Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Johana K.
KONTAN.CO.ID - Siapa sangka, tugas kuliah bisa membuka pintu sukses bagi Michael Mathew dan ketiga temannya. Berawal dari tugas mata kuliah Business Creation, empat mahasiswa Prasetya Mulia kini bisa merengkuh omzet miliaran dari bisnis pomade.
Bisnis ini dirintis pada 2013. "Kami buat pomade karena saat itu sedang booming. Yang mencetuskan pomade itu Michael Nugroho, CEO kami," terang Mathew. Melihat prospek yang bagus, mereka pun sepakat untuk menekuni bisnis pomade yang diberi nama Smith Pomade ini lebih serius.
Smith Pomade pertama kali dijual di sebuah bazar. Kala itu, hanya 20 kaleng pomade yang dijual sebagai permulaan. Tak disangka, Smith Pomade perdana ludes, bahkan banyak pesanan yang datang. "Waktu itu, semuanya homemade, tangan sampai keriting," kata Mathew.
Pomade Smith Men Supply perdana keluar dengan tiga variasi semua dengan tekstur oil based pomade, yakni bold hold, premium medium dan fine shine. Kini, ketiga varian oil based pomade tersebut dibanderol Rp 95.000 per kaleng.
Mathew menjelaskan oil based pomade milik Smith ini membuat rambut pria jadi sangat rapi dan mengkilat lebih lama dibanding pomade lainnya. Meski kekurangannya, efek pomade agak sulit hilang jika hanya sekali keramas.
Menjawab tantangan itu, tahun 2015 Mathew dan koleganya kembali berinovasi dengan meluncurkan dua varian baru. Awal Juli 2017, Smith Men Supply meluncurkan produk premium.
Total, ada tiga varian baru yang keluar sejak 2015, yaitu water based pomade, hair wax dan Smith Premium. Harganya mulai dari Rp 100.000 hingga Rp 160.000 per kaleng. "Pelanggan tinggal membeli sesuai dengan kebutuhannya," tutur Mathew.
Saat ini, masing-masing varian diproduksi minimal 5.000 kaleng per bulan. Produksinya juga tak lagi homemade, tapi di pabrik.
Praktis, Smith Men Supply sedikitnya memproduksi 30.000 kaleng pomade setiap bulannya. Dengan memproduksi puluhan ribu pomade, omzet yang dikantongi Mathew dan kawan-kawan mencapai miliaran rupiah.
Sukses Merajai Pasar Pomade Dalam Negeri
Kini, jumlah tersebut memang tidak sebanding dengan miliaran omzet yang bisa mereka kantongi. Tentu perjalanan Michael Mathew dan kawan-kawan tak berjalan mulus seperti kelihatannya.
Ada dua hal terberat yang mereka hadapi, yakni menemukan formula pomade yang pas dan pemasaran. “Sudah tak terhitung kegagalan kami bikin racikan pomade, sekitar 50 kali lebih. Yang susah menyesuaikan karakter rambut dan menentukan wangi pomadenya,” kenang Mathew.
Ia menjajal formula dari hasil riset di internet, dengan melihat bahan yang digunakan pada pomade impor. Pada saat itu, semua pomade yang masuk ke Indonesia merupakan produk impor.
Awal pemasaran, mereka menggunakan ajang bazaar dan beberapa event. “Ternyata responnya positif. Ada sejumlah penggemar pomade dari komunitas pomade antusias dengan pomade Smith yang tak kalah dengan produk impor,” kata Mathew.
Pemuda 23 tahun ini pun kian percaya diri untuk gencar memasarkan produknya di beberapa barbershop yang sebelumnya pakai produk impor. "Ternyata respon mereka juga positif dan pesan terus setiap habis," kata Mathew.
Barbershop menjadi channel awal pemesanan pomade Smith, sebelum jajaki pasar lainnya. Setelah berhasil merangsek pasar barbershop, pada tahun 2015, pomade Smith kemudian dipasarkan ke beberapa concept store, seperti Art and Science, Grand Indonesia dan sebagainya. Lalu pomade Smith mulai mengembangkan pemesanan lewat website, Line app dan e-commerce.
Setelah menjelajah pasar lokal, akhir 2015, Mathew mulai garap pasar luar negeri. Negara pertama yang disasar adalah Singapura. “Respon masyarakat Singapura di luar ekspektasi kami, mereka suka pomade kami,” serunya.
Berhasil mendapatkan banyak respon positif dari pasar, pemasaran pomade Smith pun terus dikembangkan. Kini, pomade Smith sudah bisa ditemui di beberapa toko ritel, seperti Ranch Market, Farmers Market, Aeon BSD, dan The Food Hall.
“Dan di toko ritel tersebut responnya juga oke banget. Akhirnya karena banyaknya permintaan, kami tidak lagi sanggup membuat pomade secara homemade, beralih ke pabrik,” terang Mathew.
Dari Singapura, Terus Menembus Pasar Asia Tenggara
Membesarkan Smith Men Supply, Michael Mathew dan teman-temannya menghadapi tantangan terbesar soal komunikasi dengan konsumen. Berkomunikasi maksudnya memberikan rekomendasi dari enam produk pomade Smith untuk tiap konsumen.
Selain itu, menemukan racikan pomade yang pas dengan kebutuhan konsumen juga menjadi tantangan tersendiri bagi produsen. "Sering terjadi konsumen bingung memilih produk Smith untuk mereka. Nah, sebagai produsen, biasanya akan memberikan rekomendasi. Inilah yang susah, karena merangkul kemauan konsumen itu tidak mudah," jelasnya.
Tak hanya memberi rekomendasi pada konsumen, mengetahui secara pasti kebutuhan dan karakter konsumen untuk pengembangan produk pomade Smith juga tantangan bagi Mathew. Selama ini, pengembangan produk pomade Smith memang didasarkan dari riset kebutuhan pasar.
Hingga keluar enam produk pomade dengan karakter yang berbeda. "Membaca dan menganalisis kebutuhan pasar untuk pengembangan produk jadi tantangan buat kami juga sampai saat ini. Kami ingin produk kami bisa menjangkau seluruh kebutuhan konsumen, kalau bisa," tutur Mathew.
Meski banyak tantangan dan kendala yang dihadapi, tak menurunkan asa dan semangat Mathew. Ia terus optimistis memupuk mimpi untuk pengembangan pomade Smith Men Supply. Berbagai rencana sudah disiapkan untuk makin mengembangkan produk penataan rambut pria tersebut.
Ke depan, Smith Men Supply berkeinginan untuk menembus pasar di Asia Tenggara. "Itu rencana jangka panjang, kami ingin produk Smith bisa diterima juga se-Asia Tenggara," ujar Mathew.
Untuk mengawali cita-cita tersebut, tahun depan, Mathew dan kawan-kawan berencana memasarkan pomade Smith ke Malaysia. Caranya mirip seperti yang mereka lakukan sebelumnya di Singapura, yakni lewat salah satu toko ritel maupun barbershop.
Tahun ini, mereka ingin memperkuat pemasaran yang di Singapura. Kalau sudah stabil, kami baru masuk pasar Malaysia. Satu per satu negara coba kami tembus pasarnya," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News