Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Johana K.
KONTAN.CO.ID - Tumpukan limbah kain perca dari sejumlah modiste dan penjahit menggugah kreativitas Janu Riwayat dan almarhum kakaknya. Ia menyulap limbah tersebut menjadi beragam produk fesyen yang punya nilai jual.
Awalnya, Janu membuat tas kain perca. Saat awal merintis usaha ini pada 2011, Janu hanya bermodal
Rp 500.000. Ia memakainya untuk membeli peralatan jahit dan mesin jahit bekas. Sedangkan kain perca ia peroleh dari tetangga sekitar yang memiliki usaha modiste.
Janu memberi nama usahanya Aaya Batik. Produknya tas dari kain perca dengan beragam motif dan model tas. Kebanyakan tas yang dijual adalah tas wanita berupa tas jinjing. Banderol harganya mulai
Rp 50.000 sampai Rp 250.000 per buah. Harga tas tergantung motif dan modelnya.
Pria 29 tahun ini menjamin bahwa semua tas di Aaya Batik merupakan hasil karyanya sendiri dan bukan jiplakan. "Waktu awal dulu sempat lihat contoh dari majalah, kemudian saya buat. Tapi kok lama-lama malah lebih sulit, akhirnya saya coba kreasi sendiri, bikin inovasi sendiri, dan malah jadi semakin berkembang," ujarnya sambil tertawa.
Meski berasal dari bahan limbah kain perca, tas buatan Janu tersebut diminati konsumen dari berbagai kota. Bahkan konsumen mancanegara pun banyak yang membelinya sebagai cenderamata. Ia mengaku pernah mengirim tas buatannya sampai ke Eropa, Malaysia, Singapura, dan Honolulu, Hawaii.
"Sekarang banyak orang asing yang beli, mereka langsung datang ke rumah. Ada yang dipakai sendiri, ada juga yang langsung pesan banyak untuk dijual lagi di negaranya. Kalau yang datang ke sini kebanyakan dari Jerman sama Prancis, jadi sistemnya datang dan pesan langsung," ungkap Janu.
Sedangkan untuk konsumen dalam negeri sendiri, Aaya Batik sudah melayani konsumen hampir di seluruh Indonesia. Pesanan paling banyak datang dari Jakarta, Surabaya, Bandung dan Kalimantan. Janu juga rajin mempromosikan produknya dari pameran ke pameran. Sejumlah pameran kerajinan diikutinya untuk memperkenalkan tas kain perca buatannya.
Dari kegigihan dan konsistensinya tersebut, kini, Janu bisa meraup omzet hingga Rp 25 juta per bulan. Ia juga mempekerjakan para ibu rumah tangga disekitarnya untuk membantu proses produksi.
Saat ini sudah ada 15 orang yang membantu Janu menjalankan Aaya Batik. "Alhamdulillah, berkat kegigihan almarhum kakak saya juga, modal yang awalnya kecil, bisa jadi sampai sekarang," ungkapnya. Karena kapasitas produksi sudah lebih banyak dibanding saat awal, Janu kini memperoleh bahan baku kain perca dari pemilik modiste hampir di seluruh Yogyakarta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News