Reporter: Revi Yohana, Noor Muhammad Falih | Editor: Dupla Kartini
Selama ini, Kota Malang, Jawa Timur sangat identik dengan buah apel. Daerah ini sudah dikenal luas sebagai penghasil apel sejak zaman Belanda. Salah satu jenis apel malang yang banyak disukai adalah apel manalagi (Malus domestica).
Apel ini disukai karena rasa daging buahnya manis, sekalipun belum matang. Lantaran kandungan airnya sedikit, tekstur dagingnya terasa lebih gurih dan keras.
Kulit buah apel manalagi berwarna hijau kekuningan saat sudah siap panen. "Konon apel ini dibawa oleh orang Belanda dan ditanam di Malang pada tahun 1900-an," ujar Krisna Yudaherdiyanto, pemilik Agrotech, salah satu pembudidaya apel manalagi di Malang, Jawa Timur.
Krisna bilang, apel manalagi lebih manis dibanding apel impor. Krisna membudidayakan apel manalagi di lahan seluas 1 hektare dengan jumlah tanaman mencapai sekitar 700 pohon.
Ia mengaku, budidaya apel ini sudah dirintisnya orang tuanya sejak 30 tahun silam. Baru lima tahun terakhir, usaha ini diambil alih Krisna. Selain fokus budidaya, ia juga menampung hasil panen petani untuk dijual kembali.
Dalam sehari, ia mengaku bisa menjual 5 ton apel. Dengan harga jual berkisar Rp 11.000 - Rp 20.000 per kilogram (kg), Krisna bisa meraup omzet hingga Rp 300 juta per enam bulan. "Itu pun masih kurang untuk memenuhi permintaan pasar," ujarnya.
Ia melayani pembelian apel manalagi dari para distributor buah di seluruh Indonesia. Kendati marak apel impor, permintaan apel manalagi tetap tinggi di pasaran. "Apel manalagi tetap ada pasarnya karena lebih enak," kata Krisna.
Pembudidaya lainnya adalah Edy Sumulur, pemilik PT Pusaka Alam Lestari. Ia membudidayakan apel manalagi sejak tahun 2001 di kawasan Batu, Malang.
Bedanya, Edy fokus berjualan bibit apel manalagi. Ia juga mengaku, permintaan bibit apel ini tinggi di pasaran. "Rasa apel ini paling enak dibandingkan dengan jenis apel lokal lainnya," terangnya.
Pelanggan bibitnya berasal dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Sumatera, Bogor, hingga kota-kota berdataran tinggi di Sulawesi.
Selain konsumen ritel yang membeli bibit secara eceran untuk ditanam di pekarangan rumah, ada juga konsumen-konsumen skala industri dan memesan bibit dalam skala besar ke pemilik PT Pusaka alam Lestari ini.
Edy khusus menjual bibit apel berusia satu tahun dengan tinggi sekitar 50 centimeter (cm). Untuk pembeli eceran, bibit dijual seharga Rp 50.000 per batang. "Sementara pembelian di atas 500 batang bisa negosiasi sampai Rp 25.000 per bibit," terang Edy.
Dalam sebulan, ia bisa menjual 10.000 bibit dengan omzet di atas Rp 200 juta per bulan. (Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News