Reporter: Muhammad Alief Andri | Editor: Markus Sumartomjon
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saat iklim bisnis tak menentu, terutama saat daya beli melemah, tantangan pelaku usaha bukan lagi soal ekspansi, tapi bertahan. Ini yang kini sedang dijalani Rumah Batik Komar (RBK), artisan batik di Bandung, Jawa Barat.
Didirikan pada 1998 oleh Komarudin Kudiya, Rumah Batik Komar menjadi salah satu pelopor batik kontemporer di Indonesia. Tak hanya menjual lembar kain batik, tapi juga gagasan tentang bagaimana batik bisa menyesuaikan diri dengan zaman. Komar tak segan memadukan teknik batik tulis dan batik cetak.
Dari situ lahir motif-motif seperti pendulum, eco print, hingga kombinasi teknik Jepang seperti shibori. Langkah itu bukan tanpa alasan. Komar paham, industri batik tak bisa terpaku pada pakem lama. Ia harus lentur menyesuaikan waktu. Sambil menjaga akar budaya, Rumah Batik Komar terus bereksperimen.
Usaha itu, bagi Komarudin, bukan sekadar bisnis, melainkan ikhtiar panjang melestarikan batik sebagai warisan budaya yang hidup. Maklum, lulusan doktor seni rupa Institut Teknologi Bandung (ITB) ini lahir dari keluarga pembatik. Batik menjadi bagian dari napas hidupnya sejak kanak-kanak.
"Kami ingin batik tetap lestari, selain itu juga bisa menyejahterakan para perajin dan pelaku usaha," ujar Komarudin kepada KONTAN belum lama ini.
Baca Juga: Inacraft 2025 Jadi Ajang Peluncuran Batik Ramah Lingkungan Berbahan Sawit
Komitmen itu menjelma dalam berbagai aksi nyata. Setiap menciptakan motif baru, baik dari teknik cetak maupun batik tulis, Komarudin selalu mendokumentasikannya dalam katalog. Arsip itu bukan sebagai rekam jejak kreativitas, tapi juga sebagai sumber inspirasi terbuka bagi siapa yang ingin belajar atau mengembangkan batik.
Ia juga menggelar lokakarya membatik bagi berbagai kalangan. Mulai dari pelajar, mahasiswa, hingga wisatawan asing yang penasaran dengan batik.
Bagi Komarudin, batik bukan hanya kain bergambar, tapi pewarisan nilai, budaya, sekaligus penggerak ekonomi akar rumput. Maka itu, Komarudin terus merancang agenda baru untuk menjaga batik tetap relevan di tengah gempuran zaman.
Baca Juga: Regenerasi Pembatik Demi Lestarikan Batik Tulis Batang yang Terancam Punah
Salah satunya adalah kolaborasi lintas medium bersama seniman patung ternama, Sunaryo. Lewat proyek ini, batik tak hanya untuk kain, tapi menyatu dalam karya rupa tiga dimensi, yang menciptakan dialektika tradisi dan kontemporer.
Langkah inovatif lain yang tengah disiapkan adalah, peluncuran buku berjudul Batik AI. Buku ini memuat eksplorasi penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam rancang motif batik. Komarudin memaparkan, teknologi bisa menjadi alat bantu mengembangkan visualisasi batik tanpa menghilangkan nilai tradisi.
Dengan segala upaya, Komarudin berharap kelak bisa mendirikan Kampung Batik AI.
"Kami ingin batik lestari dan menyejahterakan perajin dan pelaku usaha," kata pria yang beromzet antara Rp 200 juta – Rp 300 juta per bulan itu.
Selanjutnya: Cara Daftar Monetisasi Konten Facebook Pro dengan Syarat dan Ketentuan
Menarik Dibaca: Rekomendasi 6 Serial Populer Netflix Bertema Alien dengan Cerita Menarik
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News