Reporter: Mona Tobing | Editor: Tri Adi
Indonesia penuh dengan perajin keramik. Setiap daerah memiliki kekhasan produk. Begitu pun keramik asal Singkawang, Kalimantan Barat. Pembuatan keramik yang dilakukan secara turun-temurun ini memiliki kekhasan warna dan motif layaknya keramik China. Pasarnya pun mulai dari dalam negeri hingga negara tetangga.
Bahan baku yang melimpah menjadikan masing-masing daerah di Indonesia memiliki produk keramik sendiri. Seperti keramik Lombok, Bali, Plered, Langkat, hingga Singkawang. Meski sama-sama keramik, para perajin keramik Singkawang, Kalimantan Barat bilang, keramik buatan mereka memiliki keistimewaan.
Keramik Singkawang punya kekhasan warna-warna alam. Budi Rijanto, perajin keramik Singkawang sekaligus pemilik Tajau Mas mengatakan, ia sering menggunakan bahan-bahan pewarna alami, seperti abu karang, tanah laut, campuran bubuk kerang, abu kayu, dan tanah merah. "Selain mudah didapat, penggunaan pewarnaan alami tidak perlu membeli, jadi tinggal langsung ambil di alam," imbuh Budi yang memiliki usaha keramik Singkawang secara turun temurun.
Selain warnanya, kekhasan keramik Singkawang ada pada motifnya yang mirip keramik China. "Motifnya, mulai dari bunga, mangkok, naga, sketsa, dan tulisan China hingga aktivitas masyarakat," ungkap Budi.
Pasar keramik Singkawang kebanyakan di luar negeri, misalnya, Filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Para perajin keramik Singkawang mengungkapkan, pembeli lokal hanya berasal dari sekitar Singkawang, Banggau, Bengkayang, dan Jakarta saja. Itu pun pesanan datang jika ada pameran karena ongkos kirim yang mahal dan waktu tempuh yang lama.
Konon, tradisi pembuatan keramik Singkawang berasal dari para imigran yang datang dari China beratus-ratus tahun yang lalu. Proses produksinya masih mengadopsi cara pembuatan keramik di China. Tak heran, motif khas China sangat kental mewarnai keramik buatan Singkawang.
Waktu pembuatan keramik Singkawang sangat tergantung kondisi cuaca, karena para perajin masih memakai cara tradisional. Prosesnya, tanah liat dicampur kaolin dan air dengan perbandingan 7:3. Komposisi bahan baku ini untuk mendapatkan kadar kelembutan dari keramik.
Kemudian, bahan baku yang telah diadon diletakkan di atas meja putar. "Di atas meja putar itulah para perajin akan berkreasi membentuk keramiknya seperti apa," tutur Budi yang tokonya berada di Padang Pasir, Singkawang Selatan.
Setelah dibentuk dan setengah kering, keramik lalu digambar motif. Ketika pembuatan motif mencapai 50%, dilakukan pengeringan yang merupakan proses akhir dan paling penting. Keramik diangin-anginkan selama dua hingga lima hari tergantung kondisi cuaca. Setelah itu, baru diberi warna.
Agar keramik memiliki daya tahan yang kuat dan tak ada lagi sisa-sisa pengeringan, di tahap akhir, keramik tersebut dibakar. Menurut Budi, perlu ada doa-doa khusus saat keramik masuk ke dalam tungku bersuhu 1.500 derajat Celcius selama seharian penuh. Tradisi ini perlu dilakukan supaya keramik dalam kondisi bagus dan pembuatnya mendapat lindungan. Sehabis itu, keramik siap masuk pasar.
Para perajin menjual keramik buatannya dengan harga Rp 350.000 hingga Rp 700.000. Maria, staf Pemasaran Borneo Lentera Prima menjelaskan, harga ini masih lebih murah dibandingkan kalau keramik sudah sampai di tangan makelar.
Hanya, saat ini yang masuk musim hujan, produksi keramik Singkawang sedang seret. "Di sini sedang banjir, makanya kami sedang tidak produksi keramik," ujar Maria. Dia menambahkan, kalau musim kemarau, Borneo Lentera Prima bisa menjual 50 sampai 70 keramik hias per bulan.
Lain lagi ketika Lebaran atau Imlek. Di masa itu, Borneo Lentera dapat menerima pesanan 70 hingga 100 keramik. Bong Lie Phin, pemilik Borneo Lentera Prima, bisa mengantongi omzet antara Rp 17,5 juta sampai Rp 20 juta per bulan. Motif yang paling banyak dipesan adalah, motif naga, bunga, gambar kehidupan masyarakat China dan tulisan ukiran khas China.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News