kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Meraup untung tebal dari bioskop tiga dimensi


Selasa, 30 Oktober 2012 / 13:21 WIB
Meraup untung tebal dari bioskop tiga dimensi
ILUSTRASI. IHSG bisa positif kalau pemerintah punya langkah konkret untuk pulihkan ekonomi. KONTAN/Baihaki/11/8/2021


Reporter: Surtan PH Siahaan | Editor: Tri Adi

Dengan modal usaha kurang dari Rp 100  juta, usaha membuat mini bioskop tiga dimensi (3D) mampu balik modal kurang dari setahun. Maklum, usaha ini menjanjikan keuntungan hingga 75%. Kuncinya adalah strategi yang tepat.

Makin hari, makin banyak orang menyukai  film berteknologi tiga dimensi (3D). Maklumlah, kualitas gambar yang makin realistis tentu membuat lebih nyaman menikmati tontonan mutakhir ini. Bahkan, bukan hanya orang dewasa, sensasi tayangan berefek 3D juga digandrungi anak anak yang hobi menyaksikan film animasi.

Nah, animo masyarakat terhadap teknologi ini sebenarnya sudah terlihat dari larisnya penjualan televisi layar lebar yang dilengkapi fitur 3D. Hanya saja, harga perangkat televisi dengan fitur ini masih terbilang mahal, sehingga tidak dapat dijangkau semua kalangan.

Bioskop yang menayangkan film 3D juga masih terbatas di kota-kota besar dengan lokasi yang tertentu, seperti bioskop dan arena rekreasi. Kondisi ini memunculkan peluang bisnis. Kebutuhan yang besar tapi ketersediaan terbatas membuat beberapa pengusaha melirik kota kecil sebagai sasaran.

Lihat saja, belakangan ini muncul bioskop mini atau studio mini 3D di berbagai kota. Kebanyakan pemain bisnis ini memang menyasar pasar yang jauh dari kota besar. Sebab, selain persaingan relatif lebih longgar, biasanya kota kecil tidak dimasuki jaringan bioskop raksasa. Tentu saja, harga tiket studio mini ini lebih ramah.

Di daerah kelas kecamatan dan kabupaten, usaha ini cocok potensial dikembangkan. Selain memberikan hiburan keluarga dan anak, bioskop mini 3D juga bertujuan memperkenalkan masyarakat dengan hiburan keluarga berteknologi 3D dengan harga lebih terjangkau.

Pemilik bioskop 3D di Jombang, Jawa Timur, Wahyu Wardana, bilang, kebutuhan masyarakat kota berkembang akan hiburan cukup tinggi. Tidak heran, peminat studio mini 3D miliknya cukup banyak. Kebanyakan pelanggannya adalah murid sekolah dan keluarga.

Wahyu mengaku sangat menikmati bisnis studio 3D ini. Alasannya, selain usahanya mudah dijalankan dan tidak memerlukan keahlian khusus, laba yang diperolehnya juga cukup tebal. Keuntungan bersih yang diperoleh bahkan bisa mencapai 75% dari omzet. Asal tahu saja, ia meraup omzet
Rp 48 juta per bulan. “Bisnis ini juga lebih aman karena tidak banyak risiko,” tuturnya.

Sukses berbisnis studio mini 3D juga dirasakan Muhammad Miftahun Huda, pemilik Movie 3D di Semarang, Jawa Tengah. Dalam sebulan, remaja 19 tahun ini mampu meraup untung Rp 15 juta–Rp 20 juta. Dengan investasi senilai Rp 70 juta hingga Rp 80 juta, modal awal pemilik usaha dapat kembali tidak sampai satu tahun.

Meski masih terbilang baru dalam menjalankan bisnis ini, sudah banyak tawaran kerjasama permodalan yang diterima oleh Miftahun. “Hampir tiap hari, ada proposal kerjasama yang saya terima. Ini membuktikan bisnis studio mini memang menarik,” paparnya.


Segmen anak sekolah

Jika Anda tertarik menjalankan bisnis ini, hal pertama yang harus ditentukan adalah segmen pasar. Berdasarkan pengalaman para pelaku usaha, pasar anak usia sekolah sangat potensial untuk digarap (lihat boks: Menawarkan Film 3D
Edukasi). Dengan membidik segmen ini, pelaku usaha bisa memperoleh pelanggan
berlipat-lipat.

Meski tidak sebesar pasar anak sekolahan, penonton dari segmen keluarga juga bisa digarap. Untuk membidik segmen ini, penyedia tayangan harus pintar memilih lokasi. Tempat-tempat keramaian seperti objek wisata atau alun-alun kota merupakan contoh tempat yang cukup strategis.

