kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Omzet PKL Tanah Abang menipis akibat pembangunan skybridge


Sabtu, 03 November 2018 / 06:15 WIB
Omzet PKL Tanah Abang menipis akibat pembangunan skybridge


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Proyek pembangunan Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) alias skybridge di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat mengundang keresahan pedagang kaki lima (PKL) dan kios di sekitar Tanah Abang. Omzet mereka menurun sejak proyek skybridge tersebut berjalan.  

Masroni, pedagang aneka kaus kaki mengaku omzetnya merosot sampai 20% sejak ada proyek JPM. Ia terpaksa memindahkan lapaknya, setelah lokasi lama dibangun jembatan. Roni pun  berharap segera mendapat tempat jualan yang lebih layak.

Di lapak lamanya, rata-rata Roni bisa mengantongi omzet Rp 500.000 per hari. "Sejak pindah di sini, hanya dapat Rp 300.000-Rp 400.000 per hari," ujarnya.  

Berdasarkan pantauan KONTAN, akses masuk ke pintu utara stasiun Tanah Abang, tepatnya di sepanjang Jalan Jati Baru terlihat sesak. Puluhan PKL berjejer membuka lapak di atas jalur pejalan kaki atau trotoar. Lapaknya memakai satu dari tiga meter lebar trotoar.

Para pedagang terlihat menjajakan makanan, minuman, hijab, pakaian, masker hingga tas. Para pejalan kaki terpaksa harus berdesakan, saat melintas di trotoar tersebut. Beberapa pejalan kaki sesekali tampak berhenti sebentar untuk menawar aneka barang dagangan dan melakukan transaski pembelian.

Area trotoar di sepanjang Jalan Jati Baru tersebut akan makin sesak saat penumpang kereta keluar stasiun. "Jualan di sini nggak nyaman juga, sempit, banyak yang berdesakkan. Kadang juga harus mengalah dengan pedagang lain kalau lagi menata barang dagangan," ungkap Masroni.

Penurunan omzet juga dikeluhkan oleh Lilis, pedagang hijab dan busana Muslim. Sejak lapaknya dipindah akibat pembangunan skybridge, omzetnya turun hingga 30%. Bahkan, terkadang omzetnya habis hanya untuk membayar sewa dan 'uang preman'.

Asal tahu saja, biaya sewa lapak Lilis lumayan mahal. Ia harus membayar sewa Rp 2 juta per bulan. "Padahal kecil begini, kadang omzet cuma cukup buat bayar sewa. Mudah-mudahan kalau proyek sudah selesai, kami pindah, pendapatan bisa lebih baik," tandasnya.

Menurutnya, para pedagang yang berjualan di trotoar sepanjang Jalan Jati Baru merupakan pedagang yang sempat berpindah-pindah lantaran tidak mendapat tempat saat penertiban Tanah Abang pada Desember 2017 lalu. Mereka kembali berjualan di lokasi ini karena ramai dipadati para pengguna kereta api yang melintas.

Padahal di sekitar Jalan Jati Baru yang berada tepat di bawah skybridge masih penuh debu. Angkot, sepeda motor, dan mobil pribadi terlihat memadati jalan tersebut. Pagar berupa seng putih tampak membatasi jalan raya dan area trotoar. Tak jarang sejumlah pedagang nampak menempelkan barang dagangannya di pagar seng putih tersebut.      

Tidak semua pelapak mendapat jatah lapak di atas skybridge

Pembangunan Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) atau skybridge di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat ditargetkan rampung akhir Oktober ini. Jika pembangunan skybridge selesai, sejumlah pedagang kaki lima (PKL) akan berdagang di sana.  

Namun tidak semua PKL mendapatkan lapak di skybridge. Kurnia, salah satu pedagang pakaian wanita di jalur trotoar Jalan Jati Baru mengaku tidak kebagian lapak di sana. "Yang saya dengar, cuma ada 100 PKL saja yang bisa pindah jualan di atas," katanya lirih kepada KONTAN.

Meski begitu, dirinya bersama beberapa PKL yang tidak dapat lapak di skybridge akan tetap berjualan di area trotoar. Meski kondisi di sana sempit, ia sudah enggan berpindah tempat lagi. Lantaran tidak mudah berpindah tempat jualan meski berada di satu kawasan.

Sejatinya, ia dan sejumlah pelapak lainnya mendapat lapak jualan di Blok F. Tapi ia mengaku tidak tertarik, karena para pedagang yang berjualan pakaian wanita seperti daster yang ia jajakan sudah banyak di blok tersebut. Beda dengan di jalur trotoar yang masih bisa dihitung dengan jari.

Kalaupun ada yang pindah ke skybridge, para PKL akan dikenakan biaya retribusi sebesar Rp 500.000 per bulan. Biaya tersebut bakal digunakan untuk beberapa kebutuhan perawatan. Salah satunya perawatan kios dengan ukuran cuma 1,5 m X 2 m.

Di sisi lain, pembangungan skybridge Tanah Abang menimbulkan kekhawatiran dari beberapa pedagang yang memiliki kios di sepanjang Jalan Jati Baru. Mereka khawatir jika jembatan multiguna itu beroperasi, pengunjung yang melintas di jalur bawah akan semakin berkurang.

Jika intensitas pengunjung berkurang, kemungkinan besar, omzet para pedagang kios bisa ikut berkurang. "Takutnya bakal makin sepi," kata Lely Erfana, pemilik Toko Safa Marwa 7, yang menjual aneka jenis kurma dan oleh-oleh Haji.

Ia mengatakan pedagang yang memiliki kios di sekitar kiosnya merasa resah dengan adanya pembangunan skybridge. Pasalnya, para pengguna KRL yang biasanya melintasi trotoar di sepanjang Jalan Jati Baru, nantinya langsung terhubung ke wilayah Blok G Tanah Abang dengan skybridge tersebut. Otomatis para pengguna KRL tidak melintasi deretan kios di sepanjang Jalan Jati Baru.

Malah, terdapat beberapa kios yang sudah tutup meski jembatan tersebut belum beroperasi. Ia menduga ekonomi memang lagi susah saat ini. Semenjak Lebaran kemarin, omzet para pedagang terus merosot. "Kalau sudah begini, jadi rezeki kios di Blok F dan G," tuturnya.

Melihat kondisi tersebut, Lely sudah rencana untuk memindahkan lapak usahanya di kawasan lain. Itu dengan catatan, para pengunjung di kawasan tempat dagangnya makin sepi.  Apalagi omzetnya pun tergerus. "Kalau makin sepi, saya akan pindah ke Blok F atau Blok G," tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×