Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Johana K.
KONTAN.CO.ID - Tak sedikit pemain di industri kecil menengah (IKM) yang memiliki pangsa ekspor. Berdasarkan data Dirjen IKM, setidaknya ada 319 pelaku industri menengah yang mengirim produknya ke luar negeri.
Gati Wibawaningsih, Dirjen IKM menyebutkan, di tengah pelemahan rupiah, pemain yang memiliki pangsa ekspor memang lebih beruntung. “Untuk yang ekspor pasti bagus dong, karena akan mendapat penghasilan yang lebih banyak,” ujarnya. Namun, keuntungan dari selisih kurs ini tentu saja tergantung dari penguatan rupiah terhadap mata uang negeri Paman Sam tersebut.
Sayangnya, ketatnya persaingan di pasar internasional, membuat para pemain akhirnya gagal untuk tetap dapat mengirimkan produksinya ke luar negeri. Sejumlah pengusaha pun terpaksa berhenti mengekspor produknya.
Jaya Gumelar, pemilik Pusaka Medang Kamulan menyebutkan sudah lama tidak melakukan ekspor. “Sudah sejak lima tahun belakangan ini tidak melakukan ekspor,” ujarnya, Jumat (17/8). Adapun pemain yang bergerak pada usaha pembuatan wayang golek ini sudah melakukan ekspor sejak tahun 1990.
Sebelumnya, Jaya kerap mengekspor wayangnya ke Belanda. "Paling banyak ke Belanda sampai 300 wayang. Pernah juga kirim ke Amerika, tetapi tidak banyak," tuturnya. Ia juga menyebutkan, mulai turunnya permintaan ekspor dikarenakan aksi teror yang terjadi di Bali.
Menurutnya semenjak kejadian itu permintaan mulai menurun dan lambat laun tidak ada permintaan kembali. Walaupun begitu, saat ini ia tetap memproduksi produknya untuk memenuhi permintaan pasar lokal.
Selain itu, ada Devianto, pemilik Antiq Art Shop yang bergerak pada usaha furniture ini juga sudah tidak melakukan ekspor. Ia menjelaskan hal tersebut dikarenakan persaingan. “Saat ini sudah susah karena orang dari sana banyak buka pabrik di Jawa,” tuturnya.
Walaupun begitu, ada pula pemain yang masih berupaya membesarkan namanya terlebih dahulu. Reza, pemilik Rumah Kaktus menyebutkan pernah sekali melakukan pengiriman ke Malaysia. Namun, ia memutuskan untuk membesarkan produknya terlebih dahulu di dalam negeri. Menurutnya kesempatan ekspor ada, hanya saja kerap terkendala oleh jaringannya.
Oleh sebab itu, produk yang dijual dengan range harga Rp 10.000 – Rp 3 juta terlebih dahulu akan memenuhi yang pasar lokal. “Kami fokus Jabodetabek dulu karena permintaan juga banyak, tetapi jika ada kesempatan lagi kami akan terus maju untuk bisa ekspor,” ujarnya.
Untuk itu, Reza mengupayakannya melalui inovasi dalam iklannya sehingga dapat menarik minat bagi pasar domestik dan mancanegara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













