Reporter: Pravita Kusumaningtias | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Zaman dahulu, ketika teknik las atau perekat berbahan kimia belum ditemukan, perhiasan dibuat dengan mengaitkan media satu sama lain. Ide inilah yang kembali menginspirasi para perajin perhiasan, sehingga mempopulerkan wire jewelry alias seni kawat dalam perhiasan.
Berbeda dengan perhiasan lain yang memanfaatkan kait atau lem sebagai penyambung, perajin wire jewelry hanya mengandalkan kawat untuk memadu batu-batuan cantik menjadi perhiasan. Bahkan, ada yang mampu menyulap kawat menjadi seperti sulaman dari benang. Perhiasan yang dihasilkan perajin wire jewelry beragam mulai dari bross, gelang, kalung, cincin, anting, liontin, hingga tusuk konde.
Salah satu perajin wire jewelry adalah Tenny Winiarty. Ia menggeluti bisnis ini sejak tiga tahun silam dengan mengusung merekĀ Tewetewe Art. Kawat yang digunakannya adalah kawat tembaga, karena warnanya tidak kusam.
Ilmu menjalin kawat dipelajarinya secara otodidak dari buku. Kata Tenny, dibutuhkan ketelian, kesabaran dan ide kreatif. Seni perhiasan kawat ini memang sangat unik dan eksklusif, karena desain setiap produk berbeda. "Saya tidak bikin produk massal, makanya kami memberi nama dan tema pada setiap karya," tutur sekretaris Indonesia Wire Jewelry Community ini.
Tak heran, harga jualnya relatif tinggi. Tenny membanderol setiap perhiasan mulai dari Rp 50.000 hingga Rp 1,5 juta. Harganya tergantung tingkat kerumitan, jenis bahan, dan lama pengerjaan. "Untuk bikin cincin dan bross seharga Rp 50.000, butuh waktu 1 jam," ujarnya.
Tenny sering memadukan kawat dengan batu dauzy dari pacitan. Jika dilihat sekilas, dauzi tampak seperti marmer biasa, namun di bagian tengah mengandung kristal bak permata.
Perajin wire jewelry lainnya, Lucita Rembert yang sudah menekuni usaha ini sejak 2007 silam. Ia termasuk pioneer seni wire work di Indonesia. "Dulu jenis kawat masih terbatas, tidak ada pilihan macam-macam. sekarang saya pakai kawat tembaga impor," katanya.
Produk yang dihasilkannya hampir sama dengan perajin lainnya. Di bawah brand Beautyndbeads, Lucita memasarkan produknya lewat dunia maya dan pameran. Namun, ia mengaku, karena seratus persen mengandalkan tangan, maka tidak bisa memproduksi dalam jumlah banyak.
Meski begitu, karena harganya cukup tinggi, para perajin masih bisa meraup pemasukan menggiurkan. Tenny mengaku, tiap bulan bisa mengantongi pemasukan Rp 15 juta. Sementara, Lucita bilang, omzetnya rata-rata Rp 10 juta sebulan.
Selain itu, kata Lucita, tak jarang ada pesanan perhiasan khusus pernikahan, sepertitusuk konde dan mahkota.Pemesan cukup mengirimkan contoh kebaya, gaun pengantin, atau motif perhiasan yang diinginkan calon pengantin. Tidak tanggung-tanggung, untuk order khusus semacam ini, ia memasang harga minimal Rp 6 juta per unit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News