kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penerapan e-KYC di fintech bisa menghemat pengeluaran Rp 57 triliun


Selasa, 01 Desember 2020 / 19:40 WIB
Penerapan e-KYC di fintech bisa menghemat pengeluaran Rp 57 triliun

Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerapan know your customer (KYC) secara digital diprediksi bisa memangkas biaya operasional pada sektor keuangan. Hal tersebut tertuang dalam Riset MicroSave Consulting (MSC) bersama Dewan Nasional Keuangan Inklusif.

Riset itu mengkaji praktik customer due diligence (CDD) yang ada di Indonesia dan tantangan yang dihadapi para pelaku industri dalam mengadopsi e-KYC. Studi tersebut menilai secara rinci biaya yang diperlukan dalam keseluruhan proses KYC, mencakup akuisisi, verifikasi, aktivasi, dan penyimpanan data pelanggan.

“Berdasarkan hasil studi yang kami lakukan, adopsi e-KYC berkontribusi tidak hanya mengakselerasi inklusi keuangan, tetapi juga berpotensi menghemat hingga Rp 57 triliun di sektor fintech dalam 10 tahun ke depan,” ungkap Grace Retnowati, Country Director MSC Indonesia pada Selasa (1/12).

Asisten Deputi Keuangan Inklusif dan Keuangan Syariah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Erdiriyo menambahkan, di sektor perbankan, penerapan e-KYC bisa menghemat dana hingga Rp 3,1 triliun dalam 10 tahun mendatang. Ia bilang, digitalisasi KYC juga akan mendukung pencapaian target indeks keuangan inklusif sebesar 90% pada tahun 2024.

Baca Juga: OJK akan batasi pemberian dana fintech dari pemegang saham, ini alasannya

Menurut Grace, studi ini juga memberikan sejumlah rekomendasi bagi pemangku kebijakan maupun penyedia jasa keuangan untuk dapat mengadvokasi penerapan e-KYC di Indonesia dengan memanfaatkan database ID Nasional.

Diantaranya, pentingnya akses secara real-time terhadap informasi biometrik dan database ID Nasional yang dapat bermanfaat meningkat efisiensi waktu dan biaya untuk proses onboarding pelanggan yang harus ditanggung oleh semua penyedia jasa. Selain itu, diperlukan infrastruktur publik dan ekosistem kebijakan yang mendukung untuk mendorong adopsi e-KYC secara lebih luas.

“Diperlukan pengembangan infrastruktur dan ekosistem pendukung untuk memudahkan penyedia jasa dalam mengadopsi e-KYC dan mengakses database ID Nasional. Selain itu, standard operating procedure (SOP) yang jelas bagi penyedia jasa dalam mengakses database kependudukan guna memastikan perlindungan data pelanggan tetap terjaga juga sangatlah penting.” tambah Grace.

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh menyatakan, layanan e-KYC yang berbasis data KTP elektronik dapat mempermudah proses on-boarding pelanggan oleh berbagai penyedia jasa. Baik dari sektor perbankan, kesehatan, asuransi, hingga fintech, yang bermanfaat mengoptimalkan pengalaman pelanggan dan meminimalisir risiko penipuan.

“Cukup menggunakan otentikasi biometrik seperti sidik jari (finger print) atau pengenal wajah (face recognition) untuk mengakses database, maka verifikasi dapat dilakukan secara lebih cepat,” tambahnya.

Ia menyebut, E-KYC menjadi semakin relevan, khususnya di masa pandemi COVID-19 seperti saat ini, di mana proses ini dapat mempermudah penyedia jasa untuk memverifikasi pelanggan tanpa perlu kontak fisik. Kemudahan ini mendorong semakin banyak penyedia jasa yang mengadopsi e-KYC untuk proses on-boarding yang berdampak permintaan yang meningkat untuk mengakses database kependudukan di Dukcapil. 

Selanjutnya: Sektor Produktif Jadi Pasar Kredit Fintech P2P Lending

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×