kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.969.000   -22.000   -1,10%
  • USD/IDR 16.889   -19,00   -0,11%
  • IDX 6.662   27,23   0,41%
  • KOMPAS100 961   5,16   0,54%
  • LQ45 749   4,23   0,57%
  • ISSI 211   0,99   0,47%
  • IDX30 389   2,00   0,52%
  • IDXHIDIV20 469   2,15   0,46%
  • IDX80 109   0,68   0,62%
  • IDXV30 114   0,47   0,41%
  • IDXQ30 128   0,55   0,43%

Menjajal peruntungan selagi belum menjamur


Sabtu, 05 Desember 2015 / 10:12 WIB
Menjajal peruntungan selagi belum menjamur


Reporter: J. Ani Kristanti | Editor: Tri Adi

Jamur telah dikonsumsi selama ribuan tahun, baik sebagai makanan maupun obat. Kendati sering dianggap sebagai sayuran, jamur mampu menyediakan protein, seperti yang biasa ditemui di dalam daging, kacang-kacangan dan biji-bijian, serta nutrisi lain. Keunggulan lainnya, kandungan kalori dalam jamur rendah.  

Mengolah jamur menjadi masakan pun tak sulit. Walau hanya ditumis secara sederhana, jamur tetap nikmat di lidah. Sebab jamur seolah memiliki penyedap alami. Oleh karenanya, banyak orang suka mengonsumsi jamur. Bahkan, masyarakat Jepang dan China melengkapi menu dengan jamur secara turun-temurun.

Di Indonesia, konsumsi jamur memang belum sebesar China atau negara lain. Namun, selama dua tahun terakhir, pasar dalam negeri cukup bagus. “Semakin banyak orang mengenal dan mengonsumsi jamur,” tutur Maryono Budi, Deputi Direktur PT Eka Timur Raya (Etira), produsen jamur kancing olahan di Pasuruan, Jawa Timur.

Mengingat jumlah penduduk Indonesia sebesar 240 juta jiwa, bisnis terkait pangan cukup prospektif di Indonesia, termasuk bisnis produksi dan pengemasan jamur ini. “Potensinya cukup besar asal dikelola dengan serius budidayanya. Sebab budidaya itu yang risikonya tinggi,” kata F. Rahardi, pengamat agribisnis.

Menurut Rahardi, potensi bisnis jamur cukup bagus di negeri ini. Dia mengingat pada tahun 1970 silam, ketika pemerintah menggalakkan penanaman jamur merang dan berhasil. “Saat itu, konsumen sudah terbentuk dan rumahtangga rutin mengkonsumsi jamur merang,” kenang Rahardi. Sayang karena ada kendala non-teknis, produksi jamur merosot dan hilang di pasaran.

Sejak awal berproduksi pada 2001, Etira beriorientasi pada jalur ekspor. Maryono mengatakan, lebih dari 95% produk Etira memenuhi permintaan pasar ekspor. Jamur Etira dikirimkan ke Amerika Serikat, Timur Tengah, Eropa dan Jepang.

Lantaran konsentrasi pada pasar ekspor pula, sampai sekarang Etira hanya fokus pada produksi jamur kancing (Agaricus bisporus). “Pasar jamur kancing masih terbuka, sementara jamur lainnya, seperti jamur merang, jamur tiram dan jamur kuping, pasarnya masih terbatas di Asia Timur dan sudah banyak diproduksi lokal, terutama di China, Jepang dan Korea,” terang Maryono.

Meski begitu, lanjut Maryono, pertumbuhan pasar di dalam negeri cukup signifikan. Hal ini karena banyaknya promosi atau demo masak oleh berbagai perusahan melalui media elektronik, utamanya televisi. Sebagai gambaran, pasar jamur segar Etira pada tahun lalu hanya sekitar 100 ton per bulan, namun di akhir tahun ini sudah bisa mencapai angka penjualan hampir 300 ton per bulan.

Di lahannya yang berada di ketinggian 1.700-1.800 meter di atas permukaan laut (mdpl), Etira memanen rata-rata 35 ton jamur kancing per hari atau sekitar 1.000 ton jamur segar saban bulan. Sampai saat ini, produk jamur Etira masih dipanen dari kebun sendiri di kawasan Nongkojajar, Pasuruan.

Untuk pasar ritel, Etira mengemas jamur dalam kaleng atau glass jar. Sekitar 75% menggunakan kaleng/glass jar kecil ukuran sekitar 450 gram. Sisanya, dikemas dengan kaleng besar 2.000 gram dan kemasan bulk 10 kg per karton untuk memenuhi permintaan dari katering, hotel dan industri makanan.

Harga jual jamur ini pun beragam, sesuai dengan berat kemasan dan bentuk jamur yang utuh (whole) atau sudah berupa irisan tipis (sliced). Di pasaran,  harga jual jamur ukuran 225 gram berkisar Rp 9.000–Rp 12.500 per kaleng.

Menurut Maryono, persaingan sesama pelaku usaha jamur seperti Etira di dalam negeri belum terlihat. Karena bagi usaha yang berorientasi ekspor, kompetitor Etira yang sesungguhnya adalah China dan Eropa. “Dua kawasan itu merupakan produsen jamur yang sulit disaingi dari sisi harga pokok produksi, sementara dari sisi kualitas dan kontinuitas suplai, biasanya kami lebih unggul,” jelas dia.   

