Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Rizki Caturini
Kemudahan bertransaksi jual beli dan finansial kini tidak hanya bisa dinikmati oleh para penggila belanja di berbagai online shop yang sedang berkembang pesat. Lewat kecanggihan teknologi di era digital seperti sekarang ini, masyarakat yang ingin mengembangkan usaha atau bahkan baru ingin memulai usaha tapi kesulitan modal, bisa memiliki pilihan lebih banyak selain meminjam di bank. Yakni, bisa mendapatkan fasilitas pinjaman lewat online.
Peluang menganga ini yang ditangkap oleh Adrian Gunadi, Andi M. Andries dan Aida lewat bendera PT Investree Radhika Jaya dengan menghadirkan aplikasi Investree. Ini merupakan marketplace yang mempertemukan peminjam (borrower) dengan investor dengan sistem pinjaman berbungan yang kompetitif.
Adrian yang memang sudah tidak asing di dunia perbankan selama 20 tahun terakhir, mendirikan startup penyedia layanan peer-to-peer lending (P2PL) dengan modal awal US$ 500.000. Pada November 2015, marketplace financial technology ini meluncur seiring berkembangnya konsep situs financial and technology (FinTech) di Indonesia. Ini merupakan inovasi di bidang jasa finansial yang bisa menawarkan proses transaksi keuangan yang lebih praktis, aman serta modern.
Adrian bilang, ini akan memberi kemudahan akses keuangan khususnya bagi para pelaku usaha UKM di sektor industri kreatif. Apalagi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengembangkan usaha di Indonesia, para pengusaha butuh pendanaan.
Investree akan mengawal aktivitas antara peminjam dan investor. Peminjam akan mendapatkan dana dengan bunga kompetitif, sementara investor akan mendapatkan return dari dana yang dipinjamkan lewat Investree dari dana yang diinvestasikan.
Produk yang ditawarkan adalah lewat invoice financing. Di sini investor akan memperoleh akses untuk menyalurkan dana ke dalam berbagai pinjaman berbasis invoice yang ditawarkan di marketplace. Investor yang masuk harus memiliki rekening bank, NPWP dan KTP.
Investasi di tempat ini dengan setoran minimal Rp 5 juta dengan kelipatan Rp 1 juta. "Rata-rata investasi di angka Rp 15 juta hingga Rp 20 juta, maksimalnya nanti akan dibatasi Rp 50 juta,” sebut Adrian.
Sementara peminjam, sebelum diterima pengajuan pinjaman dalam aplikasi ini, harus melewati serangkaian penyaringan. Di antaranya harus memenuhi syarat yakni usaha sudah berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang berdomisili di Jabodetabek. Selain itu, perusahaan juga telah memiliki hubungan bisnis dengan institusi besar seperti perusahaan publik, BUMN atau lembaga pemerintahan.
Edukasi masyarakat
Calon peminjam awalnya harus melakukan registrasi di situs Investree.id. Kemudian, mengisi formulir dan mengunduh beberapa dokumen yang disyaratkan dalam situs. Apabila telah terisi lengkap, pihak Investree akan melakukan verifikasi menyeluruh yang selanjutnya peminjam akan menjalani proses tatap muka dengan pemberi pinjaman.
Untuk keamanan transaksi, Investree akan mengadministrasikan setiap perpindahan dana melalui bank rekanan. Setiap pinjaman yang disetujui akan mengikat secara hukum untuk legalitas transaksi. Proses persetujuan pinjaman maksimum selama tiga hari. Setelah itu, pencairan dana sekitar 10 hari kalender.
Selain invoice financing ada juga produk lainnya yakni pembiayaan karyawan. Jasa ini baru akan diluncurkan pada Mei 2016. Dalam produk ini, Investree bekerjasama dengan sebuah perusahaan untuk memfasilitas para karyawannya untuk meminjam dana. "Aplikasi ini menjadi fasilitas pembiayaan karyawan tersebut. Untuk pencarian dana karyawan sekitar lima hari kalender setelah disetujui," kata dia.
Semua proses melalui platform digital, seperti dokumen SIUP, tanda tangan serta mengunduh dokumen juga melalui sistem online. Adrian bilang, lini bisnis ini juga melalui proses analisa kredit pada skoring perusahaan dan menggunakan algorism sosial media untuk menilai calon debitur atau peminjam. Investree juga bekerjasama dengan PT Pefindo untuk pemberian informasi kredit.
