kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Merajut untung dari suwar-suwir ayam


Sabtu, 09 September 2017 / 18:36 WIB
Merajut untung dari suwar-suwir ayam


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Pesona makanan tradisional sulit untuk dilupakan. Citarasanya yang khas seolah lekat di lidah dan senantiasa membuat ketagihan. Meski banyak bermunculan menu makanan baru, belum lagi jenis menu baru dari luar negeri, sajian asli Indonesia masih menjadi pilihan utama. Hal itulah yang dirasakan oleh I Made Yusdi dan Devina Hartono.

Kecintaannya akan citarasa makanan lokal, mengantarkan mereka untuk membangun bisnis kuliner dengan merek Suwar-Suwir pada Maret 2015. Seperti namanya, jenis produknya adalah olahan daging ayam dan sapi yang dicampur dengan berbagai macam rempah dan kemudian disuwir atau disobek menurut serat dagingnya.  

Sebelum mengawali bisnisnya, Devina melihat potensi bisnis suwiran daging ini akan terus tumbuh. Sebab, kedua lauk ini bisa diterima oleh semua kalangan.  

Devina menjual olahan ini dalam lima pilihan. Yakni ayam suwir sambel mata, kecombrang, betutu, srundeng, srei, dan sapi suwir cabe. Harganya Rp 30.000-Rp 40.000 per porsi. Dalam satu porsi, isinya nasi, ayam atau daging suwir, bakwan jagung, dan sayur.

Selain itu, dia juga menyiapkan daging suwiran saja. " Biasanya produk itu banyak dicari saat momen hari besar atau saat bazar," kata Devina.  Harganya Rp 250.000 per kg.  

Dalam sehari, rata-rata penjualannya mencapai 100-200 porsi. Saat akhir pekan, penjualannya pun dapat meningkat. Sementara, saat hari raya keagamaan, seperti Idul Fitri, Natal dan Tahun baru, permintaan bisa naik hingga 30%.

Menyasar konsumen pekerja kelas menengah, Devina memasarkan produknya di beberapa lokasi di Jakarta. Seperti area perkantoran Sahid Sudirman, Grand Indonesia dan Dapur Kita. Untuk memperluas pasar, dia juga menjalin kerjasama dengan aplikasi ojek online Gojek.

Devina mengaku, sampai saat ini konsumennya masih berasal dari wilayah Jabodetabek. Dia masih enggan untuk ekspansi ke luar kota karena bisnisnya masih skala rumahan. Selain itu, produknya tanpa pengawet, jadi tak bisa bertahan lama.

Produksi Suwar-Suwir dilakukan di dapur pusat yang berada di Cinere, Jakarta Selatan. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku berupa daging ayam dia menjalin kerjasama dengan pemasok dari Tangerang, Banten, Jawa Barat. Bumbu lainnya dia beli dari Pasar Induk di Jakarta dan Bogor.

Tapi, khusus kecombrang, Devina membelinya langsung dari petani asal Bogor. " Ini cukup sulit dipasaran dan biasanya harganya naik turun jadi, agar lebih mudah langsung ke petani," tambahnya.

Dia mengklaim kelebihan produknya adalah rasa yang khas, tidak menggunakan MSG, pengawet, serta kemasan yang higienis dan modern.      

Mengail Ide dari Penyelenggaraan Bazar Makanan

I Made Yusdi dan Devina Hartono yang menemukan ide Suwar-Suwir justru dari ajang bazar makanan. Ceritanya, mereka berdua sedang mengunjungi salah satu bazar makanan di Jakarta. Di sana mereka kesulitan untuk menemukan makanan bercitarasa lokal, karena kebanyakan menawarkan kuliner ala barat.

Dari situlah mereka melihat peluang. Apalagi, Devina punya resep andalan keluarganya. Alhasil, keduanya sepakat untuk membuka usaha dengan menggunakan modal dari tabungan pribadi. 

Perempuan berkacamata ini mengaku modal tersebut digunakan untuk membuat satu unit booth, kulkas dan kemasan.

