kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

PALING BANYAK DIKONSUMSI DI PULAU JAWA DAN SUMATRA


Jumat, 16 April 2010 / 19:13 WIB
PALING BANYAK DIKONSUMSI DI PULAU JAWA DAN SUMATRA


Sumber: | Editor: Dikky Setiawan

Sebagai negara agraris, Indonesia menjadi lahan yang subur bagi tumbuhnya aneka buah-buahan. Tak terkecuali buah pisang. Di negeri ini ada berbagai jenis buah pisang yang memiliki kekhasan tersendiri. Salah satunya adalah pisang barangan.

Pisang ini dikenal sebagai pisang khas daerah Sumatra Utara, tepatnya daerah Deli Serdang. Pisang barangan dikenal karena aroma dan rasa manisnya yang khas, meskipun secara penampilan tidak mulus layaknya pisang ambon. Karena rasanya yang khas, prospek bisnis pisang barangan terbilang sangat bagus. Permintaan pisang barangan di tanah air cukup besar. Namun, pasokannya masih terbilang minim.

Menurut Erik Meliala, spesialis hortikultura dari Agribusiness Market and Support Activity (Amarta), saat ini pasokan pisang barangan baru mampu memenuhi sekitar 50% dari permintaan pasar. Padahal, prospek berkebun pisang barangan sangat menjanjikan. Erik bilang, lahan seluas satu hektare bisa ditanami antara 1.000 sampai 1.500 batang pohon pisang. "Saat panen, petani pisang bisa meraup pendapatan sekitar Rp 40.000 dari setiap pohonnya," katanya.

Erik juga mengingatkan, tanaman pisang hanya membutuhkan waktu sekitar 10 bulan untuk bisa dipanen. Meskipun produksinya paling banyak jika ditanam saat musim penghujan, pisang tidak mengenal musim. Dus, dengan pengelolaan yang tepat, sebuah perkebunan pisang dapat memberikan penghasilan sepanjang tahun bagi petaninya.

Erik mencatat, sejauh ini pisang barangan paling banyak diserap di Pulau Jawa dan Sumatra. Setiap pekan, produksi pisang barangan mencapai 5.000 hingga 10.000 sisir pisang. Dalam pengamatan Erik, jumlah produksi sebanyak itu selalu habis diserap masyarakat. "Pisang barangan umumnya dibeli untuk digunakan sebagai buah meja," imbuh Erik.

Salah satu petani pisang barangan di Deli Serdang adalah Rahmat Brahmana. Dia mengaku tertarik membudidayakan pisang barangan karena keluarganya telah turun temurun menekuni hal tersebut. Rahmat telah membudidayakan pisang barangan sejak tahun 2006 di atas lahan seluas 3.000 meter persegi. Di lahan tersebut, Rahmat menanam sekitar 300 batang pohon pisang.

Dari setiap tandan biasanya ia bisa mendapatkan 6 sisir pisang. Untuk setiap sisirnya, Rahmat rata-rata menjual Rp 6.000 kepada para pengumpul (semacam distributor). Namun, kata Rahmat, jika ia bisa menghasilkan pisang barangan kualitas grade A, maka ia bisa menjual pisang barangan ke pengumpul seharga Rp 8.000 per sisir.

Kriteria pisang barangan grade A adalah memiliki berat 1,7 kilogram hingga 2 kilogram tiap sisirnya. Selain itu, penampilan dan kebersihan buah juga harus baik. Sejak mendapat pelatihan pasca-panen dari LSM Amarta, dia mencoba menghasilkan lebih banyak pisang grade A.

Rahmat mengakui, ada sejumlah kendala dalam hal membudidayakan pisang Barangan. Di antaranya adalah biaya untuk membeli lebih banyak bibit pisang. Itu sebabnya, selama ini Rahmat menggunakan sistem bibit anakan. Bibit anakan pohon pisang barangan hanya dihargai sekitar Rp 2.500 per bibit. Sementara, harga bibit kultur jaringan bisa mencapai Rp 7.500.

Memberantas jamur fusarium

Karena rasanya yang khas, pisang barangan kini memperoleh tempat di hati masyarakat. Tak heran, permintaan pisang khas Deli Serdang ini kian meroket saban harinya. Sayang, jumlah produksi pisang barangan belum sebanyak jumlah permintaan.

Menurut Rahmat Brahmana, petani pisang barangan dari Deli Serdang, saat ini jumlah produksi pisang barangan baru memenuhi setengah dari jumlah permintaan. Pasalnya, tingkat keberhasilan panen pisang barangan baru 60%. "Salah satu kendala panen adalah serangan jamur fusarium," kata Rahmat.

Lebih ekstrem lagi, pakar holtikultura Erik Meliala bilang, di beberapa kasus, tingkat gagal panen akibat serangan jamur fusarium mencapai 100%. Penyebab kegagalan panen ini adalah akibat para petani masih menggunakan cara tradisional untuk membudidayakan pisang barangan. Yaitu, dengan menanam anakan.

Padahal, serangan fusarium bisa diminimalisir jika cara pembudidayaan pisang barangan menggunakan bibit kultur jaringan. Bibit ini lebih resisten dari anakan pohon pisang. Risiko serangan fusarium tinggal 5%–10%. "Sayang, petani tidak terbiasa dengan cara modern. Apalagi cara modern butuh biaya besar," keluh Erik.

Saat ini, harga bibit kultur jaringan pisang barangan sekitar Rp 4.000–Rp 7.500 per batang. Harga ini setara dengan harga satu sisir pisang barangan. Untuk mendapatkan bibit kultur jaringan pisang barangan sebenarnya cukup mudah. Bibit ini sudah banyak tersedia di pasar.

Salah satu penjualnya adalah Bio-Hutanea. Selain menjual bibit pisang barangan, perusahaan ini juga menawarkan bibit pisang kepok merah, cavendish, dan raja bulu. Aryka Mai Tridasa, pemilik Bio-Hutanea, mengatakan, harga bibit kultur jaringan pisang barangan seharga Rp 5.000 per bibit. "Minimal pembelian 1.000 bibit," katanya.

Nah, jika petani menggunakan cara tradisional, satu hektare (ha) tanah bisa ditanam 1.000 pisang. Biayanya kurang dari Rp 4 juta sekali tanam. Tapi, jika petani menggunakan sistem tanam jalur ganda, satu ha lahan bisa menampung 2.500 bibit kultur jaringan. Jadi, biaya investasinya memang lebih tinggi.

Tapi, menurut Erik, biaya itu sepadan dengan hasilnya. Sebab, satu pohon pisang barangan bisa menghasilkan sampai tujuh sisir pisang. Selain permasalahan jamur fusarium dan bibit kultur jaringan yang mahal, petani pisang barangan juga dihadapkan pada permasalahan pasca-panen. Yaitu, masalah transportasi.

Rata-rata kebun petani pisang barangan jaraknya jauh dari lokasi pengumpul. Yaitu, tempat di mana para petani menjual hasil panen mereka. Sulitnya medan jalan mengakibatkan terjadi gesekan antarbuah pisang. Akibatnya, buah pisang banyak yang jatuh. "Ini jelas merugikan, karena harga pisang jadi jatuh karena tidak mulus," keluh Rahmat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×