Meski terbilang baru, produk invoice sudah mengalami pertumbuhan pembiayaan hingga 200%. Jumlah investor yang bergabung sudah sekitar 255 pihak yang berada dari Surabaya, Jawa barat, Jakarta dan lainnya. "Sejauh ini nasabah yang meminjam adalah pelaku usaha di bidang industri kreatif," katanya.
Bagi peminjam, rata-rata pinjaman berjangka 45 hari. “Dari 45 hari itu, investor bisa mendapat return 14% setahun,” ujarnya. Selaku marketplace, Investree mengutip jasa perantara 3%-5%, tergantung loan grade sebuah pinjaman.
Adrian menyebut kendala yang saat ini dihadapi salah satunya adalah pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap financial technology yang rendah. Sehingga dia kini gencar mengedukasi pasar mengenai peer to peer lending melalui berbagai komunikasi di digital media, event dan media lokal.
PT Investree saat ini adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan Hukum Republik Indonesia, tapi tidak diatur oleh atau dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indonesia. Untuk itu ke depannya, Adrian akan bekerjasama dengan Otoritas Jasa Keuangan untuk bisa membuat regulasi tentang financial technology ini di Indonesia. Hal ini diakui Adrian sangat penting untuk menciptakan platform keuangan digital yang dapat diterima masyarakat yang bisa memberi kemudahan transaksi.
Menurut Erwin Halim, Konsultan Bisnis dari Proverb Consulting, peluang bisnis di bidang jasa keuangan seperti Investree umumnya masih sangat luas dan juga menarik. Hal ini karena belum banyak wadah yang mempertemukan antara pelaku usaha yang butuh dana dengan calon investor. Selama ini, beberapa pelaku usaha harus melaporkan dan meminjam uang ke lembaga keuangan konvensional seperti perbankan. Itulah mengapa, adanya website atau situs online marketplace ini menjadi solusi untuk beberapa pelaku usaha. Akan tetapi, ada beberapa hal yang diperhatikan dalam perkembangan bisnis ini.
Erwin bilang, secara konsep, lini bisnis ini berbeda dan menarik. Dia bilang, lembaga keuangan seperti perbankan memilik aturan tersendiri untuk peminjaman uang, sehingga proses yang dijalani pun lama dan sedikit merepotkan. Hal ini pun jadi jawaban bagi peminjam yang butuh dana cepat.
Tetapi, penyedia jasa harus bisa meyakinkan investor bahwa layanan ini aman. Juga, harus ada jaminan agar investor bisa mengeluarkan uang untuk meminjamkan kepada si peminjam dan mendapat jaminan peminjam bisa mengembalikan uang yang dipinjam,” ujar Erwin.
Untuk itu, karena berbeda dengan perbankan, serta aplikasi ini memfasilitasi peminjam dan pemberi pinjaman dengan mudah, Erwin menyebut, harus ada bukti dan dokumentasi yang jelas antar kedua belah pihak termasuk regulasinya.
Sementara, Heru Sutadi, Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) menambahkan, perlu ada testimoni pelaku usaha atau perusahaan yang berhasil menjalankan kegiatan ini untuk bisa meyakinkan masyarakat. “Jika tidak sekadar menjadi broker tentu harus ada catatan baik dari pengguna jasa,” ucap Heru.
Sementara untuk return yang didapatkan investor sekitar 14% per tahun itu menurut Heru cukup menarik, namun dengan Investree mengutip biaya jasa perantara sekitar 3%-5% itu rasanya terlalu besar. Agar lebih menarik, mungkin biaya jasa perantara bisa flat saja dan digolongkan kisarannya.
Karena ini hal yang baru dan bisa menjadi kebutuhan masyarakat dan investor, Heru bilang, harus segera ada izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar layanan ini tidak bermasalah di kemudian hari. Sehingga, dari kedua belah pihak bisa merasa aman karena sudah ada regulasi yang jelas.
Terkait pinjaman, Heru lebih lanjut mengatakan, banyak investor yang tidak terbuka memberi bunga pinjaman. Di sini semua harus jelas, jika pembayaran dipercepat apakah akan kena bunga atau tidak. Bagaimana jika peminjam belum bisa mengembalikan pinjaman? Berapa besar bunga pinjaman yang akan didapat oleh peminjam? "Semua harus jelas,” imbuh Heru.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News