Namun dia melihat, peluang berbisnis pengalengan jamur di Indonesia masih sangat prospektif. “Itu kalau ditilik dari jumlah penduduk dan tren masyarakat mengonsumsi jamur,” ujar Maryono. Dia pun memprediksi, bila konsumsi jamur per kapita di Indonesia sebesar 100 gram, butuh lebih dari 2.000 ton jamur ber bulan. Sayang, suplai jamur kancing di pasar lokal masih jauh dari angka tersebut.

Maryono juga mengingatkan, usaha ini penuh tantangan. Salah satunya berasal dari harga jamur yang fluktuatif layaknya harga komoditas. Pengusaha pun harus benar-benar tangguh lantaran margin yang diperoleh lumayan tipis. Keuntungan dari bisnis pengalengan jamur ini berkisar 15%.

Kalau Anda tertarik, siapkan terlebih dahulu mental Anda.


Pengalaman empiris
Ada banyak hal yang harus Anda perhatikan jika ingin menggeluti bisnis pengemasan jamur ini. Rahardi berpesan, sebaiknya pengusaha juga menanam sendiri jamurnya untuk memastikan suplai.

Hal ini sejalan dengan yang dilakukan Etira. “Sejauh ini kami belum berpikir untuk melakukan kemitraan dengan petani karena kompleksitas dan perlunya perhatiannya yang intensif dalam budidaya jamur kancing,” tutur Maryono.

Mengingat ada berbagai jenis jamur, ada baiknya memastikan target pasar yang ingin Anda bidik. Jika mengincar pasar ekspor seperti Etira, Anda harus melakukan riset pasar untuk mengetahui jenis jamur yang disukai konsumen. Begitu halnya jika mengincar pasar lokal. Anda juga harus mempelajari jenis jamur yang laris untuk pasar dalam negeri ini.

Maklum, usaha ini butuh modal besar. Menurut Maryono, budidaya dan pengolahan jamur kancing agak sulit dimulai dari skala kecil. Usaha ini memerlukan investasi yang cukup besar, terutama dalam penyiapan media tanam (kompos) dan budidayanya. “Skala kecil bisa saja dilakukan, namun biasanya harga pokok produksinya tinggi, hingga pada gilirannya akan susah menjual,” terang dia.

Sebagai gambaran untuk skala produksi yang memungkinkan (feasible), perusahaan harus memiliki kapasitas produksi setidaknya 150 ton jamur kancing per bulan. Nah, untuk skala sebesar itu, kebutuhan investasinya bisa mencapai Rp 50 miliar. Dana sebesar itu digunakan untuk pengadaan bangunan,  pembelian mesin-mesin produksi, alat berat dan kendaraan, serta persiapan infrastruktur jalan, jaringan air dan listrik.

Bukan hanya dana besar, bisnis ini juga membutuhkan modal lainnya. Pertama, kemampuan/keterampilan para pekerjanya. “Budidaya jamur hampir sama dengan merawat bayi, diperlukan ketrampilan dan keahlian khusus. Ini butuh ketekunan, tidak seperti halnya pengetahuan yang bisa dibaca dari buku atau browsing dari internet,” tutur Maryono.

Budidaya jamur butuh ketekunan dan pengalaman empiris. Penanaman jamur seringkali mengalami gagal panen karena  banyak faktor. Jangan pernah bosan untuk selalu mengevaluasi apa yang pernah dikerjakan. “Banyak petani jamur, bahkan perusahaan besar gulung tikar karena mereka tidak melakukan evaluasi terhadap kegagalan yang pernah terjadi,” pesan Maryono. Budidaya jamur adalah hal baru bagi masyarakat Indonesia, jangan pernah bosan belajar dari negara lain yang sudah banyak pengalaman dalam bidang ini

Kedua, apabila orientasinya ekspor, pemain harus tahan banting menghadapi fluktuasi harga jual di pasar yang seringkali menyakitkan. “Tidak jarang kami harus jual di bawah harga pokok produksi hanya sekadar untuk mempertahankan keberlanjutan usaha,” cetus dia.  

Anda juga harus menguasai teknologi yang mendukung usaha ini. Sebab, di Indonesia belum ada institusi yang secara komersial melakukan usaha yang bersifat spesialis di bidang ini. Misalnya, tidak ada penjual kompos (media tanam jamur), bibit, tanah casing, dan lainnya. Lain halnya orang-orang di Eropa yang bisa dengan mudah terjun ke bisnis ini karena banyak pemasok yang bekerja di bidang ini. “Bahkan, dengan mengundang konsultan, bisa bikin kumbung (rumah jamur) dengan segala kecanggihan teknologinya. Si petani tinggal telepon supplier, semua keperluan untuk tanam jamur bisa disediakan,” cerita Maryono.

Pemilihan lokasi dilakukan atas dasar pertimbangan biaya dan produktivitas usaha sehingga bahan baku dan tujuan pasar sangat perlu dipertimbangkan. Tidak kalah penting adalah kesesuaian geografis dan klimatologi untuk menetapkan lokasi.

Rahardi mengatakan, jamur-jamur tropis bisa tumbuh dengan baik di dataran rendah. Adapun jenis jamur subtropis, seperti jamur kancing, merang, shitake hanya tumbuh di ketinggian lebih dari 1.000 mdpl.

Kalau punya lokasi yang cocok, beranikah menjajal peruntungan bisnis jamur ini? Siapa tahu rezeki Anda bisa tumbuh bak jamur di musim hujan.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×