Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Johana K.
KONTAN.CO.ID - Sejak tahun lalu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjadikan lawi-lawi sebagai salah satu komoditas unggulan. Sampai saat ini, pemerintah tengah menggenjot produksi lawi-lawi untuk kepentingan konsumsi lokal maupun ekspor. Di luar Sulawesi, lawi-lawi lebih dikenal dengan sebutan anggur laut atau seagrape.
Bentuknya yang unik, bulat menyerupai telur ikan, dengan warna hijau membuat tanaman laut ini banyak diburu. “Bibit anggur laut, secara alami memang banyak ditemukan di Sulawesi Selatan, tepatnya di daerah Takalar. Saya juga dapat bibit dari sana,” kata Kadek Lila Antara, pembudidaya anggur laut asal kabupaten Buleleng, Bali.
Sejak tahun 2017, Kadek fokus membudidayakan dan memasarkan sendiri hasil panen anggur lautnya. Ia menjual panennya lewat akun sosial media seperti Instagram @seagrapebali dan Facebook. Ia juga memenuhi permintaan sejumlah restoran di sekitar Bali.
“Sebenarnya permintaan anggur laut ini banyak sekali, baik dari lokal maupun ekspor. Kalau ekspor biasanya ke Jepang. Saya masih kewalahan memenuhi permintaan lokal karena produksinya masih terbatas,” terang Kadek.
Dalam sebulan, Kadek bisa menjual sampai 200 kilogram (kg) anggur laut. Kadek bilang, permintaan sebenarnya lebih dari itu, tapi kapasitas produksi miliknya baru bisa mencapai 200 kg. “Selain dari sekitar Bali, konsumen saya juga banyak dari Jawa, seperti Jakarta, Solo, Semarang dan Yogya,” kata Kadek.
Selain permintaannya tinggi, harga anggur laut juga mahal. Kadek menjelaskan, per 100 gram anggur laut ukuran 7–10 centimeter (cm) dibanderol Rp 40.000. Jika lebih panjang, harganya bisa lebih tinggi. Dengan harga jual yang tinggi ini, ia memastikan konsumen mendapatkan kualitas yang seimbang dengan harganya.
Berbeda dengan Kadek yang membanderol anggur laut cukup tinggi, di tempat asalnya, Takalar, harga anggur laut tergolong rendah. Parigi, pembudidaya anggur laut asal Takalar, Sulawesi Selatan mengatakan satu karung anggur laut hasil panennya biasanya hanya dihargai Rp 300.000. Satu karung biasanya berisi sekitar 30 kg anggur laut.
“Orang sini sudah biasa makan ini. Hampir tiap hari kami makan ini, jadi harganya tidak bisa semahal tempat lain,” tuturnya. Ia mengaku membudidayakan sendiri anggur laut di tambak miliknya. Dalam sebulan, Parigi bisa menjual 40 – 50 karung anggur laut.
“Permintaannya mungkin banyak, tapi kalau punya saya sendiri masih memenuhi kebutuhan lokal, sekitar Sulawesi saja. Ada beberapa dari kota lain, seperti Bali, Lombok, Semarang, kebanyakan mereka cari bibitnya,” ungkap Parigi.
Lawi-lawi menuntut air bersih dan bebas logam berat
Membudidayakan lawi-lawi atau anggur laut tidak berbeda jauh dengan budidaya rumput laut pada umumnya. Anggur laut bisa dibudidayakan di laut lepas seperti rumput laut, bisa juga dibuat penangkaran khusus. Kolam penangkaran ini biasanya dibuat menyesuaikan habitat aslinya.
Kadek Lila Antara, pembudidaya anggur laut asal kabupaten Buleleng, Bali menyarankan, sebaiknya anggur laut dibudidayakan di kolam penangkaran khusus. Kolam perlu dibuat agar kualitas terbaik dari anggur laut terjaga.
Sebab, dari riset, Kadek mendapat informasi jika anggur laut merupakan penyerap logam berat terbaik. "Jadi bisa dibayangkan kalau tanaman itu hidup di tambak laut lepas dan lautnya tercemar logam berat bagaimana," jelasnya.
Oleh karena itu, media air dan lingkungan sekitar anggur laut tumbuh harus diperhatikan. Utamanya, bersih dari kandungan logam berat maupun zat kimia yang membahayakan. Selain itu, sanitasi dan suhu juga menjadi perhatian penting. Pastikan tanaman anggur laut mendapatkan sinar matahari yang cukup agar pertumbuhannya cepat.
"Kalau suhu yang standar saja, antara 26-27 derajat Celcius. Terlalu dingin nanti pertumbuhannya lama, terlalu panas malah mati," kata Kadek. Jika ingin pertumbuhannya lebih cepat, pemberian pupuk harus rutin atau tiap tiga hari. Biasanya, memakai pupuk organik.
Kadek menerapkan kontrol kualitas yang ketat terhadap produk Sea Grape Bali. Semua tahap memiliki standar, mulai proses budidaya, ukuran panjang anggur laut sampai proses pengemasan. "Harus ketat, karena anggur laut ini dimakan mentah, tidak dimasak atau diolah lagi. Jadi ya harus dipastikan sampai ke konsumen dalam keadaan bersih dan sehat," tuturnya.
Berbeda dengan Parigi, pembudidaya anggur laut asal Takalar, Sulawesi Selatan yang lebih mengikuti kondisi alam. Pasalnya, ia membudidayakan anggur laut di tambak laut lepas. Maka dari itu, mau tidak mau harus mengikuti kondisi alam.
Menurut Parigi, budidaya anggur laut agak susah dibanding jenis rumput laut lainnya. Anggur laut butuh tempat tumbuh yang lebih dalam. "Lawi-lawi ini bisa berkembang dengan baik di kedalaman 10-15 meter dari permukaan laut," jelas Parigi.
Selain itu, butuh tempat berkontur datar dan cukup luas jika ingin membudidayakan dalam skala besar. Padahal, laut-laut di Indonesia minim yang berkontur datar.
Ia sendiri memanfaatkan empat titik laut di kawasan Sulawesi Selatan untuk membudidayakan anggur laut. Bibit anggur laut bisa didapat langsung dari anggur laut segar yang ada di laut. "Kalau sudah ditanam, ya sudah dilepas saja begitu, nanti tunggu satu bulan sampai dua bulan, baru kita panen," tuturnya.
Di laut, anggur laut makan plankton maupun nutrisi yang ada di dasar laut. Pada musim kemarau hasil panen anggur laut biasanya menurun dibanding musim penghujan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News