Reporter: Bidara Pink | Editor: Markus Sumartomjon
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelonggaran mobilitas langsung membawa angin segar bagi industri pariwisata domestik. Tak terkecuali, desa wisata yang mengalami lonjakan pengunjung selama liburan Lebaran kemarin.
Misalnya saja, Desa Panglipuran, Bangli, Bali. Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Panglipuran I Nengah Moneng menyebut, pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), yang membuat warga bergerak, membawa jumlah wisatawan yang masuk ke Desa Panglipuran melebihi angka kunjungan sebelum pandemi.
"Jumlah wisatawan yang masuk sudah lebih dari pra Covid-19. Jadi, sudah lebih ramai dari pra Covid-19. Waktu Hari Raya Idul Fitri kemarin, pengunjungnya banyak banget," ungkap Nengah Moneng kepada KONTAN, Jumat (27/5).
Sayangnya, dia belum bisa mengungkapkan jumlah pengunjung yang datang ke Desa Panglipuran. Termasuk, pendapatan yang bisa diraup oleh salah satu dari sembilan desa adat di Bali tersebut.
Namun ke depan, Desa Panglipuran, Nengah Moneng memastikan, akan terus berinovasi. Tujuannya, untuk bisa membuat pengunjung merasa nyaman dan aman, sekaligus menjaga ketertiban dan kerindangan Desa Panglipuran. Hanya, dia tidak memerinci lebih lanjut soal rencana bisnis tersebut.
Baca Juga: Menparekraf siapkan lima langkah untuk pemulihan pariwisata dan ekonomi kreatif
Nengah Moneng cuma bilang, untuk urusan promosi, Desa Panglipuran bakal mengoptimalkan media sosial. Harapannya, strategi ini bisa menjangkau pasar yang lebih luas lagi.
Tak cuma Desa Panglipuran, lonjakan pengunjung juga terjadi di Desa Sekapuk, Gresik, Jawa Timur. Menurut Kepala Desa Sekapuk Abdul Halim, jumlah kunjungan wisatawan ke Desa Sekapuk kini sudah mendekati angka pada masa pra-pandemi Covid-19.
"Walau belum 100 persen, masih kurang 20-an persen lagi," katanya kepada KONTAN, Jumat (27/5).
Abdul memerinci, saat sebelum pandemi Covid-19, jumlah wisatawan yang melancong ke Desa Sekapuk bisa mencapai 1.500 pengunjung per momen liburan seperti Lebaran. Dengan angka kunjungan pelancong tersebut, pendapatan yang berhasil Desa Sekapuk raup mencapai Rp 200 juta hingga Rp 300 juta per bulan.
Sementara selama pandemi virus korona, kunjungan langsung anjlok hanya 200-300 orang saja, dengan pendapatan hanya Rp 75 juta sampai Rp 100 juta per bulan. Tapi kini, pendapatan Desa Sekapuk sudah mencapai Rp 200 juta per bulan.
Desa Sekapuk memiliki dua destinasi wisata. Pertama, Selo Tirto Giri alias Setigi yang memadukan keberadaan candi dan wisata alam. Kedua, Agrowisata Kebun Pak Inggih (KPI), yang menawarkan panorama pertanian di tengah Kota Gresik. Tarif masuknya, Rp 20.000 per orang. Selain itu, Desa Sekapuk punya 17 cottages untuk menginap.
Meski begitu, Desa Sekapuh tetap perlu promosi. Pengelola bakal melakukan promosi di media sosial, dan berharap ada bantuan petunjuk jalan ke desa ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News