Namun, punya resep keluarga andalan bukan berarti sajiannya langsung bisa disuguhkan. Keduanya tetap melakukan uji coba hingga 1,5 bulan. "Tak semua orang suka dengan resep asal Bali, jadi kami sesuaiakn agar sesuai dengan lidah semua orang," kata Devina. 

Teman dan para kolega pun jadi sasaran uji coba produk. Devina pun bercerita, pada awal pengenalan ayam suwir sambel mata, banyak yang suka dengan rasanya, tapi terlalu pedas dan ada yang terkena diare. Dari situlah, dia mencoba untuk menyesuaikan tingkat kepedasan dengan konsumen sehingga pas dilidah.

Tahun pertama, yakni pada 2015, Devina memilih aktif ikut ajang bazar untuk mengenalkan produknya. Alasannya, konsumen dapat melihat dan mencoba langsung produknya.

Membidik para pekerja, Devina pun getol membagi sampling produk ke wilayah perkantoran. Selain itu, dia juga menggunakan media sosial, Instagram untuk promosi.

Namun, tak mudah bagi Devina untuk menembus pasar, termasuk mengenalkan produk Suwar-Suwir. Sebab, tidak banyak orang kota yang akrab dengan rempah-rempah. "Produk kami tidak sama seperti ayam goreng yang semua orang tahu," jelasnya.

Oleh karena itu, dia mengawali bisnis dengan mengedukasi pasar. Devina mencoba memberi pengetahuan tentang rempah asli Indonesia sepert kecombrang, lewa media sosial. Sampai sekarang pun, dia masih gencar melakukan edukasi tersebut.

Gencar Inovasi Rasa dan Kemasan Makanan

Bisnis makanan masih punya potensi yang menjanjikan hingga kini. Apalagi banyak orang yang doyan makan di luar. Namun, para pebisnis makanan harus bisa lebih cermat dalam melihat keinginan konsumen.

Ini pula yang dilakoni Devina Hartono dan I Made Yusdi pemilik Suwar Suwir dalam menentukan produk yang ingin dijual. Awalnya, sepasang kekasih ini  mengeluarkan delapan macam rasa ayam Suwar-Suwir.

Setelah mendapat respon, mereka memutuskan memproduksi lima macam rasa dengan pertimbangan yang paling banyak diminati. "Kami trial di bazar dan orang-orang di area perkantoran," katanya pada KONTAN, Senin (7/8). Kiat yang sama dipakai dalam penentuan harga jual.  

Hasilnya pun positif. Suwar-Suwir mulai banyak penggemar. Devina pun belakangan banyak diminta membuka kerjasama dalam  bentuk reseller. Namun hingga kini, ia masih belum bersedia menanggapi tawaran bisnis tersebut. Saat ini, ia masih ingin memperkuat standardisasi proses produksi.

Maklum, salah satu kendala dari bisnis makanan ini adalah mendidik para karyawan. Perempuan asal Jakarta ini mengaku cukup sulit menemukan pegawai yang mau untuk maju bersama. "Kami harus edukasi mereka tentang produk dan lainnya," katanya.

Sebab di bisnis makanan, kualitas adalah segalanya. Makanya, ia tidak ambil pusing saat harga bahan baku naik turun dengan drastis, terutama kenaikan harga. Misalnya lonjakan harga cabai yang membuat laba merosot.Ia rela tidak mengerek harga dan mengurangi takaran. Pasalnya, Ia tidak mau konsumen kecewa.

Untuk antisipasi lonjakan harga, Devina melakukan sistem stok. Ini ia lakoni menjelang Lebaran.
Ia akui bila persaingan di bisnis makanan amat ketat. Ia bersama Yusdi, kerap melakukan inovasi rasa makanan dan kemasan.

Devina berharap, ke depan, Suwar-Suwir bisa mempunyai beragam masakan bercitarasa khas Indonesia. Selain itu juga bisa membuat model kemasan yang pas untuk orang kantor.

Soalnya, fokus perhatian Suwar-Suwir sepanjang tahun ini adalah menggarap pasar di area perkantoran.  Caranya adalah dengan membuka outlet Suwar-Suwir di perkantoran. Sayang, ia belum mau menyebut daerah incaran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×