kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.986.000   17.000   0,86%
  • USD/IDR 16.843   65,00   0,38%
  • IDX 6.676   62,35   0,94%
  • KOMPAS100 964   11,68   1,23%
  • LQ45 751   9,14   1,23%
  • ISSI 212   1,62   0,77%
  • IDX30 390   4,74   1,23%
  • IDXHIDIV20 469   4,62   0,99%
  • IDX80 109   1,40   1,30%
  • IDXV30 115   1,57   1,39%
  • IDXQ30 128   1,39   1,10%

Pasang surut kemitraan angkringan


Selasa, 16 Februari 2016 / 13:44 WIB
Pasang surut kemitraan angkringan


Reporter: Elisabeth Adventa, Izzatul Mazidah, Jane Aprilyani, Teodosius Domina | Editor: S.S. Kurniawan

Angkringan awalnya jamak ditemui di Yogyakarta dan Surakarta. Lantaran banyak pengusaha mewaralabakan bisnisnya, kini angkringan bisa dengan mudah ditemukan di kota-kota besar lainnya.

Dalam review kali ini, KONTAN mengupas perkembangan usaha beberapa kemitraan angkringan, seperti Nasi Kucing 78, Angkringan Ki Asem, dan Solo Rasa Angkringan. KONTAN pernah mengulas tawaran usaha mereka di tahun lalu. 

Nah, dari tiga pemain bisnis angkringan itu, ada yang bisnisnya kini semakin berkembang, tapi ada pula yang bisnisnya mengalami kemunduran.  

Seperti apa persisnya perkembangan usaha mereka, berikut ulasannya: 

Nasi Kucing 78

Usaha angkringan yang berasal dari Bekasi, Jawa Barat ini berdiri sejak 2011. Ketika KONTAN mengupas tawaran ini di 2015, Nasi Kucing 78 sudah memiliki 300 mitra dari berbagai daerah.

Kini, mitra yang bergabung sudah bertambah lagi. Jumlahnya mencapai 400 mitra yang tersebar di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Bandung.

Kemitraan ini menawarkan tiga paket investasi senlai 2,5 juta, Rp 5 juta, dan Rp 7,5 juta. Khusus paket 7,5 juta kini mengalami kenaikan biaya menjadi Rp 8 juta. "Kenaikan biaya  mengikuti harga bahan baku yang terus naik," kata Christian.

Paket Rp 8 juta merupakan paket komplit. Mitra mendapatkan satu unit gerobak, 50 bungkus wedang uwuh, peralatan dan perlengakapan usaha yang lebih komplit.

Sementara paket Rp 2,5 merupakan paket resep. Mitra hanya mendapat hak merek dagang, desain gerobak, peralatan usaha, perlengkapan promosi, tapi belum termasuk gerobak.

Ada pun paket Rp 5,5 juta disebut paket sederhana. Mitra mendapat satu unit gerobak, peralatan, dan perlengkapan promosi. 

Untuk harga jual makanan dan minuman juga mengalami kenaikan seiring naiknya harga bahan baku. Saat ini, harga makanan dibanderol mulai Rp 1.000 - Rp 10.000 di area Jawa dan luar Pulau Jawa.

Dengan harga di kisaran itu, ia menargetkan mitra usaha bisa mengantongi omzet Rp 400.0000 hingga Rp 1 juta per hari.

Untuk menjairng mitra leih banyak lagi, Christian tetap gencar melakukan promosi melalui fanpage, blog, marketplace, dan Facebook.

Bagi calon mitra yang hendak bergabung, ia hanya menekankan pentingnya kerja keras dan kejujuran. “Usaha ini tidak mudah, harus dijalankan  dengan kerja keras,” ucap Christian.

Angkringan Ki Asem

Bisnis yang dikelola Sartono Suwarno ini sudah buka sejak 2007 di Bekasi, Jawa Barat. Setahun kemudian, ia pun resmi mewaralabakan bisnis angkringannya. Beda dengan Nasi Kucing 78, perkembangan bisnis angkringan ini justru mengalami kemunduran.

Ini terlihat dari jumlah mitra usaha yang mengalami penurunan. Ketika KONTAN mengulas kemitraan ini pada 2014, gerai Ki Asem berjumlah 20. Saat ini, jumlahnya berkurang menjadi 10 gerai. 

Dari jumlah tersebut, tiga gerai dikelola sendiri oleh Sartono. "Tahun-tahun kemarin, jumlah konsumen angkringan kami berkurang, jadi demi efisiensi lebih baik beberapa gerai ditutup," tutur pria asal Solo, Jawa Tengah ini.

