Reporter: Marantina | Editor: Tri Adi
Sebagai kebutuhan pokok, permintaan terhadap papan takkan pernah berhenti. Menurut data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, kebutuhan rumah saat ini mencapai 13,5 juta unit. Adapun kebutuhan rumah per tahun di negeri ini diperkirakan mencapai 800.000 rumah.
Walaupun industri properti menurun setahun terakhir, toh pembangunan rumah masih berjalan. Ini juga berdampak pada usaha yang berkaitan dengan rumah. Bicara tentang rumah, tentu takkan lengkap apabila rumah tak diisi dengan furnitur. Setelah beberapa tahun, furnitur juga kerap diganti oleh pemiliknya dengan alasan rusak atau sekadar bosan. Ini mendatangkan peluang untuk membuka toko tripleks sebagai bahan pembuat furnitur, seperti lemari, meja, pintu, partisi, dan lainnya.
Triplek atau kayu lapis buatan pabrik sudah lama digunakan untuk pembuatan furnitur, terutama untuk rumah dan kantor. Triplek kerap jadi pilihan karena stok kayu padat atau kayu solid semakin sedikit dengan harga yang mahal.
Chandra Gunawan, pemilik toko Mega Jaya Triplek, menuturkan, usaha toko triplek sebenarnya bukan fenomena baru. Pria berusia 42 tahun ini sudah mengecap asam manis usaha toko tripleks sejak tahun 1990-an. “Dulu saya jadi sales toko triplek sebelum membuka toko sendiri,” katanya.
Melihat peluang menjanjikan dari usaha ini, pada 1999, Chandra merintis usaha kecil-kecilan sebagai distributor triplek. Setelah mengumpulkan modal yang cukup, perlahan ia membangun gudang untuk menyimpan stok tripleks yang akan dijual pada 2004.
Di gudang seluas 2.000 meter persegi (m2) itu, Chandra menapaki usaha penjualan tripleks. Memasuki 2015, ia mengembangkan usaha dengan membuka toko khusus untuk menjual tripleks dan aksesori pembuatan furnitur yang melibatkan triplek. “Kalau konsumen beli tripleks, mereka tak perlu repot-repot ke toko lain untuk membeli aksesorinya,” ujar Chandra.
Toko dengan ukuran 200 m2 ini baru saja ia buka bulan lalu di Kota Tangerang, Banten. Separuh dari lahan usaha digunakan untuk memajang tripleks. Sisanya digunakan displai aksesori triplek dan kantor kecil.
Chandra mengamati, sejak menggeluti usaha ini pada 2004, terjadi pertumbuhan penjualan triplek hingga 20% per tahun. Khusus tahun ini, hal itu tak berlaku karena ekonomi yang lesu. “Tahun ini, usaha saya turun sekitar 10%,” sebut dia.
Untuk mengembangkan usaha, Chandra pun membuka toko sehingga ia tak hanya menjual tripleks, tapi juga barang-barang pelengkapnya. “Sekarang memang belum kelihatan hasilnya, paling tidak empat bulan mendatang baru terlihat,” ucapnya.
Ia menuturkan, angin persaingan dalam usaha penjualan tripleks terasa sangat kencang. Hampir di setiap daerah, terdapat toko triplek. Dus, selain menjaga kualitas, strategi yang ia mainkan ialah menawarkan dengan harga miring.
Chandra mengatakan, ia menjual triplek dengan kisaran ketebalan mulai 3 mm hingga 18 mm. Harganya juga beragam, yakni Rp 40.000–Rp 205.000 per lembar. Lantaran baru sebulan membuka toko, ia belum bisa membocorkan jumlah tripleks yang terjual di toko. Akan tetapi, berkaca pada pengalaman di gudang, Chandra bisa menjual 600 lembar triplek saban bulan. Laba bersih dari penjualan triplek, kata Chandra, berkisar 5% hingga 10%.
Modal, pasokan, dan pemasaran
Apabila Anda tertarik untuk menjajal usaha ini, berikut tiga poin penting yang harus diperhatikan supaya tak hanya merintis, tapi juga mempertahankan usaha penjualan tripleks.
