kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.609.000   -2.000   -0,12%
  • USD/IDR 16.175   0,00   0,00%
  • IDX 7.166   -66,59   -0,92%
  • KOMPAS100 1.055   -9,60   -0,90%
  • LQ45 831   -12,11   -1,44%
  • ISSI 214   0,13   0,06%
  • IDX30 427   -6,80   -1,57%
  • IDXHIDIV20 512   -6,51   -1,26%
  • IDX80 120   -1,15   -0,95%
  • IDXV30 123   -0,75   -0,60%
  • IDXQ30 140   -2,07   -1,45%

Merintis bisnis kosmetik lewat jalur maklun


Jumat, 18 September 2015 / 16:02 WIB
Merintis bisnis kosmetik lewat jalur maklun


Reporter: Marantina | Editor: Tri Adi

Selama orang masih senang bersolek, permintaan produk kosmetik tak pernah pudar. Kosmetik memang punya peranan penting bagi orang yang ingin terlihat menawan. Saat ini, produk kosmetik tak lagi sekadar mempercantik wajah, tapi juga bagian dari gaya hidup. Banyak orang rela merogoh kocek dalam-dalam ketika membeli produk kosmetik demi penampilan yang cantik.

Bisnis kosmetik memang menggiurkan. Berdasarkan Sensus Penduduk pada 2010, jumlah penduduk perempuan di Indonesia mencapai 118 juta orang. Walaupun tak semuanya menggunakan produk kosmetik, jumlah ini bertambah hingga sekarang dan bisa jadi gambaran besarnya potensi bisnis kosmetik.

Saat ini memang kebanyakan kosmetik yang beredar di pasaran merupakan produk impor. Namun, produk lokal tentu tak mau menyia-nyiakan peluang bisnis ini. Bahkan, beberapa merek lokal sudah punya tempat tersendiri di hati masyarakat. Tak heran bila pemain baru kerap bermunculan.

Menariknya, tak perlu repot-repot membangun pabrik sendiri untuk bisa meluncurkan produk kosmetik. Sebut saja salah satunya Beauty Story, merek kosmetik di bawah bendera PT Graha Luxindo ini baru muncul pada akhir tahun lalu. Beauty Story tak memproduksi sendiri produknya, melainkan memesan dengan sistem maklun pada sebuah pabrik kosmetik.

Head of Marketing PT Graha Luxindo Shinta Yenniar mengatakan, kosmetik Beauty Story sudah diperkenalkan sejak November 2014. Awalnya sebagai tes pasar, lalu pada Januari tahun ini kami mulai memasarkan produk ini,” terang dia.

Total produk Beauty Story saat ini mencapai 58 item atau stock keeping unit (SKU) yang terdiri dari kategori kosmetik mata, bibir, wajah, dan kuku. Berbagai produk kosmetik ini dibanderol dengan harga mulai Rp 25.000 hingga Rp 105.000 per unit.

Menurut Shinta, peluang bisnis produk kosmetik di dalam negeri sangat baik. Apalagi saat ini semakin banyak perempuan Indonesia yang menyadari betapa pentingnya penampilan sehari-hari mereka. Sebagai konsumen, perempuan juga semakin kritis dalam mencari produk lokal dengan kualitas bagus. “Pertumbuhan di sektor kecantikan ini ditunjukkan dengan semakin banyaknya peritel yang membuka gerai kosmetik di Indonesia,” sebut Shinta.

Ia juga optimistis merek baru akan diterima di masyarakat. Pasalnya, Shinta mengatakan, masyarakat memilih kosmetik berdasarkan kualitas, bukan sekadar merek. Sejauh ini penjualan produk Beauty Story di atas 500 item per bulan. Meski belum sampai setahun, permintaan produk Beauty Story bisa naik sekitar 20% saban bulan.

Bila dilihat dari kemasannya, mungkin banyak orang mengira Beauty Story berasal dari Korea. Dengan desain khas perempuan yang didominasi warna merah muda, Beauty Story memang berkiblat pada kosmetik Korea. “Kosmetik Korea saat ini masih populer dan kami prediksi akan terus jadi tren, jadi mengapa tidak menggunakan konsep ala Korea supaya masyarakat lebih akrab dengan Beauty Story,” tutur Karmila, Brand Manager Beauty Story.

Selain desain yang menyerupai kosmetik asal Korea Selatan, Beauty Story juga mengutamakan produk yang sekaligus merawat kulit wajah. Konon,  tak seperti kosmetik ala Barat, tekstur kosmetik Korea cenderung ringan sehingga ketika diaplikasikan tak menimbulkan iritasi pada wajah.

Demikian halnya dengan Beauty Story. Produk kosmetik Beauty Story seperti primer, tinted moisturizer, CC cream, dan DD loose powder mengandung SPF 20 untuk melindungi wajah dari terpaan sinar matahari. “Produk kami juga mengandung vitamin E dan antioksidan untuk mencegah penuaan dini,” kata Karmila.

Tak tanggung-tanggung, untuk mendapatkan hasil layaknya kosmetik Korea, Beauty Story memproduksi kosmetik di pabrik yang ada di Negeri Ginseng tersebut. Selain itu, ada juga beberapa lini produk Beauty Story yang dibuat di Schwan-Stabilo Cosmetik, Heroldsberg, Jerman.

Ia melanjutkan, semua produk Beauty Story dibuat di Jerman dan Korea. Akan tetapi, pengemasan dilakukan di dalam negeri. Produk yang didatangkan dari Korea Selatan hanya berupa raw material yang kemudian dikemas di pabrik dalam negeri. Namun, produk dari Jerman merupakan produk yang siap jual alias sudah dikemas.