Sartono bertekad untuk memperkuat brand angkringannya agar bisnisyua bisa semakin melaju. Salah satunya dengan menetapkan syarat bagi calon mitra yang ingin bergabung untuk membuka usaha di lokasi yang permanen semacam ruko. "Atau paling tidak bangunan semi permanen yang dekat dengan toilet," imbuhnya.

Sartono mengaku, tidak semua calon mitra siap dengan persyaratan itu. Bahkan, ada beberapa yang mundur karena tidak sanggup menyediakan lokasi tersebut. "Sebenarnya banyak yang menghubungi dan ingin bermitra. Tapi mereka kebanyakan meminta dalam bentuk tenda agar nilai investasi bisa lebih murah," ungkapnya.

Sama dengan angkringan Nasi Kucing 78, Sartono juga mengerek paket investasi menjadi Rp 30 juta. Sebelumnya, paket investasi Angkringan Ki Asem hanya dibanderol dengan harga Rp 25 juta. Menurutnya, kenaikan biaya ini sebagai penyesuaian terhadap lonjakan harga barang.

Dengan membeli paket investasi itu, mitra akan mendapatkan gerobak, perlengkapan, bahan baku awal, paket identitas usaha, pelatihan, buku panduan serta monitoring. Biaya tersebut diluar sewa tempat usaha. Namun soal lokasi, harus lewat persetujuan pusat.

Mengenai omzet, dari 10 gerai Ki Asem, hasilnya bervariasi. Angkringan yang paling produktif bisa mendulang omzet Rp 3 juta dalam sehari. Namun ada pula yang rata-rata mengantongi Rp 500.000 saja setiap malamnya.

Jika dulu ada biaya royalti sebesar 2% dari omzet, sekarang biaya tersebut ditiadakan. Sartono menambahkan, mitra hanya perlu membeli bahan baku dari pusat. "Namun jika mitra mau membuat sendiri atau membeli dari pihak lain tetap diperbolehkan. Hanya soal harga dan rasa, bahan dari pusat tetap bisa bersaing," ujarnya.

Sartono tetap optimistis usahanya masih bisa berkembang. Ia pun menetapkan beberapa strategi pemasaran, misalnya tetap gencar menawarkan lewat internet, relasi, dan sebagainya. Selain itu, ia juga sedang menimbang-nimbang untuk melonggarkan syarat lokasi usaha.

Solo Rasa Angkringan 

Solo Rasa Angkringan (SRA) berdiri di Malang tahun 2010 dan mulai diwaralabakan tahun 2012. Perkembangan kemitraannya cukup pesat. Saat KONTAN mengulas kemitraan SRA tahun 2012, baru ada dua mitra yang bergabung di Malang dan Bandung. 

Nah, saat ini sudah ada 50 mitra yang bergabung yang berlokasi di Malang, Bandung, Purwokerto, Tasikmalaya, Kutoarjo, Surabaya, Jakarta dan Bali.

Sama sepertti dua pemain lainnya, paket investasi dalam kemitraan SRA juga mengalami perubahan. Sebelumnya, paket investasi dibedakan berdasarkan wilayah,. Yakni, Jawa Timur senilai Rp 9 juta, Jawa Tengah 19 juta, Jawa Barat 25 juta dan luar Jawa Rp 35 juta. 

Nah, tahun ini, SRA menawarkan tiga paket investasi, yaitu paket booth warung angkringan tenda kaki lima Rp 60 juta, paket indoor (ruko) Rp 250 juta, dan paket resto Rp 500 juta hingga Rp 2 miliar.

Ia menjelaskan, dengan nilai investasi yang cukup besar, mitra akan mendapat semua kebutuhan usaha. Mitra hanya tinggal menyiapkan tempat sesuai dengan kebutuhan bisnis. Sementara manajemen bisnis akan dikelola sepenuhnya oleh pusat. 

“Kami waralaba syariah, no franchise fee and royalty. Sistemnya bagi hasil. Untung bareng, rugi bareng. Bagi hasilnya 30% mitra dan 70% untuk kami," ujarnya.

Kerjasama ini berlaku selamanya, selama mitra membeli bahan baku makanan ke pusat. Harga makanan dan minuman yang dijual juga mengalami kenaikan. Bila semula harga di kisaran Rp 1.000 hingga Rp 4.000 per porsi, saat ini menjadi Rp 10.000 – Rp 20.000 per porsi. "Kami tambahkan juga aneka menu kafe," kata Anton Haekal, pemilik SRA. 

Dengan harga jual tersebut, ia menargetkan omzet mitra paket booth kaki lima sebesar Rp 30 juta per bulan, paket cafe angkringan (indoor) Rp 150 juta per bulan dan paket resto Rp 600 juta per bulan. 

Ada pun prediksi laba yang akan didapat mitra sebesar 30% dari omzet bulanan. Ada pun  target balik modal sekitar dua sampai tiga tahun.       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×