Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk, Kornelis Pandu Wicaksono | Editor: Havid Vebri
Buah jeruk nipis sudah sangat populer di Indonesia. Buah bernama latin Citrus aurantifolia ini banyak dikonsumsi sebagai jamu, obat atau pun penyedap masakan.
Buah ini memiliki rasa yang sangat asam dan pahit. Sebagai tanaman obat, jeruk nipis memiliki banyak kandungan zat yang bermanfaat buat tubuh, antara lain asam sitrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C.
"Dengan berbagai kandungan tersebut, buah ini bermanfaat buat kesehatan. Antara lain, bisa meredakan batuk dan membantu melancarkan pencernaan," kata Sandy, salah seorang pembudidaya jeruk nipis di Jawa Tengah.
Sandy baru lima tahun terakhir terjun di usaha budidaya jeruk nipis. Ia melanjutkan usaha orangtuanya yang sudah puluhan tahun bermitra dengan para petani setempat.
Saat ini, Sandy bermitra dengan 40 lebih petani di Blora, Jawa Tengah, dan Banyuwangi, Jawa Timur. Rata-rata petani binaannya memiliki lahan seperempat hektare (ha) sampai satu ha.
Menurut Sandy, jeruk nipis bisa berproduksi secara optimal setelah berumur enam tahun. Setiap 1 hektare (ha) lahan jeruk nipis bisa memproduksi sebanyak 3 ton–4 ton buah jeruk nipis sekali panen. Panen biasanya bisa dilakukan setiap lima belas hari sekali.
Menurut Sandy, harga buah jeruk nipis tidak menentu. Bila sedang mahal bisa mencapai Rp 15.000 per kilogram (kg). Tapi bila sedang jatuh bisa hanya Rp 1.000 per kg.
Makanya, omzet yang didapat juga tidak menentu. Tapi, bila dirata-ratakan, setiap satu hektare lahan jeruk nipis bisa menghasilkan omzet sekitar Rp 30 juta per bulan.
Menurut Sandy, biasanya harga jatuh ketika hasil panen melimpah. Sementara ketika produksi menyusut harga naik tinggi. Produk cenderung turun ketika memasuki musim kemarau. “Fluktuasi harga menjadi kendala kami,” jelasnya
Petani lain, Eko Marwanto, sudah menanam jeruk nipis sejak tahun 2004. Beda dengan Sandy, ia fokus mengembangkan bibit jeruk nipis untuk dijual. Selain jeruk nipis, ia juga menjual bibit tanaman lain, seperti lada, cengkeh dan mangga.
Eko menanam jeruk nipis di lahan seluas setengah hektare di Purworejo, Jawa Tengah. Sebelum peristiwa letusan gunung Merapi pada 2010, ia sempat membudidayakan jeruk nipis untuk diambil buahnya.
Saat itu, Eko memiliki 400 batang pohon jeruk. Sekali panen bisa menghasilkan 1 ton buah jeruk nipis, dengan omzet berkisar mulai Rp 3 juta–Rp 15 juta per bulan. Namun, letusan gunung Merapi pada 2010 telah mengganggu kualitas tanaman jeruknya. “Sekarang istirahat dulu dan fokus di bibit,” ujarnya.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News