Yang pertama ialah modal. Besarnya modal tentu ditentukan oleh skala usaha yang ingin dibangun. Sebagai gambaran, perhatikan penuturan Chandra mengenai poin modal ini. Dulu untuk membangun usaha penjualan tripleks, modal yang dikeluarkan tak terlalu besar karena keluar secara bertahap. Awalnya, ia hanya membeli stok triplek, lantas menyewa lahan untuk gudang, hingga akhirnya membeli lahan seluas 2.000 m2 tersebut.
Nah, ketika merintis toko penjualan tripleks, modal yang digelontorkannya tak tanggung-tanggung, yaitu sebesar Rp 1 miliar. Modal yang tak sedikit itu ia gunakan sekitar separuhnya untuk sewa lahan di tepi jalan besar di Kota Tangerang.
Lahan sudah disewa, ia juga menggunakan modal itu untuk merenovasi tempat. Untuk urusan renovasi, Chandra bilang memang tak terlalu besar. Pengeluaran besar, selain untuk sewa lahan, ada pada pembelian tripleks dan aksesori sebagai stok produk di toko.
Modal sebesar itu bisa didapatkan dari hasil tabungan usaha atau meminjam dari lembaga keuangan, khususnya bank, bila sanggup menanggung risiko. Sadar bahwa modalnya cukup besar dan kondisi ekonomi tak menentu, Chandra tak muluk-muluk mengharapkan modal itu cepat kembali. “Paling tidak dalam tiga tahun, modal sudah balik,” tuturnya.
Poin kedua yang tak kalah penting ialah suplai barang. Chandra mengatakan, untuk mendapatkan pasokan tripleks, ia punya pilihan untuk membeli langsung dari pabrik atau pemasok. Ia memilih untuk menggunakan dua jalur tersebut. Untuk membeli triplek dari pabrik, ia membutuhkan dana besar untuk memenuhi minimal pembelian satu truk atau ratusan lembar.
Kepercayaan dari pihak pabrik pun tak begitu saja ia dapatkan saat merintis usaha. Chandra bilang, setidaknya setelah dua tahun berbisnis, barulah ia dilirik oleh pemilik pabrik tripleks. Dus, ia bisa memesan triplek dengan cara membayar panjar dulu.
Sementara, kalau membeli dari pemasok, ia mendapatkan triplek dengan harga sedikit lebih mahal dibandingkan pabrik. Namun, ia bisa membeli puluhan lembar tripleks saja yang
bisa diangkut dengan mobil bak terbuka.
Perputaran stok, menurut pengalaman Chandra, berlangsung selama sebulan setelah dikirim pabrik. Dus, tak ada hal khusus yang harus diperhatikan mengenai gudang penyimpanan. "Tempatnya pun tak perlu yang terlalu luas, karena begitu barang masuk, akan keluar dalam sebulan," sebut Chandra.
Ketiga, pemasaran. Bekal dari pengalaman jadi sales di toko tripleks menolong Chandra dalam menjalani bisnis yang sama. Akan tetapi, ia tak bisa hanya mengandalkan klien lama. Di Mega Jaya Triplek, ia memiliki total 13 orang karyawan. Mayoritas merupakan karyawan yang mengurus pengiriman triplek pada konsumennya.
Ada dua orang yang khusus sebagai tenaga penjualan. Chandra mengatakan, biasanya sales akan mendatangi perajin furnitur atau pengembang proyek properti untuk menawarkan produk tripleks. “Ini cara yang paling sering dilakukan. Sisanya, mengandalkan pemasaran dari mulut ke mulut,” ujarnya.
Sejauh ini, pembeli tripleks di Mega Jaya Triplek berasal dari daerah Jabodetabek. Chandra tidak menerapkan jumlah order minimal. Untuk pembeli triplek dengan jumlah banyak, ia memberlakukan sistem membayar panjar dulu. Fasilitas ini, kata Chandra, jadi kelebihan dan kendala baginya. Di satu sisi, ia mencatatkan penjualan dari klien yang memesan banyak. Namun, ia juga berisiko kehilangan uang bila sang klien lama atau tak membayar sama sekali. “Kami tunggu sampai paling lama empat bulan untuk pembayaran. Setelah itu, kami takkan layani lagi kalau klien itu beli,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News