kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Mereka bangkit di kampung penjahitan (1)


Rabu, 04 September 2013 / 14:50 WIB
ILUSTRASI. Sepasang warga berjalan bersama dengan Gedung Kongres AS . REUTERS/Kevin Lamarque


Reporter: Revi Yohana | Editor: Dupla Kartini

Para pedagang pakaian di Surabaya tentunya tidak asing dengan daerah Pucangan di Kelurahan Kertajaya, Kecamatan Gubeng, Surabaya. Soalnya di situ ada Kampung Unggulan Penjahitan. Di sana ada belasan  pelaku usaha penjahit yang siap menerima pesanan pengerjaan aneka pakaian.

Sudah menjadi jamak, banyak pedagang pakaian yang tidak memiliki penjahit sendiri. Dagangan yang mereka jual, kalau bukan kulakan pakaian yang sudah jadi dari perusahaan konveksi, mereka bisa merancang sendiri model pakaian yang akan mereka jual dan pengerjaannya di serahkan kepada pelaku bisnis jahitan seperti di Pucangan ini.

Pemilik usaha jahitan Sutrisno di Pucangan bercerita, sebenarnya sentra jahit tersebut sudah ada sejak tahun 1980-an. Pada waktu itu, kata Sutrisno, ada puluhan warga Pucangan yang berprofesi sebagai penjahit sehingga kawasan tersebut dikenal sebagai kampung penjahitan.

Namun, bisnis yang merosot saat krisis moneter pada 1998 menyebabkan sejumlah penjahit gulung tikar. "Ada yang berpencar, pindah tempat, ada yang mengganti usaha," kisah pemilik Citta Tailor ini.

Meski begitu,  kata Sutrisno, masih ada sejumlah penjahit yang bertahan. Dan perlahan-lahan, beberapa generasi baru pun bermunculan dan membuka usaha penjahitan di sana. Hal ini juga karena pada tahun 2009, Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat, menjadikannya kawasan Pucangan sebagai kampung unggulan jahit menjahit.

Cerita sentra jahitan ini juga datang dari Budiarti Setiarini, pelaku usaha jahitan yang telah membuka usaha  sejak 1997. Ia pun mulai bergabung dengan Kampung Unggulan di Pucangan pada 2010. "Semoga kawasan ini bisa kembali dikenal seperti dulu," ucap perempuan yang akrab disapa Rini ini.

Kini, ada sekitar 14 pelaku usaha jahitan di Pucangan. Mereka menawarkan  berbagai jasa penjahitan. Mulai dari menjahit atasan untuk pria dan wanita, pakaian anak, dress, rok, jas, baju adat, hingga pakaian pengantin dan kebaya. Tarifnya berkisar Rp 50.000 hingga ratusan ribu rupiah per potong pakaian untuk order satuan.

Rini mengaku, dibantu dua karyawannya, ia rutin mengerjakan 300 potong hingga 360 potong pakaian setiap bulan. Dari usaha menjahit ini, ia bisa mengantongi omzet lebih dari Rp 30 juta sebulan. Pemasukan tersebut masih diluar orderan seragam yang bisa mencapai ratusan potong sekali pemesanan. "Usaha saya perlahan meningkat dibanding awal membuka usaha pada 1997 lalu," klaim Rini.

Rini mengaku, omzetnya saat ini masih jauh dari omzet yang ia peroleh pada  masa kejayaan Kampung Pucangan sebelum krisis moneter 1998. "Kalau dulu bisa menjahit 150 potong pakaian per hari. Tapi, sekarang hanya setengahnya saja," ujarnya. (Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×