Reporter: Rani Nossar | Editor: Havid Vebri
Pria pemilik CV Jakarta Powder Drink, Muhammad Syakir tidak memiliki latar belakang pendidikan di sektor bisnis minuman maupun kuliner. Dia bahkan baru mengetahui ada jenis minuman bubble di tahun 2010 silam dari seorang teman.
Tapi memang, pria kelahiran 14 Desember 1974 ini memiliki semangat berwirausaha sejak dia masih remaja. Sebelum memutuskan menjalankan bisnis pembuatan bubuk minuman bubble, dia telah menjalankan empat usaha lainnya.
Pada masa kuliah, dia pernah memiliki usaha warung kelontong kecil-kecilan di rumahnya. Namun, perkembangan warung kelontong ini tidak berjalan mulus. Dia kemudian beralih membuka warung tegal alias warteg. Namun lagi-lagi usahanya tidak berjalan mulus. Karena kekurangan modal, bisnis warteg juga tutup.
Dia juga sempat menjadi pengusaha kayu sengon, dan lagi-lagi dia mengalami kegagalan. "Namun hal itu tidak pernah saya sesali, saya malah bersyukur karena dapat belajar banyak hal dari kegagalan," ujar pria berusia 40 tahun ini.
Setelah lulus kuliah dari Universitas Ibnu Choldun, pria Bugis ini malah sempat menjajal profesi sebagai wartawan foto di Harian Republika. Profesi yang dijalankan selama 8 tahun itu tidak membuat jiwa wirausahanya mati. "Selama jadi wartawan, saya juga buka bengkel motor sebagai kerja sambilan. Namun akhirnya bengkel harus tutup karena masalah dana," kenangnya.
Pada tahun 2010 akhirnya Syakir memutuskan berhenti menjadi wartawan. Saat itu, ia mencoba peruntungan dengan menjajal bisnis kemitraan es bubble dengan modal Rp 6 juta. Uang itu dia dapatkan dari hasil menjual motor yang kala itu laku seharga Rp 4 juta dan menjual barang lainnya sehingga terkumpul modal awal sebesar itu.
Ternyata bisnis minuman bubble-nya cukup laris. Maklum saja di daerah rumahnya di Pondok Cabe, Depok, penjual es bubble waktu itu masih terbilang sedikit. "Lama-lama saya berpikir, kalau usaha ini harus ketergantungan bahan baku dari pusat. Dari situ saya terpikir ingin punya bahan baku sendiri sehingga tidak boros beli bahan baku terus," kata dia.
Setelah mendapat ide tersebut, dia awalnya baru terpikir untuk menjadi distributor bubuk minuman di kampung halamannya di Makassar. Dengan modal uang sebesar Rp 60 juta, dia pergi ke Makassar untuk menjalankan usaha menjadi distributor bubuk minuman bubble.
Namun, baru beberapa bulan menjalani bisnisnya, ternyata ia ditipu rekan kerjanya sehingga usaha menjadi distributor di Makassar pun tidak berkembang. Sementara, persediaan bubuk-bubuk minuman masih banyak yang tidak terjual.
Akhirnya, Syakir pulang ke Jakarta dan meneruskan usahanya menjadi distributor. Selangkah demi selangkah membangun bisnisnya dan menjadi distributor bubuk minuman tunggal di Jakarta.
Setelah modal terkumpul, Syakir kembali ingin mewujudkan ide memproduksi bubuk sendiri. Akhirnya pada tahun 2012, dengan modal Rp 300 juta, dia membeli mesin-mesin peracik minuman, bahan baku dan kebutuhan lain untuk memulai usaha.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News