Reporter: Pravita Kusumaningtias | Editor: Uji Agung Santosa
Garam termasuk produk yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Walaupun lebih dikenal sebagai penyedap makanan, namun sejatinya manfaat garam sangat luas. Garam telah menjadi bahan pengawet alami sejak berabad-abad silam. Selain juga digunakan di berbagai industri, seperti untuk cairan infus, campuran dalam sabun hingga sampo.
Walaupun keberadaannya sangat penting, bisnis dan budidaya garam kurang populer di masyarakat. Hanya masyarakat daerah tertentu, seperti Madura dan Sidoarjo yang akrab dengan budidaya garam. Maklum, banyak yang menganggap bisnis ini kurang menggiurkan, lantaran rumit dan harganya terbilang rendah.
Sebenarnya, kebutuhan garam di dalam negeri cukup besar. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KPP) tahun 2012 menyebutkan, kebutuhan garam di dalam negeri sebanyak 1,44 juta ton. Adapun total produksi garam nasional 2,97 juta ton.
Meski surplus, Indonesia masih mengimpor garam, lantaran produksi lokal tidak terserap sempurna. Cuaca menyebabkan panen garam petani tidak menentu. Selain itu, hasil panen petambak tradisional dinilai tidak memenuhi syarat untuk masuk ke pabrik besar.
Makanya, pemain di bisnis budidaya garam harus pandai-pandai memanfaatkan peluang. Kualitas garam yang dihasilkan harus diupayakan bisa menembus skala industri. Salah seorang pebudidaya garam adalah Lia Elings. Melalui PD Danam Garam, ia sudah menggeluti usaha ini sejak 2004 silam.
Lia membudidayakan dua macam garam, yakni garam putih dan kuning. “Garam putih untuk makanan, sedangkan garam kuning untuk industri,” tuturnya. Harga jual garam putih Rp 500 per kg, dan garam kuning sekitar Rp 600 per kg.
Tambak garam milik Lia berlokasi di Serang, Indramayu, dan Cirebon. Garam hasil produksi tambaknya dipasok ke pabrik tekstil dan industri pakan ternak di Tangerang, Jawa Tengah dan Jabodetabek. Sekali panen, Lia bisa menghasilkan 30-60 ton garam. "Panen bisa dua bulan sekali atau lebih, tergantung cuaca," ujarnya.
Menurutnya, budidaya kristal putih ini tidak terlalu rumit, namun butuh kesungguhan dan ketelitian. Dari bisnis garam ini, ia bisa meraup omzet minimal Rp 18 juta sebulan.
Pebisnis garam lainnya yaitu Gazali di Madura. Tiap bulan, ia bisa mengantongi omzet Rp 20 juta sebulan dari menjual sekitar 25 ton garam. Ia memang tidak terjun langsung membudidayakan garam. Namun, ia melibatkan mitra petani garam di di tiga lokasi, yaitu Madura, Pasuruan dan Sidoarjo.
Kualitas garam yang dijual Gazali pun terbilang bagus. Buktinya, ia bisa memasok garam untuk kebutuhan pabrik makanan dan pengawetan ikan di Kalimantan dan Sulawesi. (Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News