meski belum setahun berdiri, per Mei 2018, Kandang.in tercatat telah memiliki 100 investor tetap dan 40% sudah melakukan investasi ulang dan saat ini sudah ada sekitar 1.000 permintaan untuk mendapatkan proposal. "Saat ini sudah ada 100 investor dan 40% sudah melakukan investasi ulang atau setelah terima hasil jual ternak mereka melakukan investasi ulang." ujarnya.

Menurutnya, resmi meluncur pada akhir tahun lalu, Kandang.in sudah mencatatkan jumlah investasi sebesar Rp 1,6 miliar. Hingga akhir  tahun 2018, mereka memasang target untuk memperoleh dana investasi sebesar Rp 3 miliar. "Saat ini masih Rp 1,6 miliar. Harapannya sampai akhir tahun ini kami bisa mencatatkan nilai investasi sekitar Rp 3 miliar" ujarnya.

Selain itu, tambah Gilang, saat ini Kandang.in sudah bekerja sama dengan tiga  kelompok ternak besar yang mencakup 100 hingga 200 peternak setiap kelompoknya. Selain itu, ada juga peternak kecil yang tersebar di Blitar, Trenggalek, Lombok, Cikampek, Malang dan Banjarmasin.

"Kami sudah punya mitra peternak di enam kota dan dalam waktu dekat akan menambah kota, yakni di Wonogiri untuk ternak kambing dan Madura untuk ternak ayam," kata Gilang. Sebarannya, di Lombok ada peternak ayam, di Blitar untuk ayam dan sapi, sementara peternakan domba ada di Banjarmasin dan Cikampek.

Sementara untuk pendapatan, tambah Gilang, keuntungan diperoleh dengan sistem bagi hasil sesuai kaidah syariah. Gilang menjelaskan setelah panen dan jual hasil ternak, dana yang akan dibagikan merupakan dana yang telah dikurangi biaya pangan dan operasional. "Keuntungan yang kami terapkan di

Kandang.in menggunakan sistem bagi hasil syariah atau menggunakan akad mudharobah," jelas dia.
Investor sebagai pemilik usaha pasif. Jadi, dia hanya menitipkan dananya namun secara konvensional dikelola oleh dari para peternak. Lalu, penjualan hasil panen, akan dikurangi berbagai biaya yang telah dikeluarkan, seperti biaya bibit, operasional dan sebagainya. Selisih dari perhitungan itu dianggap keuntungan bersih yang kemudian akan dibagikan kepada Kandang.in, investor, dan peternak.
Gandeng Kemdes

Meski sudah punya pengalaman sebelumnya dalam bisnis ini, bukan berarti Gilang tak mendapati kendala saat awal mengembangan Kandang.in. Ia mengalami berbagai kendala selama proses pengembangan usahanya, seperti pendanaan, infrastruktur teknologi, serta jangkauan dan jumlah peternak yang masih minim.

"Saat ini kendala utama kami adalah pendanaan. Untuk pengembangan platform Kandang.in ini kami masih menggunakan dana pribadi sehingga kami masih sangat membutuhkan bantuan pendanaan dari pihak luar" ujarnya.

Selain pendanaan, kata Gilang, platform gagasannya juga mengalami kendala di jumlah peternak yang ada. Ia mengaku jumlah peternak yang dimiliki saat ini masih sedikit. "Saat ini jumlah peternak yang kami miliki masih sangat minim karena mencari dan mendapatkan peternak yang jujur dan sesuai syarat kami sangat sulit," tuturnya. Sebagai contoh saja, saat ini sudah ada lebih dari 1.000 permintaan untuk bisa investasi namun belum bisa terealisasi semua.

Namun, sebagai bentuk upaya pengembangan platform, Kandang.in akan bekerja sama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemdes PDTT) guna mendukung peternak-peternak di daerah tertinggal. "Belum lama ini, kami mengadakan diskusi dengan Kemdes guna memperluas jangkauan peternak, sekaligus membantu peternak-peternak di desa tertinggal," kata Gilang.

Saat ini, telah dilakukan tahap pemetaan daerah mana saja yang akan dibantu dan jenis ternak apa. Nantinya, Kandang.in berperan sebagai penyedia investor dan Kemdes sebagai penyedia infrastruktur dari peternak yang ada di daerah, seperti kandang, pangan, dan sebagainya.                     

Bisa berkembang asal transparan

Sejatinya, platform pengumpulan dana investor untuk mendanai suatu usaha bukanlah hal yang baru. Sejumlah startup di bidang finansial teknologi (fintech) seringkali menawarkan sistem kerjasama pendanaan ini.

Namun, sebagian besar masih berupa usaha kecil, yang bergerak di sektor jasa dan perdagangan. Sementara, Kandang.in bergerak di sektor peternakan, yang tentu saja memiliki kandungan risiko yang tinggi. Oleh karena itu, mereka menerapkan konsep bagi hasil sebagai pembagian keuntungannya.

Pengamat Telekomunikasi dan Startup dari Indonesia ICT Institute Heru Sutadi berpendapat. kalau investasi dibidang peternakan bukanlah hal baru. Hanya, platform atau aplikasinya yang menjadi hal baru.

Heru mengatakan, bisnis investasi merupakan bisnis kepercayaan dengan kata lain bisa berkembang jika bisa memegang kepercayaan. "Maju atau tidaknya tergantung bagaimana kepercayaan itu bisa dipegang," ujarnya kepada KONTAN, Sabtu (2/6).

Menurutnya, jika ingin berkembang hal utama yang harus diperhatikan bagi startup Kandang.in yakni harus mendapat izin dari Otororitas Jasa Keuangan (OJK) karena menyangkut investasi.

Selain itu, perlu ada transparansi mengenai siapa pengurusnya, uang investasi digunakan untuk apa, sampai dengan kejelasan keuntungan yang diperoleh dari usaha ini. "Sebab, selama ini banyak investasi bodong yang merugikan masyarakat atau  investor, maka dari itu transparansi mengenai hal-hal tersebut harus dijawab Kandang.in agar investor yakin untuk berinvestasi" ujarnya.

Untuk itu, Heru pun optimis platform semacam Kandang.in maupun platform peternakan lain di luar investasi bisa berkembang untuk ke depannya jika manajemen startup tersebut jelas dan dapat dipercaya. "Saya optimis platform seperti ini bisa berkembang asalkan manajemennya jelas, namun kalau tidak jelas, saya pesimis mereka bisa berkembang," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×