kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ451.001,22   7,62   0.77%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengulek laba sambal ulek kemasan


Sabtu, 20 Oktober 2018 / 14:00 WIB
Mengulek laba sambal ulek kemasan


Reporter: Ragil Nugroho | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - Hampir seluruh masyarakat Indonesia mengenal sambal. Olahan cabai ini jadi teman setia menyantap makanan.

Bahkan bagi sebagian orang, kalau makan tidak pakai sambal, serasa kurang nikmat. Ada pula yang menganggap sambal nan pedas bisa menambah nafsu makan.

Hanya saja, membuat sambal yang sedap lagi nendang tak mudah plus merepotkan. Kita harus mengulek cabai dulu, yang membutuhkan waktu dan tenaga.

Ini yang membuka peluang usaha sambal dalam kemasan. Biasanya, produk ini tersedia dalam kemasan botol ukuran 100 gram dan 200 gram.

Salah satu pemain yang sudah malang melintang dalam usaha ini adalah Lani Siswadi atau yang beken dengan panggilan Bu Rudy asal Surabaya, Jawa Timur. Sudah bergelut dalam bisnis kuliner sejak era 1980-an, Lani masuk ke bisnis sambal ulek kemasan mulai 2001.

Menurut wanita paruh baya itu, permintaan sambal ulek kemasan terus menanjak dari tahun ke tahun. Tiga tahun lalu, penjualan sambal kemasan buatannya dengan merek Bu Rudy baru 10.000 dus per bulan. Kini, angkanya bertambah jadi hampir 11.000 dus sebulan.

Satu dus berisi enam botol, dengan harga mulai Rp 125.000 hingga Rp 145.000. Alhasil, omzet ratusan juta bisa Lani kantongi saban bulan. “Pertumbuhan penjualan juga dipengaruhi oleh tren penjualan online yang kian pesat,” ujar Lani.

Bu Rudy menyediakan lima macam sambal. Yakni, sambal bawang, sambal terasi/bajak, dan sambal ijo/ikan peda, sambal teri, dan sambal petis.

Margin bisa 30%

Pengusaha sambal ulek kemasan lainnya yang ikut menikmati peningkatan permintaan adalah Rimayanti Wardani. Pemilik Sambal Roa JuDes (Juara Pedes) dari Jakarta ini mulai menekuni bisnis tersebut sejak 2013 lalu.

Saat ini setiap bulan, produk sambal buatannya laku sekitar 8.000 botol tiap. Dengan harga berkisar Rp 50.000 sampai Rp 70.000 untuk botol ukuran 200 gram, dia bisa mendapatkan omzet sekitar Rp 400 jutaan sebulan. Margin usaha ini sekitar 20%–30%.

Rima, sapaan akrab Rimayanti Wardani, juga mengatakan, penjualan produknya terbantu dengan tren perdagangan digital (e-commerce). Meski begitu, sistem reseller juga masih efektif menjaring konsumen.

Selama ini, konsumen utamanya berasal dari orang-orang kantoran yang ingin merasakan sensasi sambal pedas khas Manado namun tidak sempat untuk mengolahnya. Dengan membeli produknya, maka konsumen enggak perlu repot-repot lagi membuat sambal roa.

Oh iya, sambal bikinan Rima yang terbuat dari ikan roa bisa bertahan hingga enam bulan jika berada di suhu ruangan. Kalau disimpan di dalam kulkas, maka daya tahannya bisa mencapai satu tahun.

Pembuatan mudah

Bagi yang tertarik menjajal bisnis pembuatan sambal ulek, tentu Anda harus memastikan lebih dulu kelangsungan pasokan bahan baku. Mulai bahan baku cabai hingga bahan tambahan, seperti ikan dan udang.

Sementara proses pembuatannya, tidak begitu rumit asal mau mencari informasi.

Buat Rima, lantaran produk sambalnya menggunakan roa yang hanya hidup di perairan Utara Sulawesi sampai Kepulauan Maluku, maka ikan terbang itu juga jadi bahan baku yang utama. Namun hingga saat ini, ia tidak kesulitan memperoleh pasokan ikan roa.

Rima bisa memperoleh ikan roa dengan harga Rp 30.000 hingga Rp 40.000 per kilogram (kg). “Saya dapat dari pemasok di Manado,” ungkap dia.

Untuk mengolahnya menjadi sambal juga tidak sulit. Sebelumnya, ikan roa harus mengalami proses pengasapan lebih dulu hingga timbul aroma yang khas. Rima mempelajari proses pembuatan sambal roa dari temannya yang memang jago meracik sambal.

Sebelum dimasak, daging ikan roa dibuang kulitnya, lalu  dihaluskan dan dicampur bumbu, seperti bawang merah, bawah putih, dan cabai yang juga sudah dihaluskan. Setelah tercampur secara merata, barulah sambal roa dimasak.

Yang patut diperhatikan, sambal roa harus dimasak hingga benar-benar matang. Rima juga menggunakan minyak kelapa untuk menambah aroma sedap dan membuat sambal tak terlalu berminyak. Proses pendinginan dilakukan dalam wadah dan ruangan steril.

Untuk mengisi 5.000–6.000 botol ukuran 200 gram, Rima butuh sebanyak 700 kg hingga 800 kg ikan roa, lalu cabai sekitar 300 kg sampai 500 kg, dan bawang mencapai 500 kg.

Sementara Lani memerlukan 400 kg hingga 500 kg cabai segar dan 400 kg udang setiap hari. “Saya peroleh cabai dari petani-petani di wilayah Kediri, Probolinggo, dan Nganjuk. Sedang udang diambil dari pemasok di Gresik,” akunya.

Semua bahan baku begitu datang langsung Lani olah, sehingga hasil produksi sambal uleknya selalu segar. Terlebih, Lani memang tidak punya gudang atau tempat penyimpanan bahan baku untuk stok.

Lani mengklaim, kelebihan sambal buatannya selalu segar meski tanpa bahan pengawet. Jika kemasan sudah dibuka, bisa bertahan selama 10 hari di suhu ruangan normal.

Untuk memasarkan produknya, selain membuka gerai, Lani juga mengandalkan jaringan reseller yang sudah tersebar di seluruh Indonesia dan menjalar ke negeri tetangga Malaysia serta Singapura.

Tidak hanya itu, ia juga aktif berjualan lewat media sosial. “Ada tim promosi, saya hanya fokus membantu produksi,” katanya yang juga membuka restoran.

Senada, Rima juga mengandalkan pemasaran via dunia maya untuk menjaring konsumen, baik di Jawa maupun luar Jawa. Mulai dengan membuka akun Facebook dan Instagram hingga membuat situs.

Tidak lupa pula, Rima tetap menempuh strategi penjualan offline dengan menjual produk sambalnya ke restoran dan gerai ritel. Untuk masuk ke segmen ini, harus memberikan tester di awal agar para pemilik restoran dan gerai ritel meyakini kualitas produknya.

Anda ingin merasakan pedasnya usaha sambal ulek?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Storytelling with Data (Data to Visual Story) Mastering Corporate Financial Planning & Analysis

[X]
×