Reporter: Ranimay Syarah | Editor: Rizki Caturini
Krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 menjadi titik balik perjalanan usaha Ngadi Raharja. Bisnis ekspor mebelnya yang mandek, lantaran minim pembeli di tengah kondisi ekonomi dunia yang memburuk, membuat Ngadi harus banting setir usaha. Agar sisa bahan baku kayu untuk pembuatan mebel tidak terbuang percuma, dia pun memiliki ide untuk membuat mainan anak-anak dari kayu-kayu tersebut.
Satu hal yang membuatnya langsung berkomitmen di bidang ini karena bahan baku yang dibutuhkan tidak perlu terbuat dari jenis kayu yang berkualitas bagus, seperti jati atau mahoni. Dia bilang, untuk membuat mainan ini masih bisa menggunakan jenis jenis kayu apa pun.
Bahkan, limbah kayu dari tukang kayu juga bisa digunakan. "Kami ikut mendaur ulang kayu bekas, daripada dibakar dan dibuang, " kata Ngadi.
Awal memasarkan produknya ini, Ngadi kerap datang dari rumah ke rumah. Pada saat itu, belum banyak yang tertarik dengan mainan kayunya, karena waktu itu banyak orang yang lebih tertarik dengan mainan anak yang berbahan baku dari plastik. Sementara, permintaan dari sekolah-sekolah seperti taman kanak-kanak dan taman bermain juga tidak bisa datang setiap bulan, Biasanya permintaan dari sekolah akan ramai pada saat tahun ajaran baru di pertengahan tahun.
Agar cakupan promosi makin luas, Ngadi mulai berpromosi lewat internet seperti media sosial Facebook dan blog. Dia juga mulai menawarkan produknya ke toko mainan anak yang ada di mal-mal.
Dalam tiga tahun pertama memulai bisnis ini, Ngadi terus gencar melakukan promosi. Ia pun aktif mengikuti pameran-pameran kerajinan tangan sejak tahun 2012. Pameran yang pertama kali ia ikuti adalah Java Expo di Keraton Solo.
Sejak awal menjalankan usaha mainan edukatif ini, Ngadi memberdayakan para tetangganya untuk diangkat menjadi karyawannya. Rata-rata karyawan yang ikut membantunya adalah ibu rumahtangga dan remaja sekitar yang putus sekolah karena kekurangan biaya.
Jika ada karyawan yang baru, ia tidak segan-segan turun tangan untuk melatihnya secara langsung. Dalam membuat mainan anak, pria berusia 35 tahun ini banyak terinspirasi dari buku cerita anak dan produk-produk luar negeri yang ia lihat dari internet. Namun, tidak jarang dia juga banyak melakukan inovasi baru dari segi desain, bentuk, hingga warna.
Usahanya kini telah memasuki tahun kelima. Permintaan masih terus datang dari para pelanggan. Namun bukan berarti tidak ada kendala usaha. Utamanya adalah permodalan. Hingga kini, dia masih sulit mengakses pinjaman dari perbankan. Selain itu, persaingan yang kian sengit juga merepotkannya dalam memasarkan produk. n
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News