kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengunyah renyah bisnis keripik pare dan jengkol


Minggu, 25 November 2018 / 07:00 WIB
Mengunyah renyah bisnis keripik pare dan jengkol


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Sudah menjadi hal lumrah bila anak-anak atau sebagian orang tidak menyukai sayur yang pahit, seperti pare dan jengkol. Rasa dagingnya yang pahit membuat sayuran ini kurang nyaman dikonsumsi.

Namun, kini, pare dan jengkol diolah menjadi keripik dan kerupuk dengan aneka rasa. Tujuannya, agar dapat dikonsumsi semua kalangan tanpa takut dengan rasa pahitnya.

Kezia Elok, pemilik Om Pare asal Semarang, Jawa Tengah mengatakan, inovasi produk ini berhasil menarik perhatian khalayak karena bentuknya jadi keripik. Untuk melengkapinya, ia menyediakan tiga pilihan rasa, yakni original, balado, dan pedas. "Produk ini cukup mengundang rasa penasaran dan akhirnya mendorong mereka untuk beli," katanya.  

Perempuan yang lebih akrab disapa Elok ini bercerita, awalnya konsumen hanya membeli dua sampai tiga pak karena penasaran. Setelah tahu rasanya, banyak konsumen yang membeli lagi hingga menjadi pelanggan.

Konsumennya pun datang dari berbagai kota seperti  Jakarta, Bandung, Surabaya, hingga Aceh dan Medan.  Maklum, Elok memasarkan keripik lewat media digital.  

Kini, setiap bulan. Elok mengolah sekitar 100 kg pare kering. Dia menggandeng petani asal Boyolali untuk memenuhi seluruh kebutuhan parenya.

Untuk harganya, Elok mematok Rp 15.000 per bungkus (150 gram). Sayang, dia enggan menyebutkan omzet yang dikantonginya per bulan.

Sekedar info, perempuan berusia 23 tahun ini mulai membuka usaha sejak 2014 lalu. Dia menghabiskan waktu sekitar satu tahun untuk melewati tahap trial and error.

Pemain keripik berasa pahit lainnya adalah Mintarsih. Berbeda dengan Elok, ia mengolah jengkol menjadi kerupuk.

Pemilik Oyoh Jengkol asal Sumedang, Jawa Barat ini mengatakan, dalam bentuk kerupuk, konsumen lebih nyaman mengkonsumsi jengkaol. Mereka tidak perlu takut lagi akan bau mulut meski makan dalam jumlah banyak. "Ada pembeli yang bilang jadi tidak bisa berhenti sebelum habis karena rasanya nagih," katanya.

Selain rasanya lebih enak, Mintarsih tak menambahkan bahan pengawet dan pemutih. Alhasil, Oyoh Jengkol hanya bertahan dalam 4-5 bulan.

Sama dengan Elok, perempuan berhijab ini membuat tiga variasi rasa yaitu original, barbeque, dan pedas. Untuk harganya dipatok Rp 15.000 per pack (80 gram).

Total produksinya mencapai 500 sampai 1000 pieces per bulan. Dia menggandeng hampir 10 orang petani jengkol di Sumedang, Jawa Barat untuk mengamankan kebutuhan bahan bakunya.

Untuk konsumennya berasal dari berbagai daerah di nusantara. Produknya pun juga kerab diborong pelancong manca negara saat hendak pulang ke negara asalnya, Malaysia, Mesir, dan Australia.          

Sambut liburan akhir tahun, produsen keripik siapkan banyak stok

Sebulan lagi Natal tiba. Tak terpaut jauh dari Natal adalah tahun baru. Biasanya, banyak orang akan menyambung dua hari libur ini sebagai liburan akhir tahun.  .

Dan, seperti biasanya, momen libur panjang adalah waktu panen bagi sebagian pengusaha. Khususnya, pengusaha oleh-oleh. Tidak terkecuali Kezia Elok, pemilik Om Pare asal Semarang, Jawa Tengah.

Saat liburan, biasanya  konsumen akan memborong keripik pare buatannya untuk dikonsumsi sendiri ataupun untuk oleh-oleh saat pulang kampung. "Saat ini, pesanan pelanggan sudah mulai masuk," kata Elok. Tapi, biasanya, puncak pesanan terjadi seminggu sebelum Natal.   

Pada liburan akhir tahun kali ini, Elok menargetkan penjualan akan naik sekitar 100 % dari bulan biasanya. Dia pun mulai mengamankan stok keripik untuk bulan Desember lebih dari 100 kilogram.  

Anak bungsu dari lima bersaudara ini cukup optimistis dengan target yang dipasang. Sebab, dengan bantuan reseller, jangkauan pasarnya menjadi lebih luas. Sampai sekarang ada sekitar 10 reseller yang menjalin kerjasama. Lokasi para reseller pun tersebar di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa.

Dalam menjalankan bisnis keripik ini, Elok kerap dipusingkan dengan urusan pengiriman barang. Sebab, keripik mudah hancur saat pengiriman. Oleh karena itu, dia harus mencari jasa pengiriman barang yang bagus.  

Selain itu, dia juga selalu memberitahu jasa ekspedisi bila isi paketnya adalah makanan yang mudah hancur. Alhasil, paketnya akan mendapat perlakuan khusus.

Kesuksesan Om Pare juga mendorong munculnya pemain baru. Elok pun merasakan angin persaingan sudah mulai bertiup. Namun, ia tidak khawatir, sebab kualitas produk serta  inovasi varian rasa bakal membuat para konsumennya tak akan berpaling.  

Imas Mintarsih, pemilik Oyoh Jengkol asal Sumedang, Jawa Barat pun tidak ingin ketinggalan untuk memanfaatkan libur akhir tahun yang hampir tiba.

Meski belum melakukan peningkatan jumlah produksi dalam jumlah signifikan, perempuan berhijab ini memasang target penjualan bisa naik sekitar 100% dari biasanya. "Beberapa pelanggan sudah ada yang pesan," katanya.

Lainnya, kendala bisnis yang dihadapinya kini adalah mengubah persepsi negatif masyarakat tentang jengkol. Maklum saja, sayuran ini punya aroma khas dan berasa pahit.

Dia pun terus mengedukasi pasar melalui internet dan ajang bazar. Seringkali Imas juga membagikan tester kepada pengunjung atau calon konsumen untuk mencicipi langsung produk buatannya.

Dengan begitu, dia tidak perlu susah payah meyakinkan pelanggan bila produk inovasi jengkol buatannya tidak pahit dan enak dikonsumsi.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×