Biasanya, banyak orangtua yang membawa anaknya yang belum masuk sekolah untuk menyaksikan tayangan 3D. Strategi seperti ini cocok diterapkan di daerah yang jauh dari kota besar. Sebab, di kota berkembang, lokasi keramaiannya biasanya berhimpun di satu atau dua titik saja. Jika ingin meniru strategi ini, penyedia tontonan harus menyiapkan tenda sebagai studio.

Selain menjalin kerjasama dengan sekolah-sekolah, studio Miftahun di kawasan Jalan Sirojudin, Semarang, menyediakan studio untuk tayangan tak berjadwal. Penonton lebih bebas untuk menentukan jam dan film yang diputar. Untuk setiap satu film, ia mematok tarif Rp 50.000 per empat orang. Jika melebihi kuota, penonton tambahan tinggal membayar Rp 10.000 per orang.

Miftahun menerapkan strategi ini lantaran harus bersaing dengan jaringan bioskop raksasa seperti 21 Cineplex. Meski begitu, pendapatan yang diraupnya tergolong lumayan. Dalam satu hari, studionya dapat memutar lima film dengan rata-rata lima hingga 10 kepala.

Bioskop 3D memang memiliki segmen penonton atau pasar yang terbatas. Untuk itu sebelum melakukan investasi, sebaiknya Anda melakukan survei area usaha. Tujuannya untuk menentukan kecocokan lokasi dengan segmen yang dituju. Bila memang sudah menemukan lokasi sesuai segmen, Anda bisa melakukan penghitungan modal usaha.


Modal usaha

Perangkat elektronik untuk menayangkan film 3D merupakan investasi utama bisnis ini. Beberapa peralatan yang harus dimiliki, yakni control PC for screen projector 3D, termasuk 3D control software player, monitor LCD, screen projector 3D, projector support 3D, hanger projector 3D, kacamata 3D, DVD 3D, sound system, kursi teater, dan pendingin ruangan. Anggaran yang harus disiapkan untuk memiliki perlengkapan tersebut sekitar
Rp 30 juta hingga Rp 40 juta.

Peralatan tersebut dapat ditemukan dengan mudah di pusat perlengkapan elektronik di kota besar, seperti Jakarta dan Surabaya. Setelah itu, sediakan tempat dengan ukuran 5 meter (m) x 7 m x 3 m untuk studio film. Ukuran tersebut dapat disesuaikan untuk menampung 20 penonton hingga 40 penonton.

Lokasi usaha yang dipilih bisa memanfaatkan rumah atau ruko yang letaknya strategis seperti dekat dengan sekolah atau perumahan. Di Jombang, Wahyu mengontrak dua unit ruko bertarif Rp 18 juta per tahun. Untuk renovasi tempat usaha, Wahyu bilang, dibutuhkan dana sekitar Rp 20 juta. Karena peralatan elektronik yang dioperasikan cukup banyak, persiapkan listrik dengan daya 5.000 watt.

Jika ingin mengoperasikan studio di pusat keramaian, tentu Anda perlu menyediakan tenda sebagai studio. Ukuran tenda disesuaikan dengan daya tampung sekitar 20 orang. Biaya yang diperlukan untuk membeli tenda ukuran besar bisa mencapai Rp 3 juta hingga Rp 5 juta per unit, tergantung kualitas dan merek tenda.

Saat memulai bisnis ini, Anda juga harus mengalokasikan dana promosi. Wahyu bercerita, ketika memulai bisnis ini setahun lalu, dia menganggarkan dana senilai Rp 2 juta–Rp 4 juta untuk membuat brosur, spanduk, dan beriklan di koran.

Untuk menarik minat penonton, pemilik studio mini juga harus rutin memperbarui koleksi film. “Setidaknya, 10 film per bulan harus dimiliki,” ujar Miftahun. Kepingan DVD yang dibeli juga harus asli agar kualitas tayangan prima. Harga tiap keping DVD 3D orisinal berkisar Rp 70.000–Rp 80.000. Setiap bulan, tagihan rekening listrik dan air yang dibayar bisa mencapai Rp 400.000–Rp 600.000.

Selain itu, pemilik usaha perlu mempekerjakan sedikitnya dua karyawan, untuk mengoperasikan peralatan dan menjaga loket. Upah karyawan bisa menggunakan standar upah minimum regional. Anda juga dapat mencontoh Miftahun yang menggunakan sistem bagi hasil. “Sekitar 20% dari keuntungan untuk gaji empat karyawan,” sambungnya.       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×