Pemilihan pabrik di luar negeri didasari beberapa hal. Shinta bilang, Beauty Story ingin menghadirkan produk-produk berkualitas bagus dan inovatif. Pabrik di Korea dan Jerman, kata Shinta, menggunakan teknologi terkini sehingga hasilnya pun sesuai dengan kualitas yang dicari konsumen. “Untuk mencapai hal tersebut, manufaktur di Indonesia belum bisa memenuhi,“ tegasnya.


Pertimbangan volume
Strategi yang sama juga dilakukan oleh Sophie Paris untuk beberapa produk kosmetiknya. Memang selama ini, Sophie Paris populer dengan produk fashion. Namun, sejak delapan tahun lalu, Sophie Paris masuk ke dalam bisnis kosmetik dengan cara maklun.

Bruno Hasson, Presiden Direktur Sophie Paris, mengatakan, ketika merintis lini produk kosmetik, Sophie Paris bekerja sama dengan beberapa vendor atau pabrik kosmetik. “Ada pabrik dalam negeri dan beberapa pabrik di luar negeri, seperti Malaysia, Thailand, dan Jerman yang kami jadikan vendor untuk produk kosmetik Sophie Paris,” ujarnya.

Bruno bercerita, Sophie Paris masuk ke bisnis kosmetik secara bertahap. Dulu, ia hanya punya sedikit produk. Akan tetapi saat ini, Sophie Paris punya setidaknya empat merek kosmetik yang dipasarkan melalui katalog Sophie Paris. “Tidak semuanya di-makloon karena sejak tiga tahun lalu kami mulai mendirikan pabrik untuk membuat produk kosmetik kami sendiri,” kata Bruno.

Padahal, untuk produk mode yang lain, Sophie Paris tidak memiliki pabrik sendiri. Melihat potensi yang bagus dari bisnis kosmetik, Bruno memberanikan diri untuk berinvestasi dan mengembangkan produk kosmetik sendiri.

Akan tetapi, ada beberapa produk yang memang harus dikerjakan pihak lain. Misalnya saja, bedak padat. “Produk ini harus dibuat dengan teknologi yang sangat canggih dan mesin khusus. Makanya, produk itu harus kami maklun karena mempertimbangkan volume produksi dan tingkat kesulitan produksi,” tambah Bruno.

Ingga Gloriana, VP Cosmetic Sophie Paris, mengatakan, setidaknya 30% dari keseluruhan produk kosmetik Sophie Paris diserahkan pada pabrik atau vendor lain. Adapun target pasar produknya tersebar mulai perempuan usia 20 tahun ke atas dengan kelas sosial ekonomi A, B, dan C.

Bruno mengatakan, omzet  Sophie Paris dalam sebulan sebesar Rp 1,5 miliar. Nah, lini produk kosmetik berkontribusi sebanyak 20% untuk pendapatan tersebut. Tiap tahun terjadi kenaikan permintaan sekitar 20% untuk produk kosmetik di Sophie Paris.

Bruno menambahkan, di masa mendatang, Sophie Paris akan terus menambah produk kosmetik karena pasarnya masih terbuka. Apalagi untuk perusahaan dengan cara penjualan langsung, Sophie Paris hanya memiliki sedikit pesaing. “Namun harus diakui, produk kosmetik impor semakin gencar masuk ke Indonesia sehingga persaingan semakin terasa,” sebut Bruno.


Tepat memilih pabrik
Apakah Anda tertarik terjun ke bisnis kosmetik dengan sistem maklun? Maklun produk kosmetik bisa jadi jalur cepat untuk merintis bisnis kosmetik. Sebab, pelaku usaha tak perlu repot mencari formula untuk produk karena pabrik yang akan memikirkan hal tersebut.

Yang perlu diperhatikan tentu saja pemilihan pabrik. Menurut Bruno, salah satu yang bisa jadi pertimbangan ialah pabrik sudah pernah memproduksi kosmetik untuk brand terkenal. “Itu berarti konsumen sudah cocok dengan kosmetik buatan mereka dan peluang untuk laku di pasaran sudah besar,” ucap dia.

Shinta juga menyetujui hal tersebut. Sebelum memilih pabrik, pastikan pabrik punya portofolio yang bagus. Dengan kata lain, pabrik tersebut berpengalaman dalam memproduksi beberapa produk kosmetik yang sudah ternama. Di samping itu, pabrik juga menerapkan sistem good manufacturing process (GMP) dan ISO. Jangan lupa untuk memperhatikan produk unggulan dari masing-masing pabrik supaya Anda bisa mendapatkan produk yang tepat.

Bruno menuturkan, investasi awal untuk memulai usaha kosmetik jalur maklun memang tak sebesar investasi untuk membuat pabrik kosmetik. Akan tetapi, bukan berarti nilainya kecil. Pasalnya, pabrik kosmetik biasanya menerapkan order minimum sebanyak 10.000 unit untuk satu jenis kosmetik. “Kita bisa pilih beberapa warna atau varian, tapi untuk produk lipstik misalnya, kita harus pesan dengan minimum order,” ujarnya.

Sebagai modal awal, Anda mesti menyiapkan modal sekitar Rp 500 juta, sebagian besar untuk keperluan memesan produk (lihat tabel). Saat awal usaha, Anda tak perlu memiliki banyak jenis produk. Bisa mulai dengan dua atau tiga jenis, yang paling banyak diminati pasar.

Selain kualitas produk, kemasan memegang peranan penting dalam bisnis kosmetik. Buatlah desain kemasan yang bisa meyakinkan pasar akan kualitas produk kosmetik di dalamnya. Sesuaikan pula kemasan dengan target pasar yang dibidik.

Anda siap terjun ke bisnis kosmetik jalur